Rabu, 05 Oktober 2016

Pelanggaran HAM berat bisa diselesaikan secara musyawarah

Rabu, 5 Oktober 2016 18:32 WIB
Pewarta: 

Menko Polhukam Wiranto (ANTARA/Nyoman Budhiana)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia dapat diselesaikan secara non yudisial, yakni melalui musyawarah.

"Penanganan yudisial itu kan beda dengan non yudisial. Kalau yudisial itu win (menang) and lose (kalah) ada yang menang dan kalah di pengadilan. Tapi kalau non yudisial itu win-win (saling menguntungkan) karena diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat," kata Wiranto di Jakarta, Rabu.

Wiranto mengatakan Indonesia dengan beragam suku memiliki hukum adat yang biasanya menyelesaikan konflik horizontal antarmasyarakat dengan musyawarah dan mufakat serta dengan cara-cara damai untuk menjaga kerukunan.

"Budaya (penyelesaian masalah dengan musyawarah) seperti itu sekarang hilang tatkala kita langsung orientasi ke budaya win and lose pengadilan, apa-apa pengadilan," ujarnya.

Menurutnya, jika penyelesaian kasus HAM berat dapat diselesaikan secara musyawarah, maka penyelesaian secara non yudisial dapat dilakukan.

"Tatkala pengadilan tidak bisa maka harusnya kita kembali pada apa yang telah dilakukan atau apa yang sudah ada pada diri kita, ya ini tadi penyelesaian secara musyawarah dan mufakat," kata Wiranto.

Selama ini ada tujuh berkas pelanggaran hak asasi manusia berat di Indonesia, yaitu kasus Trisakti Semanggi, Tragedi Mei 1998, penghilangan paksa aktivis 1997-1998, Wasior-Wamena, Trisakti Semanggi, Talang Sari Lampung 1989, Peristiwa 1965-1966, dan Penembakan Misterius.

"Penyelesaian yang bersifat win-win solution itu dapat kita wujudkan," ujar Wiranto.
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2016

0 komentar:

Posting Komentar