Kamis, 19 April 2018

Peneliti Australia Buktikan Keterlibatan Militer dalam Pembunuhan Massal 1965

Oleh Farid M.Ibrahim - 19 April 2018 at 11:08 am

Peneliti Australia Dr. Jess Melvin [Foto-istimewa]

Peneliti Australia Dr Jess Melvin berpendapat pembunuhan massal 1965-1966 di Indonesia bukanlah hasil aksi spontan rakyat yang marah terhadap PKI. Narasi resmi versi Pemerintah RI seperti itu justru didukung oleh pemerintah negara-negara Barat waktu itu, termasuk Australia.

Dr Jess Melvin meneliti pembunuhan orang yang dituduh anggota dan simpatisan PKI di Aceh hampir 10 tahun, dan menyelesaikan PhD-nya di Melbourne University pada tahun 2015.

Hasil penelitiannya diterbitkan menjadi buku berjudul "The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder" yang diluncurkan di Centre for Indonesian Law, Islam and Society, Rabu (18/4/2018) malam, seperti dilaporkan wartawan ABC Australia Farid M. Ibrahim.

Berbeda dengan peneliti lainnya dengan topik pembunuhan massal 1965, Dr Melvin berhasil menemukan hampir 3000 halaman arsip militer di Aceh.

Peneliti yang kini menjadi Postdoctoral Fellow di Sydney University menjelaskan, pembunuhan massal tersebut dilakukan tersentralisasi secara nasional oleh pihak militer yang waktu itu di bawah kendali Soeharto.
"Suharto mengendalikan semua komando militer yang menjalankan aksi yang mereka sebut penumpasan PKI, yang dituduh sebagai dalang Gerakan 30 September," katanya.
Dr Melvin menguraikan Suharto saat itu memimpin Kostrad dan menjadi Wakil Panglima KOTI. Setelah mengambil-alih pimpinan Angkatan Darat, otomatis Suharto juga membawahi Kodam-Kodam dan RPKAD (kini Kopassus) yang waktu itu dipimpin Sarwo Edhi Wibowo.

Dalam pemaparannya, Dr Melvin menjelaskan aksi penumpasan PKI tersebut dilakukan oleh Kostrad di Jakarta, RPKAD di Jateng, Jatim dan kemudian Bali, KOTI di Kalimantan serta Kodam dan KOTI di Sumatera.

Skema penumpasan PKI oleh berbagai komando militer yang dikendalikan Suharto seperti diuraikan Dr Jess Melvin. (Foto: ABC Australia/Farid M. Ibrahim)

Penelitian Dr Melvin menganalisa arsip militer yang di antaranya berisikan uraian pembunuhan secara terperinci. Inilah yang membedakannya dengan seluruh penelitian 1965 terdahulu

Rantai komando

Arsip tersebut di antaranya menunjukkan rantai komando dari Suharto kepada pimpinan militer di Sumatra Jenderal Mokoginta sampai ke pimpinan militer di Aceh.

Rantai komando itu kemudian diteruskan ke tingkat kabupaten dan seterusnya ke bawah.

Arsip yang ditelitinya di antaranya menunjukkan adanya rapat-rapat untuk melakukan aksi penumpasan, yang melibatkan pimpinan militer dan kalangan sipil.

Arsip itu juga menyebutkan jumlah yang dibunuh sebanyak 1.941 orang disertai lokasi penguburannya.
"Ada juga arsip surat pembentukan Front Pembela Pancasila dan catatan pembagian senjata kepada warga sipil," ungkapnya.
Meskipun kasus studinya di Aceh, namun dia menemukan adanya pola-pola serupa yang terjadi di daerah lainnya.

Bagaimana Dr Melvin mendapatkan arsip militer tersebut?

Sutradara Joshua Oppenheimer pembuat film The Act of Killing dan The Look of Silence mengomentari buku ini dan menyatakan, Dr Melvin mengambil langkah sangat fatal namun menentukan dalam sejarah penelitian yang dilakukan orang asing mengenai topik ini.
"Dia datang ke bagian arsip militer dan menanyakan arsip-arsip mereka," katanya.
Langkah tersebut, bagi Dr Melvin sendiri, masih terngiang dengan jelas. 
"Saya ingat betapa gugupnya saya waktu itu," katanya.
Dalam diskusi salah satu penanya mengemukakan, apakah dia tidak khawatir pengungkapan hasil risetnya ini justru akan membuat institusi militer di Indonesia jadinya akan menutup diri dan tak lagi mau memberikan akses kepada arsip-arsip mereka.

Menurut Dr Melvin, hasil penelitian ini justru harus disampaikan sehingga semuanya menjadi jelas.

Dalam wawancara dengan ABC beberapa waktu lalu, Dr Melvin mengatakan sebenarnya Komnas HAM telah mengumpulkan bukti-bukti adanya genosida di tahun 1965 tersebut.
"Mereka menghasilkan laporan 800 halaman mengenai apa yang terjadi, penuturan saksi korban serta arsip-arsip resmi dari era tersebut, namun laporan ini tidak dipublikasikan," katanya.
Dr Jess Melvin juga berencana untuk menerbitkan terjemahan bukunya itu dalam Bahasa Indonesia. Bukunya dalam Bahasa Inggris diterbitkan dan dijual oleh Routledge.


0 komentar:

Posting Komentar