Rabu, 23 Oktober 2019

Kabinet Indonesia Maju: Kompromi Dengan Terduga Pelanggar HAM

Rilis Bersama

Kabinet Indonesia Maju: Kompromi Dengan Terduga Pelanggar HAM



Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asia Justice and Rights (AJAR), Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Ikatan Keluarga Tanjung Priok (IKAPRI) dan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) mengecam keras keputusan Joko Widodo melibatkan terduga pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kabinet Indonesia Maju. Keputusan ini mencerminkan bahwa penyusunan komposisi kabinet tanpa didasari aspek fundamental dalam bernegara, yaitu penghormatan, perlindungan dan pemajuan Hak Asasi Manusia. Tercatat dalam Kabinet yang dilantik pada Rabu, 23 Oktober 2019, Joko Widodo menunjuk Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan.

Prabowo merupakan salah seorang yang memiliki rekam jejak kelam dalam hak asasi manusia. Ia menjabat sebagai Danjen Kopassus tahun 1998 dan turut menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam kasus penghilangan paksa 23 aktivis pro demokrasi dengan memberikan perintah pada satuan khusus Kopassus yakni Tim Mawar untuk melakukan praktik penghilangan orang secara paksa, yang hingga kini 13 orang korban masih belum diketahui nasibnya.

Keterlibatan Prabowo semakin jelas, ketika pada 21 Agustus 1998 Dewan Kehormatan Perwira (DKP) mengeluarkan keputusan administratif melalui surat No. KEP/03/VIII/1998/DKP untuk memberhentikan Prabowo dari dinas militer karena dianggap bertanggung jawab dalam melakukan sejumlah penculikan dan penghilangan paksa kepada aktivis pro demokrasi. Selain itu, namanya juga terdapat dalam laporan Penyelidikan Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa 1997 - 1998, sayangnya beberapa kali dipanggil untuk memberi kesaksian, Prabowo justru memilih mangkir dari panggilan tersebut.

Keberadaan para purnawirawan TNI yang memiliki catatan pelanggaran HAM dalam kabinet serta dalam lingkaran kekuasaan menunjukan ketidakseriusan Presiden dalam rangka pengakuan, penghormatan, dan perlindungan HAM ke depannya.

Oleh karena itu, KontraS memberikan beberapa pandangan antara lain:

Pertama. Ditunjuknya terduga pelaku pelanggaran HAM berat tersebut untuk menduduki jabatan publik menunjukkan lemahnya keberpihakan pemerintahan Joko Widodo di periode kedua terhadap isu Hak Asasi Manusia dan juga pengingkaran terhadap semangat reformasi khususnya terkait reformasi di sektor peradilan militer. Selain itu, pelibatan Prabowo sebagai menteri dalam jajaran kabinet Joko Widodo juga secara implisit akan menjadi disrupsi untuk kehidupan demokrasi di Indonesia setelah pada dua kesempatan pemilihan umum, posisi politik (political stance) Prabowo adalah sebagai pesaing dan oposisi yang cukup kuat. Akibatnya, ketika Prabowo dengan Partai Gerindra ditarik masuk dalam jajaran pemerintah, fungsi kontrol terhadap pemerintah (check and balances) akan terganggu dan cenderung akan mengarahkan Indonesia pada sistem autokrasi.

Kedua. Keterlibatan Prabowo dalam kasus pelanggaran HAM berat bukanlah kejadian sepele dan tidak bisa dianggap selesai begitu saja, karena Prabowo masih punya tanggung jawab hukum atas peristiwa Penghilangan Paksa 1997-1998 yang sampai saat ini berkas penyelidikannya dibolak balikkan oleh Kejaksaan Agung sebagai lembaga Penyidik dan Penuntut Pelanggaran HAM berat. Penunjukkan Prabowo sebagai pejabat publik akan menjadi kontra produktif dengan semangat untuk penuntasan kasus pelanggaran HAM melalui jalur yudisial.

Ketiga. Penunjukan terduga pelanggar HAM berat menjadi pejabat publik di level kementerian negara mengingkari semangat untuk mewujudkan supremasi hukum dan akuntabilitas hukum. Para Jendral purnawirawan tersebut harusnya membersihkan dulu nama mereka dengan memenuhi panggilan Komnas HAM dan Kejaksaan Agung serta membuktikan kesalahan mereka di pengadilan HAM sebelum dapat diangkat sebagai menteri. Penunjukan keduanya semakin menunjukkan kemunduran penegakan HAM dan mengukuhkan rantai impunitas dalam sektor penegakan HAM di Indonesia.

Jakarta, 24 Oktober 2019

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Asia Justice and Rights (AJAR)
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI)
Ikatan Keluarga Tanjung Priok (IKAPRI)
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK)


Narahubung: Dimas Bagus Arya (081232758888)

0 komentar:

Posting Komentar