Kamis, 19 Oktober 2017

Telegram AS Mengungkapkan Kekejian Pembantaian 1965 di Papua

 

Andreas Harsono

Indonesia Researcher
Penerbitan Seluruh Dokumen-dokumen Rahasia Penting bagi Akuntabilitas

"Kegetiran yang telah dibuat takkan sembuh dengan mudah."

Demikian komentar -yang menyerupai nubuat— dari sebuah telegram Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta tentang pembantaian besar-besaran di Papua pada Juli 1965 oleh tentara Indonesia.

 Telegram bertanggal 15 September 1965 itu melaporkan bahwa serangan orang-orang Papua pro-kemerdekaan terhadap para serdadu Indonesia memicu balasan berupa pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil di kota Manokwari. "Balasan Indonesia begitu brutal. Sehari berikutnya para serdadu menembaki setiap orang Papua yang mereka jumpai dan banyak orang tak bersalah, yang hanya melintas di jalan, turut jadi korban."

Dokumen tersebut, satu dari 39 naskah yang diterbitkan pekan lalu oleh organisasi publik untuk keterbukaan berbasis AS, National Security Archive, memberikan gambaran yang menggiriskan tentang pengetahuan terperinci pemerintah AS mengenai pembunuhan-pembunuhanberskala besar di Indonesia dalam rentang 1965-1968. Secara keseluruhan, dokumen-dokumen itu menunjukkan bahwa pemerintah AS mengetahui puluhan ribu pembunuhan yang dilakukan militer, kelompok-kelompok paramiliter dan milisi Muslim terhadap orang-orang terdiduga anggota Partai Komunis Indonesia dan warga Tionghoa, termasuk para anggota serikat buruh, guru, aktivis, dan seniman.

Keterangan telegram itu tentang brutalitas di Maknokwari, yang sekurangnya menelan korban jiwa 50 orang Papua, menggarisbawahi  sejarah panjang impunitas atas pelanggaran HAM yang dilakukan pasukan keamanan Indonesia di wilayah tersebut. Sekalipun pemerintah Joko "Jokowi" Widodo telah berkali-kali menjanjikan pendekatan baru terhadap Papua, tempat terjadinya pemberontakan kecil-kecilan dan gerakan pro-kemerdekaan yang damai, kenyataan di lapangan sungguh berbeda. Pasukan-pasukan keamanan Indonesia masih saja membunuhi warga Papua tanpa pernah diselidiki.

Pada April 2016 Pemerintah Indonesia mengumumkan akan menyelidiki 11 kasus hak asasi manusia terpenting di Papua yang terjadi di masa lampau. Namun, hingga kini pemerintah belum memberikan rincian apa pun perihal kapan, di mana, dan bagaimana kasus-kasus tersebut akan ditangani. Sementara itu pembunuhan di luar hukum terhadap orang-orang Papua oleh tentara terus terjadi dan pelaporan independen tentang pelanggaran HAM di Papua—dulu maupun sekarang—pincang belaka berkat kebijakan pemerintah yang membatasi akses para jurnalis asing dan pemantau HAM ke wilayah tersebut.

Atas nama keadilan terhadap pelanggaran HAM yang puluhan tahun dilakukan pasukan-pasukan keamanan Indonesia, pemerintah AS dan Indonesia harus menerbitkan dokumen-dokumen rahasia tentang pembunuhan-pembunuhan itu selengkapnya. Tanpa tindakan tersebut, kepahitan yang dirasakan banyak orang Papua hanya akan semakin mendalam.

Source: HumanRightsWatch 

0 komentar:

Posting Komentar