Aulia Bintang Pratama, CNN
Indonesia | Kamis, 06/08/2015 19:01 WIB
Ketua YPKP 65 Bedjo Untung
menegaskan tak ada pembatalan terhadap semiloka YPKP di Salatiga, melainkan
hanya penundaan. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Penelitian Korban
Pembunuhan 1965/1966 tidak bisa berbuat banyak saat semiloka yang mereka akan
adakan di Salatiga urung terlaksana. Ancaman dari Front Pembela Islam dan Garda
Pembela Islam membuat aparat kepolisian meminta agar acara tersebut dibatalkan.
Ketua YPKP 65 Bedjo Untung mengungkapkan meski beberapa waktu lalu tidak bisa berbuat apa-apa, dia sudah mempersiapkan langkah lanjutan yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
Ada tiga langkah yang saat ini tengah dipersiapkan oleh dirinya serta beberapa anggota YPKP lainnya. Langkah pertama adalah meminta kepolisian untuk mengusut soal siapa yang menyebarkan ancaman pembubaran terhadap acara YPKP.
Ketua YPKP 65 Bedjo Untung mengungkapkan meski beberapa waktu lalu tidak bisa berbuat apa-apa, dia sudah mempersiapkan langkah lanjutan yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
Ada tiga langkah yang saat ini tengah dipersiapkan oleh dirinya serta beberapa anggota YPKP lainnya. Langkah pertama adalah meminta kepolisian untuk mengusut soal siapa yang menyebarkan ancaman pembubaran terhadap acara YPKP.
"Aparat harus segera mengusut pihak-pihak yang memprovokasi dan menyiarkan berita-berita menghasut yang berbau sara," kata Bedjo saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/8).Menurut Bedjo, tak hanya mengusut, tapi aparat penegak hukum pun harus menangkap dan memproses hukum para pelaku provokasi tersebut.
Langkah kedua adalah Bedjo akan melapor kepada Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Pelaporan yang akan dilakukan adalah perihal desakan anggota kepolisian agar semiloka tersebut dibatalkan.
Bedjo menceritakan bahwa beberapa hari sebelum YPKP memutuskan untuk menunda semiloka, beberapa anggota YPKP didatangi oleh intel polisi yang meminta mereka tak hadir ke semiloka tersebut.
Tak hanya para anggota, pengurus wisma tempat dilaksanakannya semiloka pun didatangi dan didesak untuk membatalkan izin penggunaan bangunan. Para anggota polisi tersebut mengaku pembatalan harus dilakukan untuk menghindari kerusuhan.
Dengan alasan tersebut, Bedjo menganggap bahwa polisi tidak bisa memberi rasa aman terhadap warga sekitarnya. Maka dari itu, Bedjo akan lapor ke Kapolri agar mencopot dua pejabat polisi di sekitaran Salatiga.
"Kapolri agar segera mencopot Kapolsek Tingkir dan Kapolres Salatiga karena mereka berpihak kepada para provokator dengan cara ikut mengancam dan menekan agar semiloka batal dilaksanakan," ujar Bedjo.Sementara langkah terakhir adalah YPKP 65 mendesak agar Presiden Indonesia Joko Widodo agar segera menyelesaikan korban pelanggaran HAM berat. Bedjo pun meminta agat Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden mengenai rehabilitasi umum kepada para korban 1965.
Ada beberapa ancaman yang ditujukan kepada YPKP 65 yang mengakibatkan penundaan semiloka di Salatiga. Ancaman-ancaman tersebut disebarkan melalui banyak media, salah satunya adalah melalui pesan singkat.
Berdasarkan informasi yang CNN Indonesia dapatkan, pesan ancaman tersebut mengatakan bahwa para anggota FPI untuk melakukan jihad untuk menghabisi komunis. Pengirim pesan tersebut juga meminta agar FPI tidak membiarkan PKI hidup di Indonesia.
Isi lengkap pesan tersebut berbunyi, "Front Pembela Islam Surakarta (Solo kota, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Wonogiri, Klaten) dan Garda Pembela islam se-Jateng! Menyerukan! Ayo Jihad habiskan Komunis! Wahai singa2 Allah jgn biarkan PKI hidup di NKRI, wahai mujahid datanglah berduyun menghadap Syahid!! Cab YPKP '65 se-RI mengikuti kegiatan Temu Nasional Korban '65 /YPKP '65 dg Tema 'Menuju Penyelesaian Adil dan Bermartabat bagi Korban 65' yg akan diselenggarakan tanggal 6-9 Agust 2015 di Wisma LP3S Jl Sukarno-Hatta No 10 Salatiga Jateng. Tidak ada kata lain terkecuali pertahankan NKRI bersama Islam!!! (H. Choirul RS FPI Solo Raya dan GPI Jateng) sebar!!!!!!". (sip)
0 komentar:
Posting Komentar