Rabu, 18 April 2018

Otak Dibalik Kematian JFK dan Lengsernya Bung Karno




Pada tahun 1936, Jean Jaques Dozy, seorang geolog asal Belanda menemukan “harta karun” luar biasa di wilayah Ertsber dan Grasberg di Papua. Di sana dia menemukan gunung yang berisi emas dan tembaga.
Keberadaan “harta karun” ini yang kelak menjadi rebutan para “elit dunia”. Bung Karno ingin kekayaan alam di negerinya tak dimonoli asing. Dia memang sangat anti terhadap segala bentuk kolonialisme.
Dia tak mau Indonesia dijajah untuk kesekian kalinya. Sekali merdeka, tetap merdeka! Begitu prinsip Bung Karno dalam memimpin negerinya. Dalam usaha memajukan negara yang dipimpinnya, dia sempat menjalin kerja sama dengan John Fitzgerald Kennedy (JFK) selaku presiden Amerika Serikat yang ke-35.
Usaha yang dijalankan Bung Karno berhasil. Dia bisa menjalin hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat yang berada di bawah kendali JFK. Bahkan, mereka memang dikenal akrab dan sempat menjalin persahabatan yang erat.
Kennedy berpikir progresif. Ketika aku membicarakan masalah bantuan kami, dia mengerti. Dia setuju. Seandainya Presiden Kennedy masih hidup, tentu kedua negara tak akan berseberangan sejauh ini,” kata Bung Karno dalam otobiografinya, Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat (1966).
Dalam buku itu, dia bercerita bahwa persahabatan mereka tak hanya personal. Tetapi juga melibatkan hubungan diplomatik kedua negara yang sama-sama sedang mereka kendalikan. Saat berada di tangan Bung Karno, Indonesia berhubungan baik dengan Amerika Serikat di bawah JFK.
Soal kekayaan alam di Papua, JFK pernah mendengarnya. Namun dia sendiri tak sempat berkunjung langsung. Karena dia baru mendapatkan undangan dari Soekarno pada tahun 1963. Sebelum memenuhi undangan itu dia meninggal secara mengenaskan pada akhir tahun.
Jumat, 22 November 1963, JFK ditembak mati di Dallas, Texas pada pukul 12:30 Waktu Standar Tengah (WST) saat menghadiri kunjungan politik. Peluru menancap di tenggorokan, punggung atas dan bagian kepalanya.
Kemudian hari orang yang dituding sebagai pembunuhnya—hingga saat ini—adalah Lee Harvey Oswald. Kabarnya, dia melakukan aksi itu dari lantai enam gedung Texas School Book Depository. Namun dua setelah aksi tersebut, dia sendiri meninggal. Ada yang bilang dia dibunuh oleh salah seorang pemilik klub malam dan ada yang bilang, bunuh diri.
Karena peristiwa itu, harapan Bung Karno menjadi pupus. JFK, kawannya itu tak lagi bisa diharap untuk datang mengunjungi negerinya. Bung Karno benar-benar kehilangan saat itu. Dia bukan hanya kehilangan sahabat tapi juga patner politik.
Sejak kematian JFK, hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat kian hari memburuk. Iklim politik kedua negara tersebut benar-benar berubah. Dua tahun setelah kematian kawannya itu, 1965—paska peristiwa G30S meletus—pelan-pelan taring kekuasaan Bung Karno melemah dan berakhir lengser.
Ternyata, di balik peristiwa ini—yakni kematian JFK dan lengsernya Bung Karno—terdapat seorang agen yang berperan penting. Dia menjadi otak di balik kejadian yang dapat mengubah wajah politik kedua negara itu.
Siapakah orang itu?
Dalam bukunya, The Incubus of Intervention Conflicting Indonesia Strategies of John F. Kennedy and Allen Dulles, Greg Poulgrain menyebut satu nama. Berdasarkan hasil risetnya yang dilakukan selama 30 tahun itu, Greg menyimpulkan bahwa Allen Dulles ‘lah si “otak” itu.
Dia adalah eks CIA. Dia melakukan itu semua karena ingin menguasai “harta karun” yang berada di Papua itu. Dia dikenal akrab dengan seorang pengusaha besar minyak Amerika Serikat, Rockefeller yang juga punya misi sama: eksploitasi “harta karun” Papua!
Namun untuk melancarkan misi tersebut, dia harus menghadapi dua tantangan besar. Pertama, JFK di pihak Amerika Serikat yang telah menjalin hubungan baik dengan Bung Karno, bahkan hendak memberikan bantuan kepada Indonesia sebesar 11 juta Dolar AS dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia. Dan kedua, Bung Karno dari Indonesia sebagai penguasa lahan yang kebijakan-kebijakannya selalu dikenal national centred dan anti-colonialism.
Untuk dapat memuluskan rencana, tentu kedua orang itu harus dihabisi terlebih dahulu. Dan, Allen—berdasarkan hasil risetnya Greg—betul-betul melakukannya. Kematian JFK dan lengsernya Bung Karno menjadi awal langkahnya menguasai “harta karun” di Papua itu. Tak heran kalau sampai sekarang “gunung emas” itu dikuasai oleh perusahaan asing, Freeport.
Sumber: SejarahRI 

0 komentar:

Posting Komentar