Sabtu, 01 Oktober 2016

Kecamatan Rejotangan, Kab. Tulungagung


1 Oktober 2016



Luas Wilayah Kecamatan Rejotangan adalah 66,49 Km2, dengan batas-batasnya yaitu sebelah utara adalah Kecamatan Srengat & Sanankulon (Kabupaten Blitar), sebelah timur Kecamatan Kademangan (Kabupaten Blitar) sebelah selatan Kecamatan Kademangan (Kabupaten Blitar) dan Kecamatan Kalidawir dan sebelah barat adalah Kecamatan Ngunut. Letak wilayah Kecamatan Rejotangan adalah paling ujung timur wilayah Kabupaten Tulungagung.

Daftar nama Desa yang ada di kecamatan Rejotangan :
Sumberagung
Tanen
Sukorejowetan
Tenggong
Panjerejo
Karangsari
Tugu
Tenggur
Jadidowo
Banjarejo
Tegalrejo
Pakisrejo
Blimbing
Rejotangan
Ariyojeding
Buntaran

Sedikit Sejarah

Keberadaan daerah Desa Aryojeding memang berada diperbatasan dengan Kabupaten Blitar, tepatnya di sebelah barat Kabupaten Blitar. Di dalam kesejarahan, keberadaan daerah Aryojeding memang dimiliki oleh Kabupaten Blitar. Namun kemudian waktu keberadaan Desa Aryojeding mengikuti administrasi Kabupaten Tulungagung. Bahkan kalau dihitung dengan jarak tempuh, keberadaan Desa Aryojeding lebih dekat dengan Kabupaten Blitar dibanding dengan jarak tempuh ke Kabupaten Tulungagung. Di Kadipaten Aryo Blitar terdapat dua desa, yaitu Desa Aryoblitar dan Desa Jeding.

Sejarah Desa Aryojeding berdasarkan sejarah, di Desa Aryojeding Kecamatan Rejotangan terdapat suatu tempat bersejarah yang biasa disebut dengan istilah petilasan Kadipaten Aryo Blitar. Petilasan yang sebelumnya oleh masyarakat setempat dikenal keramat ini adalah tempat berdirinya Kadipaten Aryo Blitar. Kadipaten ini dipimpin oleh seorang adipati, Adipati I bernama Nilo Suwarno, Adipati II bernama Ki Ageng Sengguruh, sedangkan Adipati III bernama Joko Kandung. Namun Joko Kandung tidak meneruskan kekuasaannya melainkan meninggalkan kadipaten dan tidak pernah kembali. Sehingga Kadipaten Aryo Blitar terjadi kekosongan kekuasaan dalam waktu yang cukup lama.

Petilasan ini banyak dikunjungi orang dari berbagai daerah dengan tujuan berbeda-beda. Pada masa G-30S/PKI tahun 1965 petilasan ini pernah dihancurkan warga. Makam Adipati II Aryo Blitar yaitu: Ki Ageng Sengguruh terdapat di dusun Pundensari Desa Rejotangan, bersebelahan dengan makam istrinya. Di sekelilingnya terdapat makam-makam keturunannya.

Makam ini juga banyak dikunjungi orang dari berbagai daerah. Warga Dusun Pundensari beranggapan mereka yang tinggal di Dusun Pundensari dilarang menikah dengan warga Desa Aryojeding. Warga Pundensari juga dilarang menggelar kesenian Tayuban dan berpoligami. Jika dilanggar akan sering mendapat musibah.

Namun ada sepenggalan cerita lisan yang dituturkan oleh Bapak Mulyono dengan umur 48 tahun, Seorang bangsawan menengah ke atas yang bernama “Aryo Blitar”, beliau mempunyai putra yang bernama “Joko Kandung”. Dia adalah seorang pengembara yang ditemani oleh burung setianya. Suatu ketika Joko Kandung singgah disebuah daerah tanpa nama.

Bertahun-tahun Joko Kandung menetap di daerah tersebut. Selang beberapa tahun kemudian setelah Joko Kandung meninggalkan desa tersebut untuk melanjutkan perjalanannya. Oleh warga setempat desa itu dinamakan “Aryojeding”. Joko Kandung singgah disebuah pegunungan. Setiap pagi ia mandi di telaga kecil di bawah sebuah pohon besar. Disamping pohon besar itu terdapat sebuah pohon bambu besar, tempat ia menaruh burung ajaibnya yang dapat berbicara dengan manusia. Akhirnya Joko Kandung meninggal dan dimakamkan di Desa Aryojeding tersebut. Mitos sampai sekarang tempat Joko Kandung mandi bersama burungnya dijadikan sebagai tempat pencarian pesugihan.

Memang istilah nama Joko Kandung sampai saat ini masih ada, dengan sebutan hutan kandung, yang tepatnya di sebelah selatan Desa Aryojeding. Kawasan hutan kandung memang saat ini menjadi objek untuk tempat bermain, rekreasi, pacaran, dan lain sebagainya. Sedangkan makam Ki Ageng Sengguruh, tepatnya berada di sebelah utara perlintasan rel kereta api, atau di daerah Aryo Blitar. Area makam Ki Ageng Sengguruh memang berdekatan dengan Sungai Brantas.

Kawasan Aryojeding memang terkenal dengan kultur agamisnya yang masih kuat, berbagai tautan antara agama dengan kejawen masih kental. Sehingga apabila ada kegiatan ruwatan maka antara kultur dan agama menjadi kesatuan yang elastis dinamis. Keberadaan tempat ibadah di Desa Aryojeding dan Desa Aryo Blitar memiliki empat masjid, istilahnya masjid I, masjid II, masjid III, hingga masjid IV. Untuk itu keberadaan Desa Aryojeding dan Desa Aryo Blitar tidak dapat dipisahkan keberadaan sejarahnya.

0 komentar:

Posting Komentar