Selasa, 01 Oktober 2019

G30S Bukan Buatan PKI

  • Analisis Iskandar Subekti mengenai G-30-S

John Roosa, penulis "Dalih Pembunuhan Massal", menemukan dua dokumen penting di sebuah penyimpanan arsip di Amsterdam. Dokumen itu di antaranya tulisan analisis Iskandar Subekti mengenai G-30-S. Menurut Rossa, analisis ini belum pernah dimanfaatkan oleh para sejarawan sebelumnya.

Mungkin, selain Rossa, ada kawan2 yang pernah membaca tulisan analisis Iskandar Subekti alias Ripto. Tapi saya yakin banyak yang belum tahu dan membacanya. Berikut saya sajikan cuplikan satu subjudul dari 14 subjudul. Semoga bermanfaat.

Oleh : Ripto

1. G30S Bukan Buatan PKI

Perlu ditegaskan di sini – sebagaimana telah ditandaskan dalam pleidoi penulis, di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 Desember 1972 – bahwa bukan PKI yang mengadakan Gerakan 30 September (G30S), dan juga G30S bukan buatan atau ciptaan PKI. Mengapa?

 G30S bukan gerakan yang sembarangan. Ia pun bukan gerakan kecil yang non-prinsipial. G30S dimaksudkan untuk mencegah usaha jenderal-jenderal kanan Angkatan Darat (AD) – yang menguasai ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), untuk memukul dan kemudian menghancurkan PKI, selanjutnya merebut kekuasaan negara dari tangan Presiden Soekarno. Jenderal-jenderal kanan AD yang menguasai pimpinan ABRI, merupakan satu kekuatan politik sendiri di dalam masyarakat Indonesia. Mereka sangat antikomunis dan anti-Soekarno. Sebagai satu kekuatan politik, mereka pasti berusaha menguasai negara RI, menguasai pemerintahan RI; dan menghancurkan lawan politik yang dianggap paling berbahaya, PKI.

 Memukul dan menghancurkan PKI tidak bisa mereka lakukan tanpa memukul Soekarno, untuk kemudian merebut kekuasaan negara dari tangannya.

 Merebut kekuasaan negara dan mendirikan pemerintahan yang dikuasai adalah tujuan setiap partai politik. Dan kelompok jenderal-jenderal kanan AD, yang merupakan kekuatan militer yang aktif berpolitik, pada hakekatnya merupakan “partai politik”. Mereka pun memiliki senjata di tangan, dan memiliki barisan bersenjata yang tersusun rapi serta terorganisasi baik dalam wujud ABRI. Inilah potensi besar yang mereka miliki.

G30S mempunyai dampak politik yang besar dalam kehidupan di Indonesia, terhadap negara dan seluruh rakyat Indonesia. Jadi G30S bukan gerakan sembarang gerakan. Oleh karena itu, seandainya G30S merupakan gerakan dari dan atau didalangi oleh PKI, semestinya dibicarakan dan diputuskan oleh badan pimpinan Partai yang tertinggi, yaitu Comite Central (CC). Sebab gerakan tersebut begitu prinsipial. Begitu fundamental. Tetapi nyata, hal ini tidak pernah dibicarakan; apalagi diputuskan di dalam dan oleh Comite Central, yang anggotanya berjumlah 85 orang itu. Banyak kawan di antara yang 85 orang itu, yang tidak tahu-menahu mengenai gerakan ini. Bahkan ada anggota Politbiro (PB) atau calon anggota PB yang tidak mengetahui sama sekali. Manakala ada anggota-anggota CC atau PB yang tersangkut dalam gerakan ini; maka mayoritas dari mereka hanya merupakan pelaksana saja, bukan pemikir yang ikut memutuskan, membicarakan, atau merencanakan gerakan tersebut.

 Politbiro beranggotakan: D.N. Aidit, M.H. Lukman, Nyoto, Sudisman, Oloan Hutapea, Ir. Sakirman, Rewang, Nyono, Asmu, Ruslan Wijayasastra, dan Moh. Munir. Sedangkan calon anggota Politbiro adalah Aza, Peris Pardede, Syafei, dan F. Runturambe. Kemudian Dewan Harian Politbiro beranggotakan: D.N. Aidit, M.H. Lukman, Nyoto, Sudisman, dan Oloan Hutapea. Sedangkan calon anggota Dewan Harian Politbiro adalah Moh. Munir dan Rewang.

 Kawan Nyoto sama sekali tidak mengetahui. Ia sama sekali tidak diajak Aidit dalam diskusi-diskusi mengenai gerakan ini, serta perencanaan dan pelaksanaannya. Apalagi F. Runturambe.

 Sidang PB yang diadakan dalam bulan Agustus 1965 (?), sebelum sidang PB diperluas (briefing) membicarakan situasi politik yang gawat berhubungan dengan sakitnya Bung Karno, dan adanya gerakan-gerakan perwira muda yang menentang rencana Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta. Di dalam sidang PB ini diambil keputusan bahwa Partai memberi dukungan politiknya pada gerakan tersebut. Jadi, sama sekali tidak merencanakan gerakan.

 Ada dilakukan sidang PB diperluas. Seingat penulis pada 27 Agustus 1965. Disebut PB diperluas karena sidang dihadiri anggota-anggota PB dan anggota-anggota CC yang berdomisili di Jakarta, serta anggota-anggota CC dari daerah yang pada saat itu kebetulan berada di Jakarta. Penulis hadir pada sidang itu. Siapa-siapa lainnya dari CC yang menghadiri sidang ini, penulis tidak ingat lagi.

Sidang tersebut semata-mata merupakan satu briefing yang diberikan Ketua CC. Isi briefing sama dengan yang dibicarakan dalam sidang PB sebelumnya. Tidak lebih dari itu. Kawan-kawan dari daerah yang sedang berada di Jakarta, dan menghadiri sidang itu; diminta oleh Ketua CC, sekembalinya ke tempat masing-masing, mengikuti selalu siaran RRI pusat yang akan menyiarkan perkembangan keadaan lebih lanjut.

Andreas JW 

0 komentar:

Posting Komentar