Sabtu, 05 Oktober 2019

Jaksa Agung Bantah Penanganan Kasus HAM Berat Dibilang Mandek


CNN Indonesia | Sabtu, 05/10/2019 02:30 WIB

Jaksa Agung M. Prasetyo berdalih penyelesaian pelanggaran HAM berat jika dipaksakan dengan pendekatan yudisial akan terkendala pengumpulan bukti-bukti. (CNN Indonesia/Ciputri Hutabarat)

Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung M. Prasetyo membantah penanganan pelanggaran HAM berat mandek di lembaga yang dipimpinnya. Dia beralasan bukti-bukti kasus HAM berat masih kurang untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan.

"Selama ini meskipun sudah sekian lama proses penanganan pelanggaran HAM berat ini, dikatakan mandeg ya tidak, karena bagaimana pun hasil penyelidikan Komnas HAM jadi acuan kami untuk ditingkatkan ke penyidikan atau tidak," kata Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, dikutip Antara, Jumat (4/10).

Setelah beberapa kali dikembalikan kepada Komnas HAM, berkas perkara pelanggaran HAM berat kini posisinya di Kejaksaan Agung. Dia mengatakan saat ini berkas tersebut masih diteliti oleh jaksa penyidik.

Prasetyo memahami sulitnya mengumpulkan bukti terkait kasus pelanggaran HAM berat masa lalu karena peristiwanya sudah lama, sehingga saksi maupun tersangka diduga telah meninggal.

"Kami bisa pahami itu kalau Komnas HAM juga rasanya tidak mudah untuk menghasilkan penyelidikan yang maksimal, yang memiliki syarat untuk bisa ditingkatkan ke penyidikan," kata dia.

Daripada menempuh jalur yudisial yang masih menemui kendala, Prasetyo menyampaikan jalan yang lebih mudah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu adalah pendekatan nonyudisial dengan rekonsiliasi.

"Penyelesaian rekonsiliasi, pendekatan nonyudisial ini kan masih pro dan kontra, sementara kalau dipaksakan pendekatan yudisial ya itu kendalanya lamanya waktu peristiwa itu terjadi, tentunya terkait masalah pengumpulan bukti-bukti," kata Prasetyo.

Salah satu kasus pelanggaran HAM berat masa lalu adalah terkait Tragedi 1965/1966. Sebelumnya Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 65 Bedjo Untung menyerahkan temuan 346 kuburan massal korban pembunuhan 1965 kepada Komnas HAM serta Kejaksaan Agung.

Ia turut mempertanyakan bukti yang dianggap kurang oleh Jaksa Agung dan menjadi kendala penanganan pelanggaran HAM berat di jalur yudisial.

"Kami ingin mempertanyakan apa kekurangannya. Itu juga kami serahkan bukti memang betul ada kejadian kejahatan kemanusiaan tahun 1965. Mestinya Jaksa Agung tidak bisa mengelak bahwa kurang alat bukti atau segala macam," kata dia.

Menurut dia, temuan ratusan kuburan massal di sejumlah daerah di Indonesia dapat menjadi barang bukti agar kasus itu ditindaklanjuti Jaksa Agung.

YPKP 65 bahkan siap memberikan daftar nama sejumlah orang yang bisa menjadi saksi atas tragedi berdarah 1965 ke Kejaksaan Agung. Ini menyusul berlarutnya pengusutan kasus pelanggaran HAM masa lalu tersebut.

Sudah 54 tahun kasus tersebut terkatung. Berkas penyelidikan yang disusun Komnas HAM berulang kali dikembalikan Kejaksaan Agung lantaran dianggap kekurangan alat bukti.

0 komentar:

Posting Komentar