Jumat, 29 September 2017

Menelusuri Riwayat Partai Komunis Indonesia di Kalsel

Jumat, 29 September 2017 15:35

Di Kalsel, Ketuanya Saja Masih Rajin Salat


TEMPAT DANSA: Ruang santai di dalam Mes L. Tampak disitu aada bekas kolam dengan atap terbuka dan sisa fisik taman.

Sebagai partai besar yang mengklaim dukungan jutaan rakyat, Partai Komunis Indonesia (PKI) memiliki cabang dan biro di beberapa provinsi. Khususnya daerah-daerah yang ada pemusatan ABRI. Kalsel salah satu di antaranya. Di Kalsel, Comite Daerah Besar (CDB) PKI memiliki sosok sentral Abu Amar Hanafiah, atau biasa dikenal Amar Hanafiah.
***
Amar Hanafiah sendiri adalah seorang guru agama asal Sumatera Barat yang mengajar ilmu agama di Kalsel. Dia menjadi Sekretaris CDB PKI Kalimantan Selatan. Meski hanya sebagai sekretaris, sosoknya yang aktif membuatnya menjadi tokoh sentral di organisasi PKI di Banua.
Terbukti Amar lah yang berpidato mewakili organisasi untuk memetakan kondisi di Banua pada Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7 hingga 14 September 1959 di Jakarta.
Dalam pidatonya, Amar mengatakan di Kalimantan Selatan masih ada sisa-sisa feodalisme baik dalam bentuk monopoli tanah oleh tuan tanah-tuan tanah serta perampasan atas tanah kaum tani dengan jalan sanda (menggadaikan tanah) dalam bentuk hutang-hutang.
"Di Kalimantan Selatan kurang lebih 80% dari penduduk adalah kaum tani, yang sebagian besar daripadanya adalah buruh tani dan tani miskin yang hidupnya melarat," lantangnya saat itu. Dia menyimpulkan di depan para petinggi komite sentral PKI bahwa di Kalsel kaum tani sangat rajin bekerja meski masih dilanda ketidakadilan.
Beberapa data dibeberkan Amar Hanafiah untuk mendukung argumennya. “Walaupun tanah kita subur, tetapi di negeri kita tidak cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan minimum rakyat. Rakyat hidup dalam keadaan setengah-kelaparan”.
Secara rinci. Amar juga menyorot tentang proyek mekanisasi mekanisasi di lapangan pertanian di Banua yang saat itu mendatangkan sebanyak 200 traktor. Dia menganggap rencana Pemerintah Daerah untuk perbaikan nasib kaum tani memang baik tetapi kenyataannya pelaksanaan rencana tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya.
Amar mengatakan kaum tani di Kalimantan Selatan seperti juga di daerah-daerah lain di Indonesia sudah berabad-abad dan turun-temurun berada di bawah penindasan feodal dan kelas-kelas pengisap lainnya, tetapi hanya disuruh sabar, karena "Oleh karena itu mereka harus bersyukur dan sabar menerima takdir tersebut sebab orang-orang yang bersyukur dan sabar menerima takdir akan mendapat balasan surga sesudah mereka mati," ucapnya. Ini suatu kenyataan yang dihadapi oleh Partai di Kalimantan Selatan," keluhnya.
CDB PKI Kalsel sendiri mulai melakukan propaganda dan kampanye untuk membangkitkan perlawanan kaum tani. Amar mengatakan kaum tani di Kalimantan Selatan di bawah pimpinan Partai telah melakukan aksi-aksi melawan, berupa aksi kaum tani melawan setoran paksa, perampasan tanah garapan, aksi menuntut bantuan berupa alat-alat pertanian, bibit, racun pembasmi hama, pupuk dan sebagainya.
"Di sebuah desa di Barabai 38 orang tani miskin telah membentuk suatu perkumpulan semacam Koperasi Produksi, yaitu menyewa sebidang tanah yang mereka garap secara gotong-royong.
Hasilnya mereka jual lalu uangnya mereka gunakan untuk menebus kembali sawah-sawah kaum tani anggota perkumpulan tersebut, yang selama ini tergadai kepada tuan tanah dan lintah darat.
Anggota-anggota perkumpulan yang tadinya mempunyai tanah garapan tersebut boleh mengambil kembali tanahnya dengan jalan menyicil kepada perkumpulan dalam jangka panjang. Ini suatu pengalaman yang baik yang akan dikembangkan.
Aksi-aksi kaum tani ini belumlah cukup, baru tingkat permulaan, tapi cukup memberi harapan," ucapnya yang optimistis PKI akan memberi jalan dan tugas untuk mewujudkan “lumpur sawah menyuburkan padi dan PKI, para petani bersatu, berjuang menyanyi dan menari”.
Meski demikian, Yusliani Noor, dosen sejarah lokal dan sejarah Indonesia dari FKIP Universitas Lambung Mangkurat mengatakan PKI di Kalsel sebenarnya tidak benar-benar kuat. "Tidak terlalu kuat. Ketuanya saja, Amar Hanafiah, masih rajin salat," ujarnya yang mengatakan jika masih rajin beribadah, artinya sang ketua PKI satu ini belum 'kaffah' pemahamannya terhadap ideologi Marxis tersebut.
Dus, hanya segelintir warga Banua yang tertarik dengan PKI. Mereka juga lebih terkenal gara-gara kiprah aksi gagalnya di Hulu Sungai Utara. Di Amuntai, anggota PKI sempat coba membunuh tokoh masyarakat setempat dengan racun.
Namun, aksi itu berhasil digagalkan, tak ada satu pun target mereka yang berhasil dibunuh. Pelakunya pun ditangkap aparat. Pemicunya, gesekan dengan tokoh-tokoh yang dianggap berseberangan dan mengganggu eksistensi PKI. Peristiwa ini terjadi sebelum 30 September 1965 dan tidak ada kaitannya dengan kudeta di Jakarta.
"Tapi, alasan utama mengapa PKI tak pernah kuat di sini karena sosok Panglima Kowanda Kolonel Hassan Basry," tegas Yusliani. Ketika PKI berdiri secara resmi di level nasional, Hassan malah menyatakan PKI sebagai partai terlarang di Kalsel.
Langkah membekukan PKI itu jelas tidak populer. Mengingat Presiden Soekarno punya hubungan baik dengan kaum kiri. "Makanya Pak Hassan termasuk tokoh yang tidak terlalu disukai presiden. Karena beliau terang-terangan tidak setuju dengan konsep Nasakom," pungkas Yusliani.
Saat Pemberontakan PKI pada 30 September 1965 meletus, Amar yang kemudian menjadi Ketua CDB PKI Kalimantan Selatan mendatangi Pangdam X / Lambung Mangkurat Brigjen Amir Machmud pada pagi tanggal 1 Oktober 1965. Dengan nekat, ia mendesak agar Pangdam mau menjadi anggota Dewan Revolusi. Akan tetapi Pangdam Lambung Mangkurat menolak dengan tegas.
Masyarakat Kalsel sendiri saat itu dilanda kebingungan karena kabar-kabar yang datang tidak begitu jelas. Amar Hanafiah sendiri menyatakan Gerakan 30 September didukung oleh tokoh-tokoh di Jakarta. Karena itu, Pangdam X / Lambung Mangkurat, jangan berani menolak keanggotaan Dewan Revolusi dan di Kalimantan Selatan harus segera dibentuk Dewan Revolusi.
Baru sorenya, pukul 15.00 waktu setempat, Brigjen Amir Machmud berkesimpulan bahwa Gerakan 30 September bukanlah persoalan intern TNI AD, melainkan adalah suatu kudeta.
Karena itu, dia menyiarkan melalui siaran radio lokal bahwa jajaran Kodam X / Lambung Mangkurat tetap taat dan mematuhi perintah Panglima Tertinggi Bung Karno dan tetap siaga di pos masing-masing untuk menunggu perintah selanjutnya dari pusat.
Pengumuman ini kemudian disusul instruksi Gubernur saat itu Letkol Inf. H. Aberani Sulaiman.
Nanti, pada tanggal 6 Oktober 1965, berbagai parpol dan ormas melakukan menuntut agar PKI dibubarkan. Pangdam Lambung Mangkurat Brigjen Amir Machmud dalam apel Garnizun mengatakan bahwa Gerakan 30 September dilakukan oleh PKI dan ormas-ormasnya.
Oleh sebab itu, G30S/ PKI harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Brigjen Amir yang juga Pepelrada (penguasa pelaksana peperangan daerah) mengeluarkan keputusan bahwa PKI dan ormas-ormasnya dinyatakan bubar di seluruh daerah tingkat I Kalimantan Selatan.
Sejarah berikutnya bisa ditebak, pemerintah dan ABRI kemudian menuntaskan aksi dan gerakan PKI di Kalsel. Amar Hanafiah kemudian diburu dan ditangkap serta dijebloskan di Penjara Teluk Dalam. Di tahun 80-an, kemudian Amar Hanafiah bersama 9 tokoh PKI di Kalsel dihukum mati. (fud/ay/ran)
Sumber: Kalsel Prokal 

0 komentar:

Posting Komentar