Jumat, 20 Oktober 2017

Penuntasan Kasus HAM Masih Jalan di Tempat di 3 Tahun Jokowi

Bimo Wiwoho , CNN Indonesia | Jumat, 20/10/2017 08:52 WIB

Amnesty International Indonesia menilai berbagai kasus pelanggaran HAM hingga kini tidak jelas penyelesaiannya. Jokowi tidak tegas menyikapi pelanggaran HAM. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Amnesty International Indonesia merilis evaluasi tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di bidang penanganan masalah hak asasi manusia. Dalam kesimpulannya, pemerintah dinilai cenderung membiarkan kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan, berbagai kasus pelanggaran HAM hingga kini tidak jelas penyelesaiannya. Beberapa kasus di antaranya terkait kebebasan berekspresi maupun beragama, hingga kasus kekerasan.

"Pelanggaran-pelanggaran HAM ini mencakup pembatasan kebebasan berekspresi, berkeyakinan, berkumpul, pelanggaran HAM serius oleh aparat, tidak bergerak majunya penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan sebagainya," kata Usman di kantornya, Menteng, Jakarta, kemarin.


3 Tahun Jokowi, Pelanggaran HAM Didiamkan
Rumah ibadah jemaah Ahmadiyah Depok disegel. (CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati)
Usman menjelaskan, terkait kasus kebebasan berekspresi dan berkumpul, lembaganya menerima banyak laporan. Sebagian besar kasus terkait penggunaan pasal pemidanaan seperti pidana makar, pencemaran nama baik, dan penodaan agama. 

Penggunaan pasal-pasal itu, menurut Usman, cenderung bersifat represif sehingga mengancam kebebasan berpendapat. 

Dia mengkritisi sikap diam Jokowi atas insiden penyerangan kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta beberapa waktu lalu ketika akan diadakan diskusi terkait Tragedi 1965. Jokowi dinilai pasif karena hingga kini pihak yang mendalangi penyerangan itu tidak dibawa ke ranah hukum.

Jika tidak ada langkah tegas menyelesaikan kasus itu, kata Usman, masyarakat yang ingin berkumpul dan berekspresi akan terus dibayangi insiden serupa. 

"Insiden ini bisa menciptakan suatu iklim ketakutan bagi banyak pihak untuk mengekspresikan pandangannya soal peristiwa 1965-1966," ujar Usman.

Terkait penggunaan pasal penodaan agama, Usman mencatat pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pemidanaan orang terkait kasus tersebut memang tinggi. Namun, dia menyayangkan pada pemerintahan saat ini Jokowi tampak tidak serius menghentikan penggunaan pasal tersebut.

"Amnesty International mencatat paling sedikit terdapat 16 orang yang telah divonis pengadilan selama pemerintahan Jokowi-JK," ucap Usman.

Selain itu, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) dinilai berpotensi menambah masalah kebebasan berpendapat. 

Usman menilai, pemerintah tidak hanya dapat mengekang kebebasan berpendapat, tetapi juga berpotensi melakukan pemidanaan yang lebih berat hukumannya. Perppu Ormas dinilai bukan jalan keluar terbaik untuk mengantisipasi bahaya radikalisme yang merongrong kedaulatan bangsa. 

"Solusi penyelesaian lewat Perppu Ormas ini sangat tidak tepat dan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban HAM di Indonesia," kata Usman. 

Perihal pelanggaran HAM dalam aspek kebebasan berkeyakinan, Usman menyebutkan, pada 12 Oktober 2015 pemerintah Aceh menutup 10 gereja berdasar tekanan massa. Namun pemerintah pusat bergeming. Tidak ada sikap tegas Jokowi untuk membuka kembali gereja-gereja tersebut. 

"Satu hari sesudahnya, sekitar 500 orang membakar sebuah gereja Protestan di Desa Suka Makmur, Gunung Meriah, Aceh Singkil," papar Usman.

Kasus serupa di wilayah lain pun tidak disikapi oleh Jokowi. Pemerintah daerah dan pusat juga tidak membuka kembali gereja GKI Taman Yasmin di Bogor dan Gereja HKBP Filadelfia di Bekasi yang ditutup sejak 2008. Padahal pengadilan telah memutuskan pendirian kedua gereja sesuai aturan hukum.

Kasus lainnya terkait penutupan masjid milik komunitas Ahmadiyah di Depok oleh wali kota setempat. Sementara, ratusan anggota kelompok Ahmadiyah di Lombok masih harus tinggal di tempat penampungan selama lebih dari 11 tahun. 

Usman menyebut pelanggaran HAM lain terkait penganut Syiah di Sampang, Jawa Timur yang hingga kini tidak bisa pulang ke kampung halaman.

"Pemerintah lokal dan pusat tidak berdaya merestorasi hak-hak kelompok minoritas agama tersebut hanya dengan alasan tidak mampu menjamin keselamatan mereka," kata Usman.

Sementara terkait kekerasan fisik, Amnesty International Indonesia mencatat banyak kasus penyiksaan bahkan pembunuhan oleh aparat kepolisian dan TNI. Perkara ini berkaitan dengan penanganan peredaran narkoba.

Pada 2017, sedikitnya 87 orang ditembak mati lantaran diduga sebagai bandar narkoba. Jumlah itu meningkat tajam dari tahun sebelumnya yaitu 18 orang.

Mantan Koordinator KontraS ini menilai banyak kasus pelanggaran HAM diinisiasi oleh pemerintah daerah melalui peraturan yang legal. Namun Jokowi tidak tegas terhadap pemerintah daerah yang tak sejalan dengan pemerintah pusat. 
"Tidak ada laporan investigasi yang independen untuk memeriksa apakah terjadi pelanggaran HAM dalam peristiwa-peristiwa penemabakan tersebut," kata Usman.

Usman mempertanyakan sikap Jokowi ketika kepolisian dan TNI membunuh empat pemuda Papua di kota Paniai. Kasus itu terjadi pada 8 Desember 2015 dimana puluhan orang lainnya mengalami luka-luka. Pemerintah pusat, kata Usman, tidak menunjukkan gelagat positif untuk menginvestigasi insiden tersebut.

Pada 2 Agustus 2017, kasus penembakan oleh anggota Brimob di Deiyai, Papua, kembali terjadi. Satu orang tewas, beberapa orang terluka. Namun pemerintah tidak beritikad mengusut kasus tersebut.

Usman mulanya mengapresiasi janji Jokowi yang ingin merespons berbagai masalah pelanggaran HAM. Janji itu tercantum dalam Nawacita. Akan tetapi, dia menyayangkan Jokowi yang acap tidak menggunakan wewenangnya untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM.

"Sehingga kehendak politik itu belum menjadi kenyataan yang positif," Kata Usman.


"Tidak ada koreksi terhadap peraturan daerah yang tidak sejalan dengan konstitusi. Misalnya peraturan Pemprov Jawa Barat melarang Ahmadiyah," ujar Usman.

Sumber: CNN Indonesia 

0 komentar:

Posting Komentar