Kamis, 17 Maret 2016

Aksi Kamisan Ke-435, UU Pengadilan HAM Diminta Jadi Acuan Penyelesaian Kasus pada Masa Lalu


KRISTIAN ERDIANTO Kompas.com - 17/03/2016, 17:14 WIB

Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (21/1/2016). (Abba Gabrillin)

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia dari Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengadakan aksi Kamisan yang ke-435 di depan Istana Presiden, Kamis (17/3/2016).


Dalam aksinya hari ini, mereka meminta pemerintah menjadikan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sebagai acuan dasar penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu. Menurut Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Feri Kusuma, pihaknya telah mendapat surat dari Kejaksaan Agung.

Isi surat tersebut mengatakan bahwa Pemerintah berniat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM melalui jalur non-yudisial dan rekonsiliasi, tanpa adanya proses yudisial melalui pengadilan adhoc.
"Kejaksaan Agung bilang sudah terlalu sulit untuk menemukan alat bukti. Selain itu pelaku dan korban sudah banyak yang meninggal," ujar Feri, Kamis (17/3/2016). 
 Menurut Feri, upaya penyelesaian melalui jalur non yudisial dan rekonsilisasi merupakan upaya melanggengkan impunitas.

Upaya penyelesaian itu juga dinilai tidak sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang membuka peluang untuk berani mencari terobosan penyelesaian secara yudisial. Pernyataan Jaksa Agung juga dinilai tidak berdasar.

Selama ini, Kejagung dinilai belum melakukan penyidikan sebagai bagian dari kewajiban untuk melengkapi berkas penyelidikan Komnas HAM.   
"Bagaimana bisa mereka mengeluarkan pernyataan sulit untuk menemukan alat bukti jika proses penyidikan saja belum dijalankan," ucapnya.
Feri juga mengatakan, pemerintah perlu melakukan upaya pengungkapan kebenaran melalui pengadilan sebelum upaya rekonsiliasi dijalankan. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan hak dasar korban dan keluarganya dalam memperoleh kepastian hukum.

Penulis - Kristian Erdianto
Editor - Bayu Galih

Kompas.Com 

0 komentar:

Posting Komentar