Senin, 25 September 2017

Film dan Sejarah

Oleh: Goenawan Mohamad

ilustrasi: gm
Tentu saja boleh, dan seharusnya bisa, menonton film "Pengkhianatan G30S". Tapi juga semestinya boleh dan tidak bisa dilarang menonton film versi lain tentang tahun-tahun kelam itu, termasuk "The Act of Killing" dan "The Look of Silence".
Menggerakkan orang menonton yang satu dan melarang menonton yang lain menunjukkan ketakutan mengetahui hal yang berbeda. Atau niat menutup-nutupi sesuatu di masa lalu.
Film "Pengkhianatan G30S" adalah film sejarah. Ceritanya berdasarkan suatu peristiwa di masa lalu, tapi orang-orang yang muncul di layar adalah aktor. Film seperti "Act of Killing" lebih bersifat dokumenter: yang tampil dan bicara adalah orang yang ada atau memang bertindak dalam peristiwa.
Film sejarah tak bisa dikatakan fiktif -- tapi tak bisa juga dikatakan "obyektif" dan membawakan "kebenaran".
Apalagi jika bertujuan propaganda. Bahkan tanpa bermaksud propaganda sekalipun, film sejarah -- sebagaimana halnya buku sejarah -- tak mungkin mengungkapkan secara lengkap kejadian masa lalu. Selalu ada "angle", atau sudut, yang dipilih untuk diutamakan. Selalu bersifat penafsiran.
Demikian juga halnya film dokumenter. Dalam film "The Act of Killing" dan "The Look of Silence" sutradara/produser juga mengutamakan tafsir yang dia pilih, dan tak membuka tafsir yang lain.
Di samping itu, tak mudah memastikan apakah orang yang bercerita dan direkam dalam "The Act of Killing" bicara jujur atau sedang membual agar membuat ceritanya menarik dan dirinya penting, dan apakah urutan kejadian dalam film itu dikonstruksi sutradara atau memang demikian dalam kenyataan.
Dalam film "The Look of Silence" kita tidak diberi tahu apa yang mendorong si pembunuh melakukan tindakan begitu bengis: disuruh, karena dia sadis, atau karena penuh dendam dan kebencian. Kalau disuruh, siapa yang menyuruh? Kalau sadis, apakah ini pola perilakunya? Kalau kebencian, mengapa? Bahkan kita tak tahu profil korban secara utuh.
Tak berarti film-film itu haram ditonton. Sebab yang penting adalah tumbuhnya daya kritis dan tak adanya monopoli kebenaran. Di hari-hari ini, ketika banyak suara yang hendak mendesakkan kebenaran secara mutlak, daya kritis itu sangat dibutuhkan.
Sejarah -- ketika terjadi dan ketika diceritakan kembali -- adalah sebuah percakapan panjang dalam hidup. Selalu ada pertanyaan dan usaha mencari jawab. Akan lebih bermanfaat jika tidak ada ketakutan, dan jika ada kerendahan-hati.

0 komentar:

Posting Komentar