Kamis, 26 Mei 2016

Setelah Dituding PKI, Spanduk Mulai Bermunculan

26/05/2016

Spanduk tentang penolakan pemutaran Film Pulau Buru Tanah Air Beta terlihat dipasang di sekitar lokasi Festival Film Purbalingga 2016. Sebelumnya salah satu ormas menuding Festival Film Purbalingga merupakan kegiatan yang diadakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). (Yuda Kurniawan/Facebook.com)
Purwokertokita.com – Tekanan demi tekanan terus dihadapi oleh panitia Festival Film Purbalingga 2016. Setelah sebelumnya dituding sebagai antek Partai Komunis Indonesia (PKI), kini giliran salah satu ormas memasang spanduk berisi penolakan kegiatan yang mereka tuding sebagai kegiatan menyebarkan ajaran komunis.

Spanduk itu bertuliskan “Tolak dan Bubarkan!!! Segala bentuk kegiatan yang bisa menumbuhkembangkan bahaya laten komunis di Indonesia. Spanduk itu terpasang tak jauh dari lokasi Festival Film Purbalingga.

Ikhwal pelarangan tersebut karena panitia festival hendak memutar Film Pulau Buru Tanah Air Beta, besutan sutradara Rahung Nasution. Sebuah film yang berisi nostalgia mantan tahanan Pulau Buru yang kembali ke pulau itu untuk mengenang masa ketika ia di sana. Film yang secara teknis biasa saja dan isinya tak ada ajakan untuk membangkitkan kembali PKI.

“Kami masih wait and see. Sudah pula kami tawarkan bagi mereka yang tidak sepakat untuk melihat film ini secara tertutup,” kata Direktur Festival Film Purbalingga, Bowo Leksono, Kamis (26/5).

Ia menduga lima ormas yang menolak pemutaran film itu memang belum pernah melihat film itu. Oleh karena itu, ia menawarkan agar ormas itu melihat dulu baru menilai.

Soal tudingan bahwa FFP merupakan kegiatannya PKI, Bowo hanya cengengesan sambil menyeruput kopi kentalnya. “Itu lucu lha wong FFP sudah diadakan 10 tahun. Kenapa baru sekarang dituding PKI,’ ujarnya.

FFP selama ini menjadi kawah candradimuka bagi pelajar untuk belajar sinematografi. Ratusan karya film sudah diproduksi oleh pelajar-pelajar tersebut. Bahkan banyak film yang sudah memenangi berbagai penghargaan nasional dan internasional. Tentu saja ini membawa nama harum Purbalingga ke kancah nasional sebagai daerah yang produktif membuat karya film.

Dalam dua hari penyelenggaraan festival setelah sebulan keliling kampung untuk memutar layar tanjleb, antusiasme pelajar dalam mengikuti festival ini juga cukup tinggi. Mereka bahkan bercita-cita tinggi untuk lebih mengenalkan Purbalingga melalui karya film.
Proyektor 16mm ini usianya sudah 30 tahun lebih dan masih tangguh untuk memutar film "Saur Sepuh IV" di 18. Pelajar mulai SD hingga SMA sangat antusias melihat cara kerja proyektor ini. (Yuda Kurniawan/Facebook.com)
Proyektor 16mm ini usianya sudah 30 tahun lebih dan masih tangguh untuk memutar film “Saur Sepuh IV” di 18. Pelajar mulai SD hingga SMA sangat antusias melihat cara kerja proyektor ini. (Yuda Kurniawan/Facebook.com)
Selain pemutaran film Pulau Buru, di festival tersebut juga diputar puluhan film pendek fiksi dan dokumenter karya pelajar Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara dan Banyumas. Salah satu film yang cukup membetot perhatian yakni film garapan pelajar SMA dengan judul, Kami Hanya Melaksanakan Perintah, Jenderal.

Film tersebut berkisah tentang kenangan tiga mantan anggota pasukan pengawal presiden, Cakrabirawa. Mereka berkisah tentang bagaimana pasukan itu diperintah untuk menculik tujuh jenderal tanpa bisa membantah perintah atasannya yakni Letkol Untung dan sahabatnya, Soeharto.

Bowo mengatakan, bahkan sehari sebelum ada pengumuman bakal ada pemutaran film Pulau Buru, lima ormas itu sudah dikumpulkan oleh aparat Kodim Purbalingga. Belakangan pihak hotel yang selama ini rutin menjadi lokasi festival, meminta panitia tidak memutar film itu.

Purwokertokita.com yang mencoba mengkonfirmasi soal larangan itu ke Kodim Purbalingga tidak bisa mendapatkan jawaban yang pasti. “Komandan sedang di Semarang,” ujar salah satu anggota TNI AD. Setelah itu, mereka pun mengambil kamera ponsel dan memotret orang-orang yang hadir di markas itu.

Sebelumnya, panitia festival juga dipanggil Polres Purbalingga untuk mengklarifikasi acara tersebut. “Tadi malam, kami mendapat panggilan dari satuan intelejen dan keamanan Polres Purbalingga, terkait rencana pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta yang akan diputar dalam Festival Film Purbalingga,” katanya.

Ia mengemukakan, sebelumnya sudah mengajukan izin untuk pemutaran film tersebut yang termasuk dalam agenda puncak di FFP 2016. Diakuinya, baru kali ini mendapat panggilan tersebut dari pihak kepolisian.

“Sebenarnya kita sudah mengajukan izin untuk rangkaian festival yang dilaksanakan selama sebulan. Dan ini ada tambahan izin terkait penggunaan venue tambahan untuk pemutaran film yang sudah diprogram sebelumnya,” jelasnya.

Bowo mengaku dimintai keterangan di ruang satuan intelejan dan keamanan Polres Purbalingga selama dua jam. “Kami juga sebenarnya ingin menjelaskan mengenai program ini,” katanya.

Sementara itu, Kepala Polres Purbalingga, Ajun Komisaris Besar Agus Setyawan Heru Purnomo berjanji akan memediasikannya, jika ada pihak yang berkeberatan dengan pemutaran film tersebut.

“Tugas kami hanya menjaga keamanan, namun jika ada pihak yang berseberangan dengan film tersebut, silahkan berdialog dengan penyelenggara. Kami tidak mengurus konten filmnya, itu urusan komunitas film,” jelasnya.

Selama ini, pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta kerap ditentang oleh beberapa ormas. Namun, film pendek berdurasi sekitar 40 menit tersebut didistribusikan terbatas oleh pembuat filmnya, Rahung Nasution.
 
http://purwokertokita.com/peristiwa/setelah-dituding-pki-spanduk-mulai-bermunculan.html

0 komentar:

Posting Komentar