Kamis, 26 April 2018

26 April 1933 | Gestapo Hadir untuk Menghabisi Musuh-Musuh Hitler

Oleh: Petrik Matanasi - 26 April 2018


Ilustrasi dua personel Gestapo. tirto.id/Gery


Langkah klandestin. Anjing-anjing bergerak menjaga rezim.

Rudolf Diels muda punya codet hasil duel anggar seperti halnya Otto Skorzeny—jagoan andalan Adolf Hitler untuk operasi khusus. Di zaman itu, codet hasil pertarungan anggar jadi simbol kejantanan anak muda, bahkan anak muda yang pernah makan bangku kuliah. 

Diels mendapatkan codet itu waktu kuliah. Laki-laki kelahiran 16 Desember 1900 di Taunus ini, menurut catatan Robert S Wistrich dalam Who's Who in Nazi Germany(2013: 38), pernah kuliah hukum di Universitas Marburg setelah 1919, selepas ia merampungkan dinas militernya dalam Perang Dunia I. Reputasinya semasa muda adalah tukang pesta, peminum, dan penggoda wanita.

Anak petani ini masuk Kementerian Dalam Negeri Prusia pada 1930 dan termasuk orang yang benci pada komunis. Dua tahun di Kementerian Dalam Negeri, dia ditempatkan di seksi kepolisian. Diels yang lulusan hukum cocok dengan bidang itu. 

Semula, Carl Severing adalah atasan Diels. Tak lama kemudian, Savering digantikan Hermann Göring. Orang ini adalah bekas perwira Angkatan Udara yang jadi sosok penting di partai fasis Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NAZI) pimpinan Adolf Hitler. Awal 1933, setelah Adolf Hitler jadi kanselir, Hermann Göring berusaha membentuk satuan polisi rahasia.
“Göring menemukan Rudolf Diels, polisi muda dan ambisius, dan menempatkannya ke Departemen IA kepolisian Prusia. Diels mengambil hati Göring, dan kerap memberinya informasi rahasia soal lawan politik,” tulis Robert Gellately dalam The Gestapo and German Society: Enforcing Racial Policy, 1933-1945 (1990: 29).
Setidaknya, sejak akhir Januari 1933, dimulailah pencarian secara sistematis terhadap para fungsionaris partai komunis. Dalam Kepolisian Berlin, Diels memang membuat departemen khusus untuk melawan komunisme. Akhirnya, demi melancarkan pekerjaannya, pada 26 April 1933, tepat hari ini 85 tahun lalu, satu organisasi baru dibentuk. Sebuah polisi negara yang bersifat rahasia alias Die Geheime Staatspolizei—yang disingkat Gestapo. 

Diels menjadi kepala pertama dari polisi rahasia legendaris ini untuk sementara waktu. Setelahnya, dia tak begitu populer di NAZI, meski menikahi sepupu Göring, Hildegard Mannesmann.
“Tugas utamanya adalah untuk menghilangkan lawan politik kelompok Sosialisme-Nasional (NAZI) dan Hitler,” seperti dituduhkan Hermann Göring dalam Pengadilan Nurenberg (Lihat: Trial of the Major War Criminals Before the International Military Tribunal, Nuremberg, 14 November 1945-1 October 1946: Proceedings, 1947: 178). 
Betapa besar jasa Gestapo dalam konsolidasi kekuasaan Hitler dan NAZI di Jerman.

Alat Merepresi Lawan Politik


Masih menurut Robert Gellately, “Sebuah undang-undang 30 November 1933 membebaskan Gestapo dari yurisdiksi Menteri Dalam Negeri Prusia.” Setelah itu, Gestapo kian membesar. Dalam perkembangannya, menurut Pengadilan Nurenberg terhadap Göring, Gestapo berhubungan erat dengan satuan intelijen milik angkatan darat kedua Jerman, Schutzstaffel (SS), bernama Der Sicherheitsdien'st des Reichs-fuhrer SS (SD). Gestapo dan SD pertama kali dihubungkan bersama pada 26 Juni 1936.

Setelah ditunjuk menjadi Kepala Polisi Jerman, Heinrich Himmler, dengan dibantu Göring, telah menempatkan Gestapo bersama Kepolisian Kriminal alias Kriminalpolizei (Kripo) sebagai polisi keamanan bersama juga SD di bawah Reinhard Heydrich. 

Masih menurut Pengadilan Nurenberg, kejahatan Gestapo adalah represi terhadap setiap oposisi politik rezim NAZI—suatu fungsi yang dilakukan dengan bantuan SD. Gestapo juga terkait dengan kamp konsentrasi, meski institusi ini tak punya kendali administratif atasnya. Gestapo lebih berurusan dengan pemenjaraan tahanan politik dan punya wewenang menginterogasi tahanan di kamp.

Sebagai polisi keamanan negara, Gestapo berusaha menangkal jaringan mata-mata atau orang yang dianggap berbahaya bagi negara. Menurut catatan Jacques Delarue dalam The Gestapo: A History of Horror (2008: 92), Gestapo sudah biasa memasang mikrofon dan alat perekam di rumah-rumah yang dicurigai. 
“Tak ada yang aman dari praktik seperti ini. Di tahun 1934, Dr Schacht terkejut dan merasa tidak nyaman setelah menemukan mikrofon di ruang menggambarnya,” tulis Jacques Delarue. 
Semuanya tentu dilakukan atas nama negara, karena negara boleh mencurigai siapa saja.
INFOGRAFIK MOZAIK GESTAPO

Gestapo dan Indonesia

Meski tak pernah merasakan kejamnya Gestapo, Sukarno yang anti-fasisme, dalam kumpulan tulisannya yang diterbitkan di buku Indonesia vs Fasisme (2000) menyebut, “Pekerjaan Gestapo yang terutama ialah buat menghalangi peperangan yang timbul dari dalam itu, dan kita semuanya telah mengetahui; Gestapo tidak lunak-lunakan di dalam pekerjaannya ini. Penjara, concentratie-kamp, drel-drelan, pembuangan, pembunuhan semuanya dipakainya untuk mencegah bangkitnya hantu perlawanan massa” (hlm. 70).

Gestapo tak hanya beraksi di Jerman, tapi juga di wilayah pendudukan Jerman di Eropa dalam Perang Dunia II. Termasuk ke negeri Belanda. Orang Indonesia yang berurusan dengan Gestapo tentu saja mereka yang terjebak dalam Perang Eropa alias Perang Dunia II di sekitar Belanda. 

Parlindoengan Loebis dan kawan-kawan yang sosialis tentu sasaran yang harus dihajar Gestapo. Di masa pendudukan Jerman di Belanda, kaum sosialis adalah musuh. Parlindoengan sendiri tentu tahu di mana kantor Gestapo berada. Ketika dia dibawa beberapa polisi, dia bertanya kemana dia akan dibawa.
“Mendengar Euterpestraat ini aku sudah tahu bahwa aku akan dibawa ke kantor Gestapo Jerman,” aku Parlindoengan Loebis seperti ditulis dalam autobiografinya, Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi NAZI (2006:4). 
Firasat tak baik tentu terbersit dalam benak mantan Ketua Perhimpunan Indonesia ini. Jadilah Parlindoengan sebagai orang Indonesia yang menderita di kamp kebanggaan kaum fasis, kamp konsentrasi, di Eropa.
Korban Gestapo yang punya kaitan dengan Indonesia adalah Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Dia dianggap sebagai orang yang membawa dan mengembangkan ajaran sosialisme ke Indonesia. Alimin, Semaun, juga Darsono—yang belakangan membangun Partai Komunis Indonesia—adalah kader-kadernya. 

Bernard Hubertus Maria Vlekke dalam Nusantara: A History of Indonesia (1959: 439) menyebut, “pada musim gugur 1942 [Sneevliet] dieksekusi Gestapo.”
Istilah "Gestapo" kemudian menjadi sangat terkenal di Indonesia sejak 1965. Namanya dikenang dalam sebutan sebuah peristiwa pembunuhan para jenderal pada 30 September 1965: Gestapu. 
Menurut Ben Anderson dan Ruth McVey dalam A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia (1971: 60), pada 7 Oktober 1965, "Angkatan Darat menemukan master slogan dengan mencap kelompok kudeta (Letnan Kolonel Untung dan kawan-kawan) sebagai Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh)."
Sementara itu, menurut Daniel Dhakidae dalam Cendikiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru (2003: 225), "penggunaan homonim yang ahistoris itu—Gestapo sebagai alat penguasa fasisme Hitler, sedangkan Gestapu dalam perkembangannya lebih menunjukkan korban—tetap menjadi suatu strategi politik yang terbukti jitu.” 

Kekejaman Gestapo pun sukses dilekatkan kepada Untung dan kawan-kawan beserta PKI lewat istilah Gestapu.

Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan

Sumber: Tirto.Id 

0 komentar:

Posting Komentar