Sabtu, 26 Maret 2016

Peringatan Hari Kebenaran Internasional `Tiada Rekonsiliasi Tanpa Kebenaran`

Press-Release | Sabtu, 26 Maret 2016


“Tiada Rekonsiliasi Tanpa Kebenaran”

Pada setiap 24 Maret merupakan Hari Internasional Hak Atas Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran hak asasi manusia. Bagi Indonesia sebagai anggota komunitas internasional harus tunduk pada komitmen menegakkan kebenaran dan keadilan bagi korban dan masyarakat. Hal ini juga tercantum jelas dalam hukum HAM ditingkat nasional. Presiden Jokowi dalam visi-misinya juga berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu dan menghapus semua bentuk impunitas dalam sistem hukum Indonesia.

Secara Internasional, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mendukung berbagai misi pencari fakta, komisi penyelidikan, dan Komisi Kebenaran untuk mengungkap Kebenaran atas pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, dan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki- Moon pada peringatan Hari Kebenaran Internasional tahun lalu (2015) menyatakan bahwa Hak atas kebenaran, baik hak individu dan kolektif sangat penting bagi korban dan masyarakat luas. Mengungkap kebenaran terhadap pelanggaran HAM masa lalu dapat membantu mencegah pelanggaran HAM di masa depan.

Sayangnya, di Indonesia usaha Menkopolhukam dan Jaksa Agung untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu hanya sebatas pernyataan dan dengan ide ‘rekonsiliasi’ belaka. Jaksa Agung tidak ada sedikit pun punya itikad baik melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat. Tugas penegakan hukum, hanya dilanjutkan dengan pernyataan demi pernyataan. Tidak ada kemajuan.

Sampai sejuah ini tidak diketahui ‘apa yang dimaksud dengan rekonsiliasi’. Kami khawatir selain hanya pernyataan belaka, ide rekonsiliasi hanya berisi rencana penghapusan dosa para petinggi militer yang berlumuran darah atas peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Ide rekonsiliasi ini bisa berujung peniadaan pertanggung jawaban hukum.

Penghormatan HAM sebagaimana janji UUD 1945 harus dilakukan lewat mekanisme hukum dan dengan mengungkapkan fakta yang sejujurnya. Tidak ada yang pelru dikhawatirkan untuk menjadi jujur apalagi bagi kepentingan bangsa. Ketiadaan penuntasan pelanggaran HAM menjadi preseden bagi terus terjadinya pelanggaran HAM hingga saat ini. Dengan kata lain, siapapun penguasa negara, jika tidak segera melakukan penyelesaian pelanggaran HAM secara jujur dan adil maka mereka adalah bagian dari  kejahatan itu sendiri dengan cara melakukan peniadaan penegakan hukum.

Jakarta, 24 Maret 2016
KontraS dan JSKK

http://kontras.org/home/index.php?id=2256&module=pers

0 komentar:

Posting Komentar