Senin, 16 Oktober 2017

PRD | Partai Rakyat Demokratik

Agung Firdaus 


Partai ini sebelumnya bernama Persatuan Rakyat Demokratik, dimana kemudian mengalami perpecahan. Organisasi ini menyatakan diri sebagai partai pada pada bulan April 1996 dengan diprakarsai oleh sejumlah intelektual muda, termasuk ketua pertamanya, Budiman Sudjatmiko. Banyak dari anggotanya adalah intelektual dan aktivis muda, khususnya mahasiswa. Sebelum terjadinya Peristiwa 27 Juli 1996, dimana PRD dikambing-hitamkan sebagai dalangnya, partai ini mendapat dukungan utama dari salah satu organisasi onderbouwnya, yakni Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID).
Persatuan Rakyat Demokratik adalah organisasi payung dari organisasi-organisasi massa lintas sektoral:
Sektor Buruh - Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), yang kemudian menjadi Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI). Tokoh-tokohnya antara lain: Dita Indah Sari, Suyat (hilang sejak 1998 hingga sekarang), Bimo Petrus (hilang sejak tahun 1998 hingga sekarang).
Sektor Budaya dan Seniman - Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKKER). Tokoh-tokohnya antara lain: Rahardja Waluyo Djati, Widji Thukul (hilang sejak tahun 1998 hingga sekarang).
Sektor Tani - Serikat Tani Nasional (STN). Tokoh-tokohnya antara lain: Sereida Tambunan, Mashuri, Linda Chrystanti, Herman Hendrawan (hilang sejak tahun 1998 hingga sekarang).
Sektor Mahasiswa - Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Tokoh-tokohnya antara lain: Munif Laredo, Andi Arief, Garda Sembiring.
Organisasi payung ini kemudian mentransformasikan diri dari organisasi massa menjadi Partai Politik dengan nama Partai Rakyat Demokratik yang dideklarasikan pada tanggal 22 Juli 1996.
Sejak awal pendirian, PRD sudah menunjukkan sikap oposisi terhadap pemerintahan otoriter Orde Baru. Manifesto 22 Juli 1996 yang dideklarasikan partai ini pada tanggal tersebut, adalah deklarasi yang secara tajam menyerang dan mengkritik kondisi politik dan kondisi sosial-ekonomi di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Kondisi politik yang dikritik adalah jauhnya model pemerintahan Orde Baru dari sistem yang demokratis. Sementara kondisi sosial-ekonomi yang dikritik adalah kesenjangan sosial akibat kebijakan berorientasi pertumbuhan, dengan melupakan pemerataan dan distribusi yang adil.
Pokok-pokok penting dari Manifesto 22 Juli 1996, adalah:
1. menuntut pencabutan 5 Paket UU Politik tahun 1985 yang memasung hak berpolitik dan berorganisasi rakyat sipil.
2. menuntut penghapusan penerapan Dwi Fungsi ABRI yang memberikan hak istimewa kepada militer untuk memasuki ranah sosial politik dan sosial ekonomi.
3. mendukung hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Maubere (d/h Timor Timur; s/k Timor Leste).
4. mengupayakan pembangunan front perjuangan dengan beragam eksponen perjuangan dalam merebut DEMOKRASI dan mengembalikan KEDAULATAN RAKYAT.
5. membuat platform bersama-sama eksponen gerakan, khususnya Komite Independen Pemantau Pemilu untuk mengawal Pemilu 1997 dan menelanjangi praktik kecurangan Orde Baru yang selalu dilakukan setiap penyelenggaraan Pemilu.
6. mengorganisir rakyat untuk semakin terlibat aktif dalam menentang dan melawan kediktatoran rejim militer Orde Baru.
Di samping itu, Manifesto PRD juga menyinggung-nyinggung masalah korupsi dan kolusi yang menjamur di birokrasi pemerintahan. Di usia awalnya ini pula, partai ini mulai membela dan mengadvokasi petani-petani pedesaan dalam membela hak atas tanah. Urusan ini, secara umum ditangani oleh Serikat Tani Nasional (STN). Sementara untuk urusan perburuhan melalui Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI). Mobilisasi massa untuk demonstrasi, yang saat Orde Baru dilarang, pun tak jarang terjadi. PRD menyelenggarakan berbagai demonstrasi baik yang sifatnya dalam lingkup lokal maupun dilakukan secara serentak di berbagai daerah, sektoral dan multi-sektoral. Kadang kala PRD dalam kegiatannya PRD juga bekerjasama dengan aktivis dari organisasi lain.
Sejak 1997, karena popularitas PRD yang semakin meningkat, dan juga kondisi sosial-ekonomi serta politik yang mulai tidak stabil, pemerintah Orde Baru mulai melakukan penindasan terhadap berbagai gerakan politis yang dianggap subversif, apalagi yang dianggap kiri, dan komunis, termasuk salah satu korbannya adalah PRD.

0 komentar:

Posting Komentar