Rabu, 25 Mei 2016

Mun’im DZ Bercerita Tentang Pembantaian Ulama Oleh PKI pada Tahun 1948 [dan tanggapannya]




Wakil Sekretaris NU Abdul Mun’im DZ/Antara

NUSANTARANEWS.CO – Wakil Sekretaris PBNU Abdul Mun’im DZ membeberkan kisah tentang pembantaian ulama dan para santri oleh PKI pada tahun 1948 silam. Menurutnya, sejarah pembantaian pada masa itu penting untuk dikuak dan disajikan ke hadapan publik serta seluruh rakyat Indonesia agar tak hanya sekadar tahu peristiwa 1965 semata.

Pasalnya, peristiwa 65 telah dijadikan alat politik oleh sisa-sisa PKI saat ini untuk memutarbalikkan sejarah. Peristiwa 1948 memang jarang dipaparkan ke hadapan publik sehingga tampak tertutup rapi, bahkan nyaris tidak terpublikasi.

Berikut kisah singkat dari Mun’im DZ terkait dengan peristiwa berdarah pembantaian ulama oleh PKI dan para santri, termasuk juga kalangan umat Islam lainnya pada tahun 1948 silam. Kisah ini merupakan hasil wawancara nusantaranews.co di Jakarta, Rabu (25/5/2016) siang menjelang sore hari.

Pembantaian ulama oleh PKI berawal ketika PKI tidak mengakui revolusi kemerdekaan 1945 yang dideklarasikan oleh Soekarno dan Moh. Hatta dan PKI mendeklarasikan revolusi sendiri pada tahun 1948. Nahdlatul Ulama (NU) selalu melakukan dukungan penuh terhadap Bung Barno dan Moh. Hatta dalam membangun bangsa Indonesia dan PKI malah membuat gerakan perlawanan dan mencoba untuk melakukan gerakan coup d’État (kudeta) terhadap posisi dari Bung Karno dan Bung Hatta. NU dianggap sebagai musuh yang sangat berbahaya oleh PKI karena secara kuantitas NU adalah organisasi yang mempunyai basis massa yang besar dan kiyai mempunyai pengaruh yang kuat terhadap warga NU. Maka tidak heran jika NU dianggap sebagai batu sandungan oleh PKI. Dan PKI menculik kiyai-kiyai dan membunuhnya. 

Perencanaan kudeta yang dilakukan oleh pemerintahaan yang baru diproklamirkan ini sudah dikonsep dengan sangat matang. Pemberontakan dimulai dengan melakukan pengambil-alihan krasidenan-kraisidenan di berbagai daerah. Strategi tersebut dilakukan untuk melumpuhkan pemerintah pusat. Gerakan revolusi yang dilakukan oleh PKI tersebut banyak menimbulkan korban jiwa, seperti dari unsur pemerintahan, unsur militer, dan rakyat sipil. 

Pada tahun 1950-an PKi kembali melakukan sabotase dengan membuat pemogokan masal pada perusahaan-perusahaan, sehingga berdampak pada lumpuhnya roda perekonomian. Peristiwa sabotase ini dikenal Razia Agustus 1951. Perlakuan PKI membuat Bung Karno marah.

Pada tahun 1955 karena status PKI sebagai partai resmi, akhirnya PKI ikut serta dalam Pemilu. Banyak anggota PKI yang menjadi dewan konstituante dan anggota DPR. PKI menginginkan untuk menjadi menteri hanya saja dihalang-halangi oleh NU. NU marah dengan Bung karno ketika Bung karno ingin memasukkan PKI ke dalam kabinet (menjadi menteri) dengan luka lama yang dimiliki oleh NU, itu salah satu alasannya.

Pada tahun 1960-an karena dinamika politik yang sedang terjadi akhirnya PKI ada yang menjadi menteri. Dalam kabinet, PKI bersifat low profil. PKI tidak berani bersikap keras karena di dalam kabinet juga ada NU. 
Pada tahun 65 terjadi revolusi berdarah (revolusi borjuis) seperti yang diketahui oleh orang-orang ada rangkaian antara 48 dengan 65 bahwa PKI ingin melakukan gerakan coup d’État (kudeta) terhadap Soekarno. Lagi-lagi NU menghalangi rencana itu. (Uck/Erc)




Dini Setyowati:
Aku setuju komentar ini dari tetangga atas artikel dibawah yg menyesatkan:

Awal peristiwa '48 itu terkait persetujuan Renvile diantaranya mempercepat terbentuknya negara Indonesia Serikat (berserikat dengan Belanda), yang dianggap orang kiri bahwa Hatta terlalu tunduk & menyerahkan kedaulatan RI kepada Belanda..

Ketidak puasan semakin meluas karna Hatta juga memulai RERA (Rekonstruksi & Rasionalisasi) TNI dan membentuk Tentara Federal bekerjasama dengan Belanda..

Moh Hatta menggunakan Divisi Siliwangi sebagai pasukan elitenya untuk membantai kaum kiri demi tercapainya Persetujuan Renvile, di lain sisi juga terjadi iri hati dari Divisi Panembahan Senopati terhadap Divisi Siliwangi yang memiliki kelengkapan alat tempur lebih baik... 

Perpecahan di kubu militer AD akhirnya meletus diawali dengan pembunuhan dan penculikan 5 perwira TNI dari Divisi Panembahan Senopati + 2 kaum kiri Slamet Wijaya dan Parjiyo, yang diduga pelakunya adalah Divisi Siliwangi... 

Jadi ada perpecahan di tubuh Angkatan Darat antara yang pro-penculikan (Siliwangi) dan yang anti-penculikan (Panembahan Senopati)+ALRI... 
Jadi, otak dari Peristiwa 1948 adalah Moh. Hatta dengan Persetujuan Renvile nya..

*Oleh propaganda, otak orang Indonesia mudengnya cuma PKI khianat walaupun DN Aidit secara hukum sudah dinyatakan bebas tanpa syarat untuk Peristiwa 1948... 


Mempercayai sebuah propaganda itu lebih mudah karena memang tidak perlu belajar, cukup percaya... 

Kebohongan yang terus menerus didengung-dengungkan emang terkadang tampak seperti kenyataan... PKI selalu jadi garda terdepan Kedaulatan NKRI; namun sejarah memutar-balikkanNya

***

Fransiscus Stephanus


Tepat! Jangan lupakan jg perjanjian Hatta di Sarangan dg Amerika dalam rangka program Marshall Plan yg menyaratkan disingkirkannya unsur2 kiri dari tubuh militer Indonesia muda.

0 komentar:

Posting Komentar