Rabu, 26/08/2015 20:45 WIB
Ilustrasi Wiji Thukul. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Wakil Ketua Internal Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM), Siti Noor Laila mengatakan penyelesaian kasus
pelanggaran HAM masa lalu bisa diselesaikan dengan berbagai cara. Namun,
pada prinsipnya penyelesaiannya untuk kepentingan perbaikan pelaksanaan
HAM di masa depan.
"Penyelesaian pelanggaran ham berat itu kan tak ada jalan tunggal. Bisa yudisial atau non yudisial atau rekonsiliasi atau bahkan keduanya. Sampai sekarang belum kami putuskan bersama, tapi terus menerus dilakukan penyempurnaan terhadap konsep tersebut," ujarnya kepada CNN Indonesia di Gedung Komnas HAM, Jakarta, kemarin.
Siti mengatakan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berbeda-beda di setiap negara. Ia yakin, pelanggaran HAM harus diambil alih oleh pemerintah dan diselesaikan secara tepat.
"Situasi penyelesaian kasus HAM berbeda dengan tindak kriminal biasa. Apalagi masuk kedalam kategori pelanggaran HAM berat. Setiap negara penyelesaiannya berbeda-beda, jadi tidak ada satu hal yang baku yang dijalankan oleh negara dan kemudian diikuti oleh negara lain," ujarnya.
"Penyelesaian pelanggaran ham berat itu kan tak ada jalan tunggal. Bisa yudisial atau non yudisial atau rekonsiliasi atau bahkan keduanya. Sampai sekarang belum kami putuskan bersama, tapi terus menerus dilakukan penyempurnaan terhadap konsep tersebut," ujarnya kepada CNN Indonesia di Gedung Komnas HAM, Jakarta, kemarin.
Siti mengatakan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berbeda-beda di setiap negara. Ia yakin, pelanggaran HAM harus diambil alih oleh pemerintah dan diselesaikan secara tepat.
"Situasi penyelesaian kasus HAM berbeda dengan tindak kriminal biasa. Apalagi masuk kedalam kategori pelanggaran HAM berat. Setiap negara penyelesaiannya berbeda-beda, jadi tidak ada satu hal yang baku yang dijalankan oleh negara dan kemudian diikuti oleh negara lain," ujarnya.
Lebih lanjut, Siti mengatakan, permintaan keluarga kepada pemerintah
adalah soal kejelasan keberadaan anggota mereka yang dinyatakan hilang.
"Tuntutan yang utama bagi keluarga korban yang hilang adalah mendapatkan informasi dimana keluarganya yang hilang, Kalau hidup dimana, Kalau mati dimana. artinya ada soal pengungkapan kebenaran," ujarnya.
Selain itu, menanggapi kasus penyelesaian penghilangan orang secara paksa, khususnya kepada Wiji Thukul, Siti merekomendasikan lima hal, bila pada akhirnya pemerintah memilih jalan rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Pertama, negara harus memberikan pengakuan atas peristiwa tersebut kepada kepada korban dan keluarga," ujarnya.
Kedua, pemerintah dituntut untuk mengungkapkan kebenaran atas peristiwa yang terjadi. Ketiga, pemerintah diminta untuk melakukan permohonan maaf dan menunjukkan adanya penyesalan bahwa pernah ada kelalain dan pengabaian dalam satu periode kekuasaan tertentu yang kemudian berdampak pada terjadinya tragedi kemanusiaan.
"Keempat, jaminan ketidakberulangan dengan cara negara mengajak seluruh elemen bangsa ini untuk kemudian menghentikan cara-cara yang tidak manusiawi dalam menyelesaikan persoalan," ujarnya.
"Tuntutan yang utama bagi keluarga korban yang hilang adalah mendapatkan informasi dimana keluarganya yang hilang, Kalau hidup dimana, Kalau mati dimana. artinya ada soal pengungkapan kebenaran," ujarnya.
Selain itu, menanggapi kasus penyelesaian penghilangan orang secara paksa, khususnya kepada Wiji Thukul, Siti merekomendasikan lima hal, bila pada akhirnya pemerintah memilih jalan rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Pertama, negara harus memberikan pengakuan atas peristiwa tersebut kepada kepada korban dan keluarga," ujarnya.
Kedua, pemerintah dituntut untuk mengungkapkan kebenaran atas peristiwa yang terjadi. Ketiga, pemerintah diminta untuk melakukan permohonan maaf dan menunjukkan adanya penyesalan bahwa pernah ada kelalain dan pengabaian dalam satu periode kekuasaan tertentu yang kemudian berdampak pada terjadinya tragedi kemanusiaan.
"Keempat, jaminan ketidakberulangan dengan cara negara mengajak seluruh elemen bangsa ini untuk kemudian menghentikan cara-cara yang tidak manusiawi dalam menyelesaikan persoalan," ujarnya.
Terakhir, Siti mengatakan, Komnas HAM meminta pemerintah untuk memulihkan nama baik korban maupun keluarga. Hal tersebut menurutnya untuk menghapus stigma negatif terhadap korban dimata masyarakat.
Lebih lanjut, Siti mengatakan, sampai saat ini Komnas HAM masih melakukan pertemuan dengan keluarga Wiji dan keluarga orang hilang yang lain. Meski mereka telah membentuk sebuah komunitas sebagai wadah menyampaikan aspirasi seperti Ikatan Orang Hilang Indonesia (IKOHI) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
"Kami bertemu rutin dengan keluarga korban untuk menanyakan dan meminta masukan terkait dengan langkah yang nanti akan diambil Komnas HAM," ujarnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung M Prasetyo menyebutkan bahwa penyelesaian kasus hak asasi manusia masih terus berjalan. Menurut dia, ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan pemerintah dalam upaya penyelesaian kasus-kasus ini.
Saat ini menurutnya masih diperlukan sosialisasi karena belum semua pihak menyetujui adanya rekonsiliasi, terutama penggiat dan aktivis HAM. Padahal, kata Presetyo, keluarga korban sudah lebih lunak dalam menerima upaya pemerintah ini.
Prasetyo pun mengungkapkan, Kejaksaan Agung tidak bertanggungjawab untuk menyelidiki kasus ini, melainkan Komisi Nasional (Komnas) HAM. Menurut dia, penyelidikan yang baik dan berhasil adalah yang hasil penyelidikannya lengkap dan sempurna.
Prasetyo mengaku akan menempuh jalur nonyudisial karena kasus terjadi belasan bahkan puluhan tahun silam, sehingga sulit untuk mencari data bukti dan saksi. Lagipula, ucap dia, pada 14 Agustus 2015 lalu Presiden Jokowi telah mendeklarasikan bahwa sebenarnya pemerintah menginginkan untuk menyelesaikan kasus HAM masa lalu dengan pendekatan nonyudisial. (sip)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150826143946-20-74625/tak-ada-jalan-tunggal-penyelesaian-kasus-ham/
0 komentar:
Posting Komentar