Selasa, 17 Oktober 2017

Izin Pembunuhan Massal - Dokumen AS Pasca-Tragedi G30S (2)

Agus Lukmari | Selasa, 17 Okt 2017 21:31 WIB

Dubes AS untuk Indonesia Marshall Green melaporkan melalui telegram bahwa tentara berkoalisi dengan ormas Islam dan Kristen, termasuk Partai Nasional Indonesia (PNI) sayap kanan, untuk melawan PKI.



Propaganda
Dalam upaya untuk menekan PKI, petinggi ABRI di Jawa Timur---Kolonel Basuki Rachmat---menggunakan propaganda dengan membandingkan Gerakan 30 September 1965 dengan pemberontakan PKI Madiun 1948. Poster besar bergambar para jenderal korban pembunuhan G30S dipasang dengan tulisan, bahwa G30S identik dengan pemberontakan PKI di Madiun. Isu pemberontakan PKI di Madiun sangat sensitif di kalangan umat Islam, karena saat itu dianggap terjadi pembantaian terhadap ratusan orang kiai dan santri.
Perburuan terhadap PKI terus berlanjut di luar Jawa. Dalam telegram 12 November 1965, Dubes AS Marshall Green melaporkan 90 persen pertokoan milik etnis Tionghoa di Makassar, Sulawesi Selatan diserbu dan dijarah dalam kerusuhan 10 November 1965. Toko-toko milik warga etnis Tionghoa juga dipaksa menurunkan harga.
Pimpinan ormas Nahdlatul Ulama terus mendesak Presiden Soekarno untuk membubarkan PKI, meski sikap itu tidak disukai Soekarno yang sedang berusaha mempertahankan kekuasaannya. Petinggi NU Sjaichu mengatakan selama PKI tidak dibubarkan, kerusuhan akan terus terjadi. Sementara salah satu koran milik PSII, Api, membuat tulisan khusus untuk menyerang Soebandrio, dengan mengutip kitab suci Alquran.
Warga Muslim di Bone juga dilaporkan menyerbu penjara dan membunuhi sekitar 200 orang tahanan PKI.
Sejumlah pihak, terutama tentara Indonesia---seperti diungkapkan Deputi Menteri Luar Negeri Ganis Harsono---terus berusaha mencari hubungan Subandrio dengan PKI atau komunis. Telegram Kedubes AS mengutip pernyataan Ganis, bahwa tentara sudah menemukan bukti-bukti untuk memenjarakan Subandrio---eks Perdana Menteri.
Telegram Kedubes AS pada 12 November juga mengutip rilis yang dikeluarkan Tentara Indonesia mengenai 50-an anggota PKI yang membunuh lima warga sipil di Kudus Jawa Tengah. Perburuan tentara terhadap Aidit, petinggi CC-PKI, mendapat bantuan dari warga di sekitar Gunung Merapi---di mana Aidit bersama Njono dan sejumlah orang lain dikabarkan bersembunyi di wilayah Merapi. Di awal November itu, Dubes AS untuk Indonesia melaporkan klaim kepolisian yang sudah menangkap sekitar 872 orang yang diduga terlibat G30S. Di Tangerang, operasi gabungan tentara menangkap 346 orang yang diduga simpatisan PKI.
Pada 18 November 1965, Dubes AS untuk Indonesia Marshall Green melaporkan melalui telegram bahwa tentara berkoalisi dengan ormas Islam dan Kristen, termasuk Partai Nasional Indonesia (PNI) sayap kanan, untuk melawan PKI. Disebutkan pula, terdapat kabar pembentukan organisasi payung bernama ‘Komite Aksi Pengganyangan Gestapu’ oleh tentara dengan melibatkan kelompok-kelompok Islam, namun Kedubes AS belum mendapat informasi detail mengenai hal itu.
Perang Suci
Pada 26 November 1965, Kementerian Luar Negeri AS menerima telegram dari Kedubes AS di Jakarta mengenai kondisi terkini pasca-G30S, di mana aksi pembantaian anggota PKI terus berlanjut.
Telegram itu menyebutkan pembantaian dilakukan Ansor NU di banyak tempat di Jawa Timur. Sedikitnya 25 mayat ditemukan di sungai Mojokerto. Sedangkan, di Tulungagung, misionaris lokal menyebutkan 15.000 orang PKI dibunuh. Pembunuhan terhadap anggota atau simpatisan PKI berlanjut di desa-desa di perbatasan dengan Surabaya. Saking banyaknya pembunuhan, kepala stasiun Jawa Timur menyebutkan sebanyak lima stasiun berhenti beroperasi karena pekerja takut menjadi sasaran pembunuhan, mengingat banyak di antara pegawai yang terbunuh.
Sejumlah pemain Ludruk---kesenian khas Jawa Timur---turut menjadi sasaran pembunuhan, karena dianggap berhubungan lama dengan PKI.
Telegram tersebut menyebutkan pembunuhan terhadap anggota PKI, oleh masyarakat maupun ormas di Jawa Timur dianggap sebagai Perang Suci, di mana membunuh orang kafir dianggap sebagai tiket masuk surga---dan semakin terjamin masuk surga, apalagi jika sambil mengusapkan darah orang kafir itu ke mukanya.
Pembunuhan massal juga dilaporkan oleh Dubes AS Marshall Green terjadi di Tulungagung, Kediri. Situasi ini membuat banyak anggota atau simpatisan PKI kalang kabut hingga mengungsi. Informasi yang diterima Kedubes AS dari misionaris di sejumlah wilayah menyebutkan ada sekitar 40 hingga 200-an aktivis PKI yang mengungsi dari Kediri, Blitar dan sekitarnya menuju wilayah Batu.
Di Malang, Jawa Timur, media massa pada 23 November melaporkan ada sekitar 150 orang PKI ditangkap dalam beberapa hari terakhir. Tentara mengerahkan Batalion 507 Brawijaya melalui pelabuhan Surabaya, dan menurut media, tentara itu untuk mengganyang Gestapu di Jawa Timur.
Bagi pengusaha Tionghoa, kondisi makin sulit, karena di tengah inflasi tinggi, mereka didesak pemerintah setempat untuk menurunkan harga barang hingga 30 persen. Sumber Kedubes AS menyebutkan akhirnya banyak toko tutup antara 17 hingga 18 November karena rumor bakal ada serangan dari Ansor. (Bersambung)

Berdasarkan laporan laporan mingguan Kedubes AS tahun 1965, ternyata Soeharto mendukung atau memerintahkan pembunuhan massal terhadap pendukung atau anggota PKI. 
Sumber: KBR.ID 

0 komentar:

Posting Komentar