Jumat, 20 Oktober 2017

Payung Hitam dan Asa Sumarsih pada Jokowi Tuntaskan Kasus HAM

Feri Agus , CNN Indonesia | Jumat, 20/10/2017 09:56 WIB

Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) Maria Katarina Sumarsih mengikuti aksi Kamisan ke-510 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/10). (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Maria Katarina Sumarsih berdiri tepat di seberang Istana Merdeka, Jakarta. Sumarsih adalah ibu dari BR Norma Irmawan alias Wawan, mahasiswa Universitas Atmajaya Jakarta, yang tewas saat Tragedi Semanggi I.

Wawan merupakan salah satu, dari sekian banyak korban rezim Orde Baru. 

Sembari memegang payung hitam, Sumarsih bergabung dalam Aksi Kamisan ke-510. Payung hitam yang dia pegang bertuliskan 'Tuntaskan Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II'.


Sumarsih menggagas Aksi Kamisan bersama KontraS dan Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK). Aksi diam di seberang Istana itu sudah dimulai sejak 18 Januari 2007.

Kemarin Sumarsih bersama puluhan orang lainnya berbaur dalam aksi payung hitam yang sudah berlangsung 10 tahun lebih.

Tak ada raut lelah pada mukanya. Sumarsih tampak semangat mengikuti aksi berdiri di seberang Istana itu.

Meski langit sore tak bersahabat, mereka tetap menggelar aksi mingguan. Puluhan orang yang kompak mengenakan pakaian gelap, membuat lingkaran kecil. Satu per satu mereka memegang payung hitam.

Kegiatan aksi ini juga diselingi orasi dari beberapa perwakilan peserta. Ada pembacaan puisi dari Sebumi. Setelah itu, band dari Ciliwung Merdeka melantunkan lagu di tengah-tengah massa aksi.

"Enyahkan ketakutan, kekalutan, di benakmu... Teguhkan keyakikan, kebanaran di hatimu...," sepenggal lirik yang dinyanyikan sang vokalis.


Di sela-sela aksi, kepada CNNIndonesia.com, Sumarsih menyatakan, setelah tiga tahun berjalannya pemerintahan Presiden Joko Widodo, dan penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu belum ada titik terang, rasa putus asa mulai menghampiri.

Namun, menurutnya, sebagai seorang yang memerjuangkan kebaikan, dirinya percaya tak ada jalan tertutup dalam pengungkapan kebenaran kejahatan masa lalu. 

Sumarsih meyakini jalan terjal ini bisa dilewati.

"Bagi saya tidak pernah ada jalan perjuangan yang tertutup, selalu ada jalan yang bisa kami lewati," kata dia.

Aksi Kamisan konsisten dilakukan tiap pekan. Mereka libur aksi saat hari Kamis bertepatan dengan tanggal merah. Aksi tersebut paling sedikit dihadiri hanya delapan orang.

Dalam laman aksikamisan.net, gelar Aksi Kamisan dengan berdiam diri dipilih, karena “diam” tidaklah berarti telah kehilangan hak-hak sebagai warganegara, dan “berdiri” melambangkan bahwa korban/keluarga korban pelanggaran HAM adalah warganegara yang tetap mampu berdiri untuk menunjukkan bahwa punya hak.

Payung Hitam dan Asa Sumarsih pada Jokowi Tuntaskan Kasus HAM
Aksi Kamisan digelar setiap pekan sejak 2007 di seberang Istana. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Sumarsih masih memiliki harapan di sisa dua tahun pemerintahan Jokowi.

Dia menginginkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu memenuhi komitmennya dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu.

Mulai dari penembakan mahasiswa serta warga sipil saat Tragedi Semanggi I dan II, Trisakti, kasus penghilangan paksa, kerusuhan 13-14 Mei 1998, penembakan misterius, sampai pembunuhan masal setelah gerakan 30 September 1965.

Tak hanya itu, dia juga meminta Jokowi bisa menghapus impunitas orang-orang yang diduga terlibat dalam pelanggaran berat, yang banyak terjadi di era Soeharto sampai masa transisi reformasi.

"Saya selalu memelihara harapan, di sisa pemerintahan Jokowi dua tahun ini," ujarnya.


Sumber: CNN Indonesia 

0 komentar:

Posting Komentar