Rabu, 02 Maret 2016

Oscar yang Tak Pernah Senyap, dan Diamnya Amerika Terhadap Genosida ’65

March 2, 2016


FILM The Look of Silence atau Senyap (2014) masuk nominasi Academy Awards 2016 atau Oscar ke-88 untuk kategori Film Dokumenter Terbaik. Film ini berkisah tentang pembantaian massal Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965.

Senyap merupakan lanjutan dari The Act of Killing alias Jagal. Jagal jadi nomine Academy Awards ke-86, dua tahun lalu. Sayang, piala Oscar Jagal ‘dijegal’ oleh 20 Feet from Stardom yang disutradarai Morgan Neville.
Tahun ini, kembali berlaga di kategori yang sama, Dokumenter Panjang. Senyap bersaing dengan film Amy, Cartel Land, What Happened, Miss Simone? dan Winter on Fire: Ukraine’s Fight for Freedom.

Namun Senyap atau The Look of Silence tak berhasil membawa pulang Piala Oscar 2016 yang diselenggarakan di Dolby Theatre, Los Angeles, Senin (29/2/2016). Dewan juri Oscar lebih memilih Amy, sebuah dokumenter yang disutradarai oleh Asif Kapadia dan James Gay-Rees.

Adi Rukun, tokoh utama dalam film Senyap mengaku senang dengan nominasi ini. Tapi, dia punya punya mimpi yang lebih besar.

“Bukan penghargaan yang kita kejar. Tapi kita berharap film ini membawa dampak positif kepada keluarga korban dan membawa perubahan positif di Indonesia. Masalah genosida itu bukan hanya di Indonesia, semoga film ini menjadi inspirasi terhadap seluruh bangsa,” harap Adi Rukun.

senyap2

Dalam film itu diceritakan bahwa, Adi Rukun menelusuri satu demi satu “algojo” tragedi 1965 untuk mencari tahu apa yang terjadi pada kakaknya saat itu. Sang kakak adalah satu di antara ribuan orang yang dibunuh secara sadistis karena dicap komunis.

Film dokumenter ini memperlihatkan potret nyata kehidupan pasca pembantaian massal 1965 di Indonesia dari sudut pandang keluarga korban. Adi Rukun, seorang adik korban berusaha mencari tahu siapa pembunuh kakaknya.

“Kita ingin agar mereka mengakui dan bertanggungjawab atas apa yg mereka lakukan. Tapi ternyata sedikitpun mereka tidak pernah merasa menyesal apalagi minta maaf. Mereka merasa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kebenaran,” ujarnya dalam wawancara dengan VOA belum lama ini.

“Kami tidak mungkin membuat film ini tanpa awak film anonim asal Indonesia dan tokoh film kami yang lembut, Adi Rukun, yang mempertaruhkan hidupnya untuk berbagi cerita,” demikian ditulis sutradara film Senyap, Joshua Oppenheimer, di akun Facebook-nya, Jumat, 15 Januari 2016.

“Kami sangat bangga, ini kehormatan besar bagi kami khususnya untuk kru Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang mendedikasikan sepuluh tahun dari hidup mereka untuk mengerjakan The Act of Killing dan The Look of Silence meskipun mereka tidak bisa mendapatkan pengakuan atas karya mereka sampai ada perubahan di Indonesia,” tutur Joshua.
“Kami berharap nominasi Oscar dapat membantu mewujudkan mimpi ini,” lanjut Joshua.

Sineas AS ini sebelumnya menyutradarai “The Act of Killing,” dokumenter tentang peristiwa 1965 dari sudut pandang pelaku. Film yang dibuat dengan sekitar 60-an kru Indonesia itu juga meraih nominasi kategori yang sama dua tahun lalu. Namun, baru kali ini Joshua menyebut “Senyap” sebagai film Indonesia pertama yang meraih nominasi Oscar.

“Memang benar The Act of Killing (TAOK) dibuat oleh orang-orang yang sama di Indonesia. Tetapi, sejujurnya kami tidak menyebut secara resmi TAOK sebagai film produksi bersama dengan Indonesia. Kami tidak menyebut adanya ko-produser karena beberapa orang berpengaruh yang kami tampilkan, seperti Wakil Presiden dan Ketua Pemuda Pancasila. Kalau kami sebut ada produser Indonesia, saya khawatir mereka akan diburu. Karena itu kami tidak 
memiliki ko-produser,” papar Joshua.

Ia menambahkan, “Untuk Senyap, ada ko-produser Indonesia yang terlibat tapi anonim demi alasan keamanan. Karena itu, kami menyebut film ini sebagai film Indonesia pertama yang meraih nominasi Oscar.”
Adi Rukun yang sudah bersedia mengungkapkan ceritanya, pun punya harapan yang sama. “Film Senyap kami buat dengan harapan untuk mengingatkan kita semua bahwa ketakutan belum berakhir sampai kekerasan berhenti menjadi bahasa politik,” tuturnya.

Film baginya merupakan cara alternatif merawat dan mewariskan ingatan. Jagal dan Senyap, diharapnya bisa membuat masyarakat mempertanyakan secara kritis sejarah dan identitas bangsa, sementara teks pelajaran sejarah nasional Indonesia belum berubah.
Pada ajang The Academy Awards ke-88 ini, satu-satunya film yang ‘bernuansa’ Indonesia yang menjadi nominasi adalah The Look of Silence (Senyap), untuk kategori Film Dokumenter Terbaik.

The Look of Silence sendiri telah menerima lebih dari 50 penghargaan film di seluruh dunia, seperti Grand Jury Prize di ajang Festival Film Venesia 2014, dan Peace Film Prize di ajang Festival Film Berlin 2015. Terakhir, film ini meraih Dokumenter Terbaik, Indie Spirit Awards 2016, Sabtu (27/02) lalu.

Dalam pernyataan tertulisnya untuk Indie Spirit Awards, seperti dilansir indiewire.com, Oppenheimer mengungkapkan, “Senyap atau ‘diam’ yang saya maksud di film ini, juga ditujukan terhadap diamnya pemerintah Amerika. Karena genosida di Indonesia, tidak hanya merupakan sejarah Indonesia, tetapi juga sejarah Amerika. Amerika menyuplai senjata, uang dan daftar orang yang Amerika ingin bunuh.”


 http://bhinnekanusantara.org/oscar-yang-tak-pernah-senyap-dan-diamnya-amerika-terhadap-genosida-65/

0 komentar:

Posting Komentar