Kamis, 21 Juli 2016

Genosida

Kamis, 21/07/2016 10:00 WIB
Oleh: KBR 

Suasana pembacaan putusan IPT 1965. 

Indonesia mencatatkan sejarah baru; terjadi genosida pada peristiwa berdarah 1965-1966! Catatan itu muncul kemarin, setelah Ketua Hakim Sidang Rakyat 1965 Den Haag, Zakeria Yacoob mengumumkan hasil keputusannya lewat video yang diunggah ke situs YouTube.

Sesungguhnya, genosida tak masuk dalam dakwaan jaksa penuntut. Jaksa penuntut yang dipimpinan Todung Mulya Lubis, kala itu, hanya mengajukan sembilan dakwaan; pembunuhan massal, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda, dan keterlibatan negara lain. Tapi belakangan rupanya, dua peneliti dari Buenos Aires, Argentina, yang mengajukan petisi. Isinya, meminta hakim mempertimbangkan kasus 1965-1966 sebagai bagian dari genosida.

Meski terjadi perdebatan antar-peneliti mengenai arti genosida, akhirnya majelis hakim mengabulkannya. Para korban genosida yang disebut hakim sebagai ‘grup nasional Indonsia’ itu adalah anggota, simpatisan PKI, dan banyak orang lain termasuk loyalis Sukarno, aktivis buruh, serta guru.

Dan keputusan Sidang Rakyat tersebut sesungguhnya mengamini kesakitan para korban dan penyintas yang selama ini dianggap tak ada dan, kalau pun dianggap ada, tak dibolehkan bersuara oleh negara.

Sekarang, bola ada di tangan Presiden Joko Widodo; memalingkan muka atau menghadapi dengan membuka peristiwa keji itu, menuntaskan secara hukum, juga menyatakan maaf kepada para korban. Karena langkah awal sudah dimulai dengan menggelar Simposium Nasional, maka tak perlu takut dan ragu untuk mengakhirinya dengan adil.

Sekali Indonesia dicatat sebagai negara yang berlumuran darah di mata internasional, maka tak akan bisa dihapus kecuali berbesar hati menyelesaikannya.
 
http://kbr.id/opini/editorial/07-2016/genosida/83299.html

0 komentar:

Posting Komentar