Minggu, 03 Juni 2018

Kolonel Masturi dan Kisah Pembersihan Sisa-Sisa PKI

Minggu, 3 Juni 2018 - 05:00 WIB
Reportase: Adi Haryanto B 

Inilah Jalan Kolonel Masturi di Alun-alun Kota Cimahi yang membentang hingga pertigaan Betrix Lembang, Kabupaten Bandung Barat, dan menjadi salah satu nama jalan yang diabadikan dari nama Bupati Kabupaten Bandung. Foto/SINDOnews/Adi Haryanto

Bagi yang sudah singgah dan wira-wiri ke Bandung khususnya Bandung Utara, Lembang, pasti pernah melihat atau mendengar nama Jalan Kolonel Masturi (Kolmas). Jalan ini merupakan akses jalur strategis yang membentang dari Kota Cimahi hingga Kabupaten Bandung Barat (KBB) dengan panjang mencapai 21,4 kilometer (km).

Lantas siapakah Kolonel Masturi sehingga namanya abadi menjadi nama salah satu jalan terpanjang yang ada di Kota Cimahi dan KBB? Tentunya bukanlah sosok sembarangan jika pada akhirnya nama Kolonel Masturi bisa sejajar dengan nama-nama pahlawan nasional semisal Jenderal Sudirman, Teuku Umar, RE Martadinata, Dewi Sartika, atau Gatot Subroto yang juga diabadikan menjadi nama jalan.

Berdasarkan penelusuran sejarah menyebutkan, Kolonel Masturi tidak bisa dipisahkan dari keberadaan wilayah Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan KBB. Kenapa? Ini dikarenakan Kawasan Bandung Utara yang membentang dari Cimahi hingga ke KBB dahulu merupakan daerah yang masuk wilayah administratif Kabupaten Bandung. Kota Cimahi dimekarkan pada 21 Juni tahun 2001 oleh Presiden Abdurahman Wahid dan KBB menyusul menjadi daerah otonomi baru pada 19 Juni 2007 di masa kepemimpinan Presiden SBY.

Catatan mengenai sepak terjang Kolonel Masturi juga tertata rapi dalam situs resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. Berdasarkan catatan kearsipan ternyata Kolonel Masturi pernah menjabat sebagai Bupati Bandung pada 27 Februari 1967, menggantikan R. Memed Ardiwilaga, pascatragedi peristiwa G 30 S/PKI. Saat diangkat menjadi Bupati Bandung yang ke-10, Masturi masih berpangkat mayor dan merupakan Bupati Bandung kedua yang berasal dari kalangan TNI.

Meski jabatan bupati yang diembannya tidak terlalu panjang, yakni hanya 2 tahun 4 bulan dari 1967-1969, banyak prestasi yang telah ditorehkannya. Salah satunya adalah pembersihan dan penangkapan beberapa simpatisan yang berusaha untuk mengembalikan kekuatan PKI di Kecamatan Pangalengan. Mereka bergerak di sekitar Perkebunan Srikandi dengan pusatnya di Gunung Kencana.

Berkat peran Bupati Mayor Masturi yang bekerja sama dengan ABRI dan rakyat, sisa-sisa pendukung PKI itu dapat ditangkap. Mereka berjumlah 27 orang dan terdiri atas warga negara keturunan China yang menamakan kelompoknya sebagai Tentara Pembebas Republik Indonesia (TPRI). Dari gerombolan itu berhasil diamankan 21 granat baja, 300 lencana, gambar-gambar Mao Tse Tung, serta sejumlah dokumen terkait dengan PKI.

Kiprah Masturi berakhir pada pada Jumat 4 Juli 1969 setelah dipanggil menghadap Sang Pencipta untuk selama-lamanya. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terutama dalam pencegahan munculnya kembali sisa-sisa G 30 S/PKI, mewujudkan situasi dan kondisi yang cocok untuk memenuhi pembangunan, serta menyusun Repelita Kabupaten Bandung, DPRD Gotong Royong Kabupaten Bandung memutuskan untuk memberi gelar "Pahlawan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung" bagi Kolonel Anumerta Masturi.

Kini namanya juga abadi sebagai nama jalan yang sangat masyhur di wilayah Kota Cimahi dan KBB. Dari beberapa putra-putri yang dimilikinya, ada satu nama yang menyusul kiprahnya sebagai seorang kepala daerah. Yakni Atty Suharti yang merupakan istri dari Wali Kota Cimahi Itoc Tochija dua periode yang kemudian digantikan oleh Atty Suharti Tochija. Namun sayang karier politiknya tidak berakhir mulus setelah pada massa pencalonan periode kedua pada 2017 lalu Atty dan suaminya Itoc tersandung masalah hukum di KPK.

Salah seorang pelaku sejarah yang pernah merasakan masa kepemimpinan Kolonel Masturi adalah politisi senior Aa Sunarya Erawan (70), yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD KBB dari Fraksi Partai Golkar. Pria lulusan SGA (sekolah guru) tahun 1964 ini menilai sosok Kolonel Masturi sebagai orang yang sangat berwibawa, disiplin, bijak, tegas, dan visioner.

Dia masih ingat ketika orang tuanya dilantik menjadi Kepala Desa Ciledug pada tahun 1967, Bupati Masturi datang. Pada saat itu juga diusulkan perubahan nama Desa Ciledug menjadi Sukatani. Namun dengan masukan dan pandangan yang jauh ke depan, akhirnya pemberian nama Sukatani diganti menjadi Tanimulya.


"Waktu itu yang diucapkannya adalah tani (bertani) itu tidak harus selalu suka tapi tani juga harus mulya. Sehingga akhirnya Bupati Masturi mecetuskan nama desa menjadi Tanimulya," tuturnya.
Menurutnya, atas dedikasi dan sumbangsih pemikiran dan tenaganya selama ini memang sangat layak dan sudah semestinya nama Kolonel Masturi diabadikan menjadi nama jalan. Hal itu sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya yang telah dilakukan dalam membangun khususnya Kabupaten Bandung sebagai daerah induk yang menjadi cikal bakal lahirnya Kota Cimahi dan KBB. 
"Wajarlah penghargaan itu (jadi nama jalan). Toh saya yakin bagi warga Jawa Barat khususnya di Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan KBB, Kolonel Masturi adalah pahlawan yang sejajar dengan tokoh-tokoh nasional lainnya," kata pria yang akrab disapa Apih ini.
Lebih jauh, kata Mantan Camat Ngamprah, KBB ini, sepengetahuannya ada beberapa nama tokoh sejarah yang dijadikan nama jalan di Kota Cimahi selain Jalan Kolonel Masturi. Yakni Jalan Jenderal Amir Machmud, Daeng Muhammad Ardiwinata, MK Wiganda Sasmita, Dra Djulaeha Karmita, Raden Embang Artawidjaya, KH Usman Domiri, HMS Mintaredja, Rd Demang Hardjakusumah, Encep Kartawiria dan OR Mahar Martanegara.

Sementara menurut Agus Sudrajat Sahir (50), warga Jalan Kolonel Masturi, Cimahi, semasa dirinya masih kecil sering beberapa kali diajak oleh orang tuanya yang merupakan seorang tentara untuk datang acara-acara yang dihadiri oleh Bupati Masturi. Salah satu tempat yang sering dijadikan bale pertemuan adalah pendopo di Alun-alun Kota Cimahi yang kini menjadi Kantor DPRD Kota Cimahi. 
"Waktu kecil saya sering diajak oleh orang tua kumpul-kumpul di pendopo. Karena saat itu pendopo merupakan tempat pertemuan bupati atau wedana," kenangnya.
Alhasil atas penghargaan dijadikan nama jalan, kini setelah puluhan tahun sejak kepergiannya nama Kolonel Masturi masih terus dikenang dan terasa dekat dengan masyarakat di Kota Cimahi dan KBB.

Bagi pihak keluarga besarnya, tentu ini menjadi sebuah kebanggaan karena perjuangan orang tuanya mendapatkan apresiasi positif dari pemerintah. Sementara bagi generasi muda, contoh perjuangan Kolonel Masturi harus menjadi inspirasi, ibarat peribahasa "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama" 
(zik)

Sumber: SindoNews 

0 komentar:

Posting Komentar