Kamis, 19 Oktober 2017

Operasi Rahasia CIA Hancurkan Komunisme, Senyap Namun Korbankan Banyak Nyawa Tak Berdosa

Ade Sulaeman - Kamis, 19 Oktober 2017 | 20:00 WIB


Operasi rahasia CIA di Eropa

Operasi rahasia CIA pada era Perang Dingin guna memerangi idiologi komunisme berlangsung di seluruh dunia.

Di kawasan Asia Tenggara wilayah Kamboja dan Thailand menjadi basis CIAuntuk memerangi komunis yang sedang mengancam Vietnam dan juga Indonesia.

Lawan berat komunisme yang harus dihadapi AS di Asia adalah China.
Sedangkan di wilayah Eropa, operasi rahasia CIA guna membendung pengaruh komunisme dari Uni Soviet juga tidak kalah gigihnya dan berbagai cara, termasuk aksi teror sampai ditempuh oleh CIA.

Bagi CIA yang dalam operasi rahasianya menghalalkan segala cara jatuhnya ribuan korban jiwa yang tidak berdosa merupakan hal biasa.
Operasi intelijen CIA di kawasan Eropa berlangsung di Rusia dan Eropa Barat, dimulai sejak tahun 1950.

Menyusul Perang Dingin yang berkembang pasca PD II, AS dan Rusia sama-sama menggencarkan operasi intelijennya.

Untuk membendung pengaruh komunis di Eropa, program utama CIAadalah melancarkan kampanye besar-besaran counter-intelligence yang bersifat politik dan kebudayaan, Congress for Cultural Freedom (CCF).

Program CCF yang berawal di Titania Palace Theatre, Berlin, sebagai ajang berkumpulnya orang-orang AS serta Eropa Barat kemudian makin berkembang.
Di gedung ini secara rutin digelar beragam kegiatan seperti seminar, konferensi, penerbitan majalah, siaran radio (Radio Free Europe), dan kegiatan propaganda politik lainnya yang bertujuan membendung paham antikebebasan dan demokrasi.

Program CCF di Eropa bisa dibilang sukses hingga dikembangkan di negara-negara lain yang juga turut aktif membendung paham komunis seperti India, Australia, Jepang, Afrika, dan lainnya.

Semua kegiatan yang berlangsung di berbagai negara itu tak lepas dari dana yang dikucurkan CIA.

Tapi sejumlah surat kabar dalam perkembangannya bisa lepas dari kucuran dana CIA dan berhasil menjadi media massa besar.

Koran-koran besar itu bahkan mampu menciptakan konglomerat-konglomerat antikomunis dan menjadi sumber dana bagi operasi-operasi CIA selanjutnya.
Koran CIA yang sukses itu antara lain, The Guardian dan The Sunday Timesyang terbit di Inggris, Der Spiegel (Jerman), dan lainnya.

Sementara siaran radio yang menjadi propaganda bagi CIA ke seluruh dunia adalah Voice Of America (VOA).

Peran VOA sebagai corong CIA berlangsung cukup lama sampai akhirnya Rusia menerapkan program jamming terhadap siaran VOA pada tahun 1990.

Dalam kondisi terkini dunia cyber dan teknologi komunikasi paling mutakhir bisa dipastikan telah dimanfaatkan CIA untuk melancarkan tugas-tugas intelijennya.

Namun CIA tidak hanya melancarkan propaganda antikkomunis yang tanpa kekerasan di kawasan Eropa, sejumlah aksi yang bersifat kekerasan pun digelar sehingga mengakibatkan jatuhnya ratusan bahkan ribuan korban jiwa.

Untuk mengantisipasi invasi pasukan Rusia ke wilayah Eropa, mulai tahun 1959 CIA membentuk unit-unit sukarelawan di Eropa Barat yang kemudian dilatih secara khusus agar bisa melaksanakan serangan sabotase, mengumpulkan data intelijen, membangun kelompok perlawanan, dan menyiapkan jalur mundur yang aman bagi pasukan tempur.

Tugas agen CIA selain menjadi penasihat bagi kelompok-kelompok perlawanan itu juga kadang bertugas bersama ketika melancarkan aksi yang sesungguhnya.

Dalam perkembangan berikutnya kelompok-kelompok perlawanan itu bahkan berhubungan langsung dengan NATO.

Salah satu kelompok perlawanan yang dibentuk oleh CIA di kawasan Eropa Barat adalah kelompok perlawanan Gladio yang beroperasi di Italia.

Sebagai kelompok rahasia tujuan operasi Gladio adalah melawan pasukan komunis Rusia saat melakukan invasi ke Eropa Barat dan berupaya menggulingkan pemerintahan Italia yang prokomunis.

Sebelum Gladio terbentuk, cikal bakal pasukan rahasia ini sudah ada sejak tahun 1949 dan dikenal sebagai SIFAR (Italian Military Service).

Pada saat itu anggota SIFAR merupakan polisi rahasia yang bertugas mengawal Mussolini tapi pasca PD II anggota SIFAR sudah direkrut oleh CIA.

Sebagai organisasi yang antikomunis, keberadaan Gladio di Italia cukup berpengaruh dan menjadi andalan militer Italia dalam upaya memerangi pengaruh komunis.

Demikian kuatnya keberadaan Gladio, CIA sampai memutuskan preemptive attack terhadap kekuatan komunis di Italia.

Operasi CIA dan Gladio untuk menggulingkan pemerintah komunis di Italia kemudian dinamai Operatiion Gladio dan mulai digelar pada bulan Desember 1969.

Modus Operasi Gladio adalah membonceng aksi kudeta militer di Italia yang didalangi oleh Jenderal Giovanni de Lorenzo.

Tujuan aksi kudeta Jenderal Giovanni adalah menggulingkan parlemen Italia yang berideologi sosialis.

Aksi Gladio sebenarnya tidak secara langsung mendukung manuver militer Jenderal Giovanni tapi lebih kepada menciptakan suasana panas (Strategy of Tension) dan chaos di seantero Italia.

Untuk mmanaskan situasi, Gladio melancarkan sejumlah aksi pengeboman di sejumlah lokasi penting.

Satu bom diledakkan di kawasan National Agrarian Bank sehingga menewaskan 17 orang dan melukai 88 orang lainnya.

Sejumlah bom lainnya diledakkan di dua kota yang menjadi simbol politis Italia, Roma dan Milan.

Badan intelijen Italia yang dipimpin oleh Jenderal Gianadelio Maletti langsung melakukan penyelidikan (counterintelligence) atas aksi teror itu.

Penyelidikan berlangsung cukup lama antara tahun 1971-1975 dan meneukan bukti bahwa aksi pengeboman yang menimbulkan kerugian besar itu berkaitan dengan agen CIA yang bermarkas di Jerman.

Jenderal Gianadelio juga memaparkan peran agen CIA dalam aksi pengeboman adalah pada penyediaan bahan peledak.

Pada tahun 2000 pemerintah Italia akhirnya mengumumkan hasil penyelidikannya yang terdiri dari 300 halaman.
Kesimpulannya tidak jauh dari paparan Jenderal Gianadelio.

Pemerintah Italia secara terus terang menyatakan bahwa aksi pengeboman dilancarkan oleh kelompok Gladio yang memiliki hubungan langsung dengan pemerintah AS, khususnya CIA.

Selain Gladio, kelompok teror yang beroperasi di Italia adalah Brigade Merah yang didirikan oleh Renato Cursio dan Mario Moretti pada tahun 1970.

Untuk melakukan kontak dengan CIA, Brigade Merah memiliki semacam kantor perwakilan, Hyperion Language School yang berada di Paris, Perancis.

Para pengurus Hyperion Language antara lain Corrado Simioni, Duccio Berio, dan Moretti. Simioni selama ini dikenal sebagai pekerja di Radio Free Europe, dan dua rekan lainnya juga aktivis kelompok rahasia sayap kiri yang bergerak di Italia.

Aksi teror Brigade Merah yang mengguncang Italia adalah penculikan terhadap mantan Perdana Menteri Aldo Moro dan kemudian membunuhnya (1978).
Moro yang pernah dua kali menjabat sebagai PM Italia (1963-1968/1973-1976) menjadi sasaran Brigade Merah karena kekuasaannya didukung oleh Partai Komunis Italia.

Kaitan CIA atau AS dalam kasus pembunuhan Moro oleh Brigade Merah sangat jelas. Ketika berkunjung ke AS pada tahun 1974, Moro sudah diperingatkan oleh Menteri Luar Negeri AS saat itu Henry Kissinger agar melepaskan hubungannya dengan Partai Komunis atau jiwanya akan terancam.

Tak lama kemudian terjadi aksi penculikan Moro oleh Brigade Merah. Penyelidikan yang kemudian di lakukan oleh steven Pieczenic juga menemukan bukti bahwa jiwa Moro sengaja dikorbankan demi stabilitas politik di Italia.

Surat-surat pribadi Moro yang ditulis selama disekap juga mengungkapkan bahwa dirinya telah diculik oleh Brigade Merah yang dikendalikan agen-agen Barat yang merupakan “gerilyawan” NATO.

Teror berupa pengeboman ternyata terus berlangsung di Italia khususnya yang berlangsung di pusat kota Bologna pada 2 Agustus 1980.

Aksi teror di Bologna berupa peledakan stasiun kereta api yang berlangsung pada jam sibuk dan saat peron stasiun sedang dipadati oleh calon penumpang.

Bom yang ditaruh di dalam koper terbuat dari bahan peledak high explosiveseperti TNT (Trinitrotoluene), T4 (Cyclotrimethylenetrinitramine) dan Composition B.

Akibat aksi pengeboman itu sebanyak 85 orang tewas dan 200 lainnya luka-luka.

Dari bahan peledak yang digunakan teroris polisi Italia bisa mengidentifikasi bahwa di balik serangan kejam itu NATO dan CIA ternyata berada di belakangnya.

Sumber: Intisari Grid 

0 komentar:

Posting Komentar