Selasa, 24 Oktober 2017

AS Rilis Dokumen Rahasia Tragedi 65, YPKP Melapor ke Komnas HAM

Muhamad Rizky, Jurnalis · Selasa 24 Oktober 2017, 15:38 WIB


YPKP 65 melapor ke Komnas HAM (Rizky/Okezone)

JAKARTA - Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65) menyambangi Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) guna melaporkan sejumlah temuannya. Mulai dari tindakan persekusi, intimidasi, teror terhadap mereka dan kegiatan rapat maupun seminar YPKP 65.
Termasuk dokumen rahasia dari Amerika Serikat (AS) yang berisi tentang keterlibatan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dalam menggulingkan Presiden Soekarno dan menghancurkan PKI pada 1965.
"Hal ini kami adukan supaya ada perhatian dari pemerintah, dan Komnas HAM ini menjadi benteng terakhir kami untuk membuka kebenaran sejarah," kata Ketua YPKP 65, Bedjo Untung, di Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, (24/10/2017).
Bedjo mengatakan, dalam beberapa waktu lalu anggotanya sering mendapat aksi teror, maupun intimidasi dari aparat, seperti ketika membuat kegiatan di Cirebon, Jawa Barat, dan di Cilacap, Jawa Tengah yang akhirnya harus dibatalkan. Selain itu ada pula kegiatan lain seperti di Bukit Tinggi, Solo semuanya dibubarkan.
"Artinya ini membuktikan bahwa masih adanya deskriminasi represi dari pemerintah, inilah catatan bahwa deskriminasi represi itu masih terjadi. Padahal acara-acara tersebut murni membahas perlindungan dan sosialisasi pelayanan medis bagi saksi dan korban bersama LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)," papar Bedjo.
YPKP 65 juga melaporkan temuan kuburan masal yang ditemukan YPKP 65. Dalam temuannya selama beberapa tahun terkahir jumlah kuburan masal tersebut selalu mengalami peningkatan. Dalam laporannya beberapa tahun lalu YPKP mencatat sedikitnya ada 13.999 orang dibunuh dari 122 lokasi di Indonesia.
 
"Dalam laporan kami jumlah itu sekarang meningkat lagi dari beberapa tahun lalu, dan ini supaya jadi bahan Komnas HAM menindaklanjuti paling tidak perlu ada penandaan supaya tidak hilang," tuturnya.
Terakhir lanjut Bedjo, dengan adanya publikasi dokumen CIA yang di bocorkan, menurutnya hal itu sudah jelas dirancang untuk menggulingkan Soekarno. "Ini merupakan novum (bukti baru) ternyata kasus 65 betul rekayasa CIA untuk menghancurkan gerakan kiri," tambahnya.
Sebagaimana diketahui, 36 dokumen rahasia diplomatik Amerika kembali dibuka untuk publik. Dokumen itu berisi tentang tragedi pembantaian orang-orang yang dituduh berhubungan dengan PKI.‎
36 dokumen dibuka oleh National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC), dan National Archives and Records Administration (NARA). Dokumen ini setebal 30 ribu halaman. Dokumen itu berisi berbagaimacam catatan Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurchoiron mengatakan, masalah HAM yang terjadi pada 1965 merupakan masalah lama dan belum bisa diselesaikan dengan baik. Nurchoiron menyebutkan, pemerintah dalam menyelesaikan kasus 65 tidak ada kemajuan.
"Negara ini tidak punya inisiatif paling tidak rekonsiliasi sejarah baik dari Banser, NU, dan para korban. Ini tugas negara jangan sampai sejarah dipasung sehingga tidak diketahui kebenarannya," kata Nurchoiron saat menerima laporan.
Ia mengatakan, Komnas HAM tidak memiliki kewenangan yang cukup kuat untuk mengatasi permasalah itu. Komnas HAM diberi mandat dalam UU untuk mendapat informasi terkait kebenaaran sejarah 65 namun sampai saat ini pemerintah Indonesia tidak bisa berbuat apa apa.
"Jangan serahkan semua di Komnas HAM di berbagai negara lain itu soal rekonsiliasi terjadi karena perhatian pemerintahnya timggi, kedua rezim yang berkuasa bisa membawa pelaku untuk lakukan rekonsiliasi pertanyaan nya bisa engga pemerintah melakukan itu ? Dua sarat itu kalo tidak dilakukan tidak masuk akal menurut saya. Jadi bapak semua percuma datang bolak balik kesini," tambahnya.
Pun demikian Nurchoiron mengaku pihaknya terus melakukan penyelidikan terhadap kasus pelanggaran HAM baik yang terjadi pada 65 maupun lainnya.
(sal)
Sumber: Okezone.Com 

0 komentar:

Posting Komentar