Selasa, 11 Oktober 2016

Ramsum Jatah Makan Bung Karno

.

Dengan pakaian itu-itu saja dan makanan jatah prajurit tentara, Bung Karno menghabiskan masa pengasingan di Wisma Yaso, mengisi hari-hari terakhir dalam kesunyian dan kesendirian.

Bosan makan ransum pasukan, Bung Karno meminta saya membelikan Nasi Padang. Saat itu, restoran Padang belum banyak seperti sekarang. Dari Wisma Yaso, saya pergi ke Pejompongan untuk membeli nasi Padang. “Wong jatah prajurit, mana enak. Saya yang tentara saja bosen, apalagi beliau yang Presiden,” katanya.

Inilah cerita sekelumit kisah perwira muda Angkatan Darat yang menjaga Bung Karno di Wisma Yaso. Di sekitar tahun 1967, ketika itu Bung Karno baru dipindahkan dari Istana Bogor ke Wisma Yaso. Ini setelah Bung Karno diusir dari Istana Negara, tak lama setelah MPRS menetapkan Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967.

Di Istana Bogor, kondisi Bung Karno sudah mulai sering sakit dan tidak terawat. Atas desakan putri beliau, Rahmawati kepada Pejabat Presiden Jenderal Soeharto, Bung Karno dipindahkan ke Jakarta agar mudah dipantau kesehatannya.

Suatu malam, di markas CPM Jl. Tanah Abang II ---sekarang menjadi Markas Paspampres--- tiga perwira muda ini dipanggil komandannya. Ada tugas khusus, yang datang mendadak malam itu. Menjaga seorang lelaki tua di Wisma Yaso Jakarta, dengan perintah tegas tidak boleh ketemu orang dan tidak boleh keluar dari wisma. “Malam itu, saya tidak tahu yang saya tungguin itu Bung Karno. Saya baru tahu Bung Karno pagi harinya,” ujarnya.

Namun, di Wisma Yaso pun Proklamator yang semakin menua ini dibiarkan begitu saja. Tanpa perawat, baju yang dipakai pun itu-itu saja, celana dan kaos oblong. Di rumah besar, beliau sendirian, tanpa keluarga dan benar-benar diasingkan dari dunia luar. Tidak ada televisi, maupun surat kabar. “Bahkan sebagai penjaga, radio saya punya pun diambil komandan selama saya jaga di Wisma Yaso,” katanya.

Sedangkan untuk urusan makan, Bung Karno mendapatkan jatah makan sama dengan ransum prajurit tentara. Makanan itu, dimasak di dapur umum. 
 “Saat itu, masih ada dapur umum Siliwangi,” katanya. Karena bosan itulah Bung Karno meminta saya membelikan nasi padang. Jadi kami makan nasi bungkus berdua, sampe rebutan ayam karena Bung Karno mau kasih saya. Saya menolak untuk Bapak saja,” katanya.

Selama di asingkan di Wisma Yaso, tidak ada yang bisa menjenguk Bung Karno. Saat masih baru di Wisma Yaso, Bung Karno masih agak sehat. Tiap pagi dia sekitar pukul 10.00 WIB, Bung Karno harus meladeni pemeriksaan oleh perwira-perwira AD yang tergabung dalam Tim Pemeriksaan Pusat (Taperpu).

“Ada tiga empat perwira, pangkatnya letnan kolonel. Mereka membawa mesin ketik, dan mengetik hasil interogasi itu. Saya hanya ingat satu diantara pemeriksa itu Ali Said, yang pernah menjadi Jaksa Agung,” katanya.

Jika, selesai pemeriksaan biasanya beliau duduk dan tiduran di kursi rotan. Kalau malam, baru saya bisa ngobrol sama beliau. Itu pun karena dua rekan saya sering pergi pacaran, jadi saya bisa leluasa berbincang dengan beliau.

Biasanya saya pijit, kakinya. Lalu beliau cerita pengin punya isteri dari seluruh nusantara. Beliau kan punya isteri Jawa, Sunda, Sumatera, juga ada dari Manado. “Bapak belum punya isteri Papua, kata saya”. Sambil guyon, beliau bilang “Ya lagi saya cari,” katanya menirukan jawaban Bung Karno.
(Edy Budiyarso)
 
http://sejarahkita.org/kisah/314-ramsum-jatah-makan-bung-karno

0 komentar:

Posting Komentar