Rabu, 20 September 2017

Amuk Massa, Genjer-Genjer dan Trauma Kebangkitan PKI

Prima Gumilang  | Rabu, 20/09/2017 09:36 WIB

Poster-poster bertuliskan kecaman terhadap LBH dipajang di beberapa titik aksi. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Jakarta -- Ratusan pemuda berdiri berdesakan di luar pagar kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Mereka bergelayutan sambil mengacungkan tinju ke arah pintu.

Seorang remaja naik ke pot di tepi selokan. Dia memasang wajah sangar. Matanya melotot seolah menumpahkan seluruh kemarahan.

"Bakar PKI hidup-hidup," pekiknya mengarah ke sejumlah orang yang berada di dalam kantor pengacara itu.

Tak lama usai mengumpat, dia turun ke barisan. Mimiknya berubah, tampak lepas. Remaja itu cengar-cengir kembali. Seolah aura kemarahan beberapa detik sebelumnya hanya sandiwara.

Jalan di sekitar LBH Jakarta sudah dipadati massa pada Minggu (17/9) malam. Dua gerbang yang menjadi akses jalan ditutup dan dijaga petugas kepolisian. Aparat TNI juga berseliweran.

Massa begitu yakin, sejumlah orang yang berkegiatan di kantor itu sedang membangkitkan kembali PKI dan ajaran komunisme. Dasarnya, agenda seminar Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/66 yang akhirnya dibubarkan sehari sebelumnya.

Massa aksi datang dengan jumlah yang tak terduga. Pesan berantai dan ajakan agar publik mengepung kantor LBH sempat disebar melalui media sosial.

"Info. Aslm. Instruksi, semua laskar se-DKI wajib merapat kumpul di (Tugu) Proklamasi, ditunggu sekarang komandan, kita bubarkan acara PKI di LBH Jakarta,"
demikian bunyi unggahan di Facebook.


Beberapa orang menuding mereka yang ada di dalam kantor menyanyikan lagu Genjer-Genjer. Lagu itu kerap dikaitkan dengan peristiwa pembunuhan para jenderal di Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada 30 September 1965.
"Matiin saja! Dia berani matiin jenderal. Jenderal saja dimatiin, apalagi kita," kata seorang peserta aksi mengompori massa.
Malam itu, konsentrasi massa terbagi di tiga titik aksi.

Massa yang berada di gerbang utama mendesak masuk ke kantor LBH. Ada pula massa yang berorasi di gerbang depan Jalan Diponegoro. Sementara massa di persimpangan Jalan Mendut lebih banyak duduk menunggu situasi.


Amuk Massa, Genjer-Genjer dan Kebohongan Kebangkitan PKI
Seorang pewakilan ormas berorasi di tengah aksi pengepungan LBH Jakarta yang dihadiri ribuan orang. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Seorang berpeci putih berorasi di tengah massa yang berkumpul di depan gerbang utama. Dia menyebut aksi malam itu sebagai jalan jihad memerangi PKI dan mempertahankan NKRI.
"Andaikan kita mati hari ini, kita akan mati di jalan Allah. Kita siap mati syahid," serunya mengobarkan emosi melalui pengeras suara.

Sementara di persimpangan Jalan Mendut, kericuhan kecil terjadi beberapa kali. Seseorang sempat menjadi bulan-bulanan di tengah massa. Mereka mudah terprovokasi, apalagi saat ada peserta aksi yang menunjuk seseorang dan berteriak, "Itu PKI."

Di titik lain, kelompok aksi yang mengaku berasal dari Maluku justru mengancam akan membangkitkan separatisme. Mereka menyatakan akan memantik Republik Maluku Selatan (RMS) jika Polri dan TNI membekingi kegiatan kebangkitan PKI.

"Kalau hari ini aparat keamanan tidak membubarkan PKI, maka yakin dan percayalah, kami dari Maluku siap mengibarkan bendera RMS," kata orator disambut pekik takbir.


Amuk Massa, Genjer-Genjer dan Kebohongan Kebangkitan PKI
Massa mengepung kantor LBH Jakarta menuntut pembubaran kegiatan yang diduga membangkitkan kembali PKI. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Diperkirakan seribu orang lebih datang dari berbagai kelompok. Beberapa di antaranya massa Front Pembela Islam (FPI), Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI Polri (FKPPI), Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar), Forum Umat Islam, Badan Musyawarah Betawi, dan Pemuda Pancasila.

Identitasnya diketahui dari atribut yang mereka kenakan. Bahkan ada orator yang memperkenalkan diri dari perwakilan organisasinya.

Yel-yel berulang kali dipekikkan. "Ganyang PKI, Ganyang PKI sekarang juga," seru massa. 



Percaya TNI

Di tengah massa yang saling berteriak menghujat, aroma seperti bau minuman keras terendus keluar dari mulut mereka. Tak diketahui dari kelompok mana orang-orang itu.

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis menghampiri massa usai menemui sejumlah orang yang berada di dalam kantor LBH. Idham berusaha meredam situasi.

"Rekan-rekan sekalian, saya minta semuanya bisa memahami bahwa yang terjadi di dalam ruang LBH ini tidak ada kegiatan yang sifatnya seminar tentang PKI," kata Idham melalui pengeras suara.
Massa sontak tak percaya. Mereka kompak berteriak, "Bohong!"
Idham berusaha kembali menenangkan massa. 
"Saya selaku Kapolda memberikan jaminan kepada kalian. Kita masih bisa melakukan dengan cara komunikasi yang santun," katanya.
Namun reaksi massa justru sebaliknya. Mereka mendesak masuk ke kantor LBH.
"Saya mau minum darah PKI, Pak," pekik seseorang di tengah massa.
Kapolres Jakarta Pusat Komisaris Besar Suyudi Ario Seto juga berusaha menenangkan gejolak massa. Dia mengatakan telah berkomunikasi dengan LBH, bersama Komandan Kodim 0501/Jakarta Pusat Letnan Kolonel (Inf) Edwin Adrian Sumantha.

Suyudi menyampaikan, pihaknya perlu berhati-hati menyikapi persoalan ini. Dia menegaskan sebagai representasi penegak hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah Jakarta Pusat.
"Rekan-rekan harus percaya dengan saya dan Pak Dandim. Kegiatan yang dikatakan di media sosial bahwa ini PKI, itu tidak benar. Jangan sampai kita berhadap-hadapan," katanya.
"Saya minta semua menahan diri, mohon tenang. Siapa lagi yang dipercaya kalau seperti ini?" ujar Suyudi.
"TNI," jawab massa merespons dengan tegas. Pekikan "hidup TNI" kemudian memecah sambutan Suyudi.
Edwin pun angkat suara. Dia menyatakan hal yang sama, di kantor LBH tidak ada acara yang terindikasi aktivitas PKI.
"Kalau memang ada bukti, proses. Saya minta tenang, karena yang di dalam mau keluar tidak bisa. Biarkan mereka pulang," kata Edwin.
Seorang warga langsung menyambung pernyataan Edwin. Dia menyatakan, tidak ada sejarah 1965 yang perlu diluruskan. "Sejarah '65 adalah sejarah kelam," kata perempuan itu.

Seorang pria yang mengaku perwakilan Bamus Betawi meminta aparat yang masuk ke LBH bertanggung jawab jika ternyata orang-orang yang berkegiatan di kantor LBH terindikasi PKI.
"Malam ini kita bersama-sama berbaik sangka kepada Polri dan TNI," katanya.
Sementara perwakilan FPI sedikit memberi tekanan kepada aparat dalam orasinya. Dia meminta Kapolda menjamin tidak ada kegiatan PKI dalam waktu 24 jam ke depan.

Amuk Massa, Genjer-Genjer dan Kebohongan Kebangkitan PKI
Aparat keamanan berjaga-jaga di depan Gedung LBH Jakarta terkait dengan kericuhan pada Minggu malam. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

"Kalau masih ada, kami tidak akan bubar satu langkah pun," tegasnya.
Seorang peserta aksi melontarkan tuntutan agar polisi memproses hukum politikus PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning. Anggota Komisi IX DPR itu pernah menulis buku "Aku Bangga Jadi Anak PKI".
"Tolong usut yang namanya Ribka Tjiptaning," pekik seseorang.



Tak Terkendali

Situasi makin mencekam. Kecaman dan umpatan kian sering dilontarkan dengan gelap mata. "Gebuk, bantai, ganyang". Kata-kata itu ditujukan kepada orang-orang yang dituduh PKI. Pekik takbir juga kerap menggelora.

Lewat tengah malam, situasi menjadi tidak terkendali. Dari tengah massa, batu dilempar ke arah kantor LBH. Bunyi pecahan kaca terdengar dari kejauhan.


Massa aksi terprovokasi. Mereka saling dorong dengan aparat kepolisian yang memagari gang. Kericuhan pun pecah. 

Kedua pihak terlibat bentrok. Ada yang memukul dengan tongkat. Sementara yang lain melempar batu dan botol.

Mobil barracuda meluncur ke barisan depan. Water cannon pun disemprotkan ke arah demonstran. Sebagian massa masih bertahan.

Tembakan peringatan dilepaskan ke udara. Massa mulai kocar-kacir. Mereka berlarian ke arah Salemba dan Tugu Proklamasi. Sebagian kelompok bertahan di seberang Metropole XXI. Mereka sempat melantunkan selawat sambil ada yang membawa batu.


Sekitar pukul 2 dini hari, kericuhan terus menguat. Polisi berusaha membubarkan massa secara paksa. Hujan tembakan gas air mata mengarah ke kelompok massa yang bertahan di bawah jembatan rel kereta di Jalan Diponegoro.

Usai kerusuhan malam itu, sekitar pukul 3 pagi, sepanjang jalan depan Metropole hingga RS Cipto Mangunkusumo berubah kacau. Pecahan batu dan botol berserakan di mana-mana. Sedikitnya, empat pria digelandang polisi dini hari itu. Paginya polisi menyebut telah mengamankan 22 orang. 




Di jalan samping RSCM, sejumlah orang mulai memprovokasi kembali. Mereka melempari batu ke arah polisi di seberang sungai. 

Ketika mendapat perintah atasan, pasukan polisi melakukan serangan balik dengan membawa pentungan dan senjata. Selain mengejar kelompok massa, polisi juga merobohkan sepeda motor yang diparkir di sekitar lokasi.

Aksi penyerangan itu menutup kericuhan di malam awal pekan.

Saat ketegangan mulai mereda, para pegiat LBH Jakarta dan beberapa lansia korban Tragedi 1965 yang sempat terkepung akhirnya dievakuasi ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 

Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP) Bejo Untung yang berada di kantor LBH sejak sore mengatakan, acara hari itu hanya kegiatan kesenian untuk merespons tindakan aparat dan massa yang memblokade dan membubarkan kegiatan seminar sejarah pada Sabtu lalu.


Bejo tidak menyangka, selama ini Kantor LBH yang dianggap paling aman untuk berkumpul dan berdiskusi, tiba-tiba diserbu malam itu. Dia membantah ada lagu Genjer-Genjer yang dinyanyikan selama kegiatan.

"Tidak ada sama sekali, itu tidak benar. Tidak ada lagu Genjer-Genjer," kata Bedjo.
"Itu karena hoax yang kemudian ditelan (informasinya) begitu saja, sengaja untuk memprovokasi," tambahnya.
Peristiwa malam itu jadi bukti bahwa isu kebangkitan kembali PKI masih laku memantik amuk dan belum berakhir hingga hari ini.

Sumber: CNN Indonesia 

0 komentar:

Posting Komentar