Selasa, 14 November 2017

Komnas HAM Kebut Penuntasan Kasus HAM Masa Lalu

FABIAN JANUARIUS KUWADO
Kompas.com - 14/11/2017, 18:11 WIB

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Mochammad Choirul Anam.(Mochammad Choirul Anam)
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner baru Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) bertekad untuk menyelesaikan perkara pelanggaran HAM berat masa lalu dengan kecepatan tinggi.
"Prinsip utama kami, menyelesaikan kasus-kasus itu dengan kecepatan tinggi. Semakin cepat, semakin baik," ujar Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Mochammad Choirul Anam dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2017).
Saat ini, Komnas HAM sudah menetapkan sembilan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang didalami kembali. Komisioner tengah mendalami mana perkara yang memungkinkan diselesaikan melalui jalur yudisial dan mana perkara yang diselesaikan melalui jalur rekonsiliasi.

Komnas HAM pun akan memprioritaskan perkara pelanggaran HAM berat masa lalu yang menjadi sorotan publik.

Kompas.com tidak mendapat jawaban dari para komisioner mengenai apa saja sembilan perkara yang tengah didalami itu.

Namun, Setara Institute sempat merilis data delapan kasus pelanggaran HAM berat yang masih "macet" hingga sekarang upaya penyelesaiannya.

Kedelapan kasus itu adalah sebagai berikut:

1. Peristiwa Pembunuhan Massal 1965
Pada 2012, Komnas HAM menyatakan menemukan ada pelanggaran HAM berat pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965. Sejumlah kasus yang ditemukan antara lain penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, penghilangan paksa hingga perbudakan. Kasusnya macet di Kejaksaan Agung. Korban mencapai 1,5 juta orang yang sebagian besar anggota PKI atau ormas yang berafiliasi dengannya.

2. Peristiwa Talangsari-Lampung 1989
Pada Maret 2005, Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Pada 19 Mei 2005 tim menyimpulkan adanya unsur pelanggaran HAM berat. Berkas hasil penyelidikan diserahkan Komnas HAM ke Jaksa Agung (2006) untuk ditindaklanjuti, namun macet di Kejaksaan. Korban mencapai 803 orang.

3. Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti 1998
Komnas HAM telah melakukan penyelidikan kasus Trisakti dan selesai pada Maret 2002. Masuk ke Kejaksaan Agung berkali-kali, namun berkali-kali juga dikembalikan. Bahkan pada 13 Maret 2008 dinyatakan hilang oleh Jampidsus Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman. Korban mencapai 685 orang.

4. Tragedi Semanggi I 1998 
Komnas HAM telah melakukan penyelidikan Tragedi Semanggi I dan selesai pada Maret 2002. Namun berkas hanya bolak-balik dari Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Pada 13 Maret 2008 berkas tersebut dinyatakan hilang oleh Jampidsus Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman. Korban mencapai 127 orang.

5. Tragedi Semanggi II 1999
Sama seperti penyelidikan Tragedi Semanggi I. Korban mencapai 228 orang.

6. Kasus Wasior dan Wamena (2001 dan 2003)
Tim ad hoc Papua Komnas HAM telah melakukan penyelidikan Pro Justisia yang mencakup Wasior dan Wamena sejak 17 Desember 2003 hingga 31 Juli 2004. Berkas diserahkan ke Kejaksaan Agung dan ditolak dengan alasan laporan Komnas HAM masih tidak lengkap.

7. Kerusuhan Mei 1998
Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung. Namun berkas dikembalikan dengan alasan tidak lengkap. Korban mencapai 1.308 orang.

8. Penembakan Misterius "Petrus" 1982-1985
Pada 2012 komnas HAM menyatakan penyelidikan kasus Petrus adalah pelanggaran HAM berat, kemudian diserahkan ke Kejaksaan Agung. Korban mencapai 1.678 orang.


Minta sikap kooperatif Kejagung

Demi dapat menyelesaikan perkara-perkara HAM yang masih tersendat, Anam berharap koordinasi dengan Kejaksaan Agung dapat berjalan baik ke depannya.
"Kalau seandainya pintu sangat terbuka bagi kami untuk mulai masuk dari kejaksaan, mulai running dari penyelidikan, penyidikan, tuntutan, besok pun akan kami layani. Karena memang ranah kewenangan kami terbatas," ujar Anam.
"Tapi kami membuka diri kapanpun diajak dan kapanpun untuk dituntut menyelesaikan kasus secepat mungkin, kami akan senang. Terutama oleh Presiden dan Kejagung," lanjut dia.
Sumber: Kompa.Com 

0 komentar:

Posting Komentar