Mei 3, 2014
Mantan Kepala Staf Kostrad Kivlan Zen Mengaku Tahu Dimana Aktivis 1997/1998 Yang Selama Ini Hilang Telah Dibantai
Penculikan aktivis 1997/1998 adalah
peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para
aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum
(Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
tahun 1998.
Peristiwa penculikan ini dipastikan
berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua
bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang
diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali.
Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman
mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama
dan ketiga muncul.
Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah
dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan
meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13
lainnya masih hilang hingga hari ini.
Mantan Kakostrad Kivlan Zen Mengaku Tahu Dimana Aktivis 1998 Dibantai
Entah untuk pencitraan atau ‘cari muka’,
tiba-tiba di tengah hiruk pikuk pencapresan 2014, kasus penghilangan
paksa 13 aktivis pada 1998 kembali mencuat. Pemicunya adalah ucapan
Mayor Jendral (Purn) Kivlan Zen di acara Debat tvOne pada Senin (28/4/2014) malam.
Mantan Kepala Staf Kostrad yang selama
ini cuma diam saja pada saat rakyat mau menggunakan hak pilihnya pada
Pemilu 2014 itu, tiba-tiba mengaku tahu di mana 13 aktivis itu
‘dihilangkan’.
Untuk diketahui, Kivlan menjabat sebagai Kakostrad pada 1998 atau saat Pangkostrad dijabat Letjen Prabowo Subianto .
“Yang menculik dan yang hilang, tempatnya saya tahu di mana, ditembak, dibuang,” kata Kivlan dalam debat yang dipandu pembawa acara Alfito Deannova.
Bahkan, Kivlan mengatakan, jika nanti
disusun sebuah panitia untuk menyelidiki lagi kasus penghilangan 13
aktivis itu, dia bersedia bersaksi.
“Kalau nanti disusun suatu panitia, saya
akan berbicara ke mana ke-13 orang itu hilangnya, dan di mana
dibuangnya,” ujar Kivlan dengan nada berapi-api.
Kivlan Zen, sedang berbicara dalam acara debat di tv swasta nasional, tvOne.
Dalam acara debat itu, Kivlan diposisikan
sebagai pembela Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus yang dituding
bertanggung jawab atas penghilangan paksa tersebut. Di kubu Prabowo, ada
juga Wakil Ketua Umum Partai Gerinda Fadli Zon.
Sedangkan di kubu lain ada Al Araf dari
Imparsial dan Alvon Kurnia dari YLBHI. Bersama sejumlah LSM, dua lembaga
itu adalah yang menyatakan menolak capres pelanggar HAM. Dalam
penolakannya, mereka dengan tegas menyebut nama Prabowo Subianto ,
capres Partai Gerindra.
Operasi Sampingan dan “Double Agent”
Sebelum mengucapkan tahu di mana para
aktifis 1998 itu termasuk Wiji Thukul (yang juga seorang penyair) dan
kawan-kawannya dihilangkan, Kivlan membela bahwa Prabowo tidak terlibat
kasus penculikan 13 orang, sebagaimana disebut para aktivis LSM.
Dia menyebut Prabowo hanya melakukan
tindakan ‘pengamanan’ terhadap 9 aktivis yang lain dan kini mereka sudah
kembali. Beberapa diketahui sudah bergabung ke partainya, Gerindra.
Tindakan oleh Prabowo itu, kata Kivlan,
dilakukan untuk menghindari gangguan keamanan sebelum sidang umum MPR
1998. Soal 13 yang masih hilang hingga kini, Kivlan menuding adanya
‘operasi sampingan’ yang bergerak.
“Di mana-mana operasi militer itu dilakukan ada yang namanya double agent,” kata Kivlan yang pernah mendeklarasikan diri sebagai capres pada 2009 silam ini.
“Operasi sampingan intelijen (oleh) lawan
kepada Prabowo, saya tahu benar siapa lawan Prabowo,” imbuhnya. Seperti
diketahui, dalam pergolakan 1998 masih ada 13 aktivis yang hilang sejak
tahun 1998 hingga kini. Mereka adalah :
No
|
Nama
|
Keterangan
|
Waktu Hilang
|
1
|
Yani Afri (Rian)
|
Pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997
|
Hilang di Jakarta pada 26 April 1997
|
2
|
Sonny
|
Pendukung PDI Megawati
|
Hilang di Jakarta pada 26 April 1997
|
3
|
Deddy Hamdun
|
Pengusaha, aktif di PPP dan dalam kampanye 1997 Mega-Bintang
|
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997
|
4
|
Noval Alkatiri
|
Pengusaha, aktivis PPP
|
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997
|
5
|
Ismail
|
Sopir Deddy Hamdun
|
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997
|
6
|
Wiji Thukul
|
Penyair aktivis JAKER/PRD
|
Hilang di Jakarta pada 10 Januari 1998
|
7
|
Suyat
|
Aktivis SMID/PRD
|
di Solo pada 12 Februari 1998
|
8
|
Herman Hendrawan
|
Aktivis SMID/PRD
|
di Jakarta, 12 Maret 1998
|
9
|
Petrus Bima Anugerah
|
Aktivis SMID/PRD
|
Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998
|
10
|
Ucok Munandar Siahaan
|
Mahasiswa Perbanas
|
Diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta
|
11
|
Yadin Muhidin
|
Alumnus Sekolah Pelayaran
|
Hilang di Jakarta saat kerusuhan 14 Mei 1998
|
12
|
Hendra Hambali
|
Siswa SMU
|
Hilang saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998
|
13
|
Abdun Nasser
|
Kontraktor
|
Hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta
|
Keluarga orang hilang 1998 minta Komnas HAM periksa Kivlan Zen
Sementara itu, Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) menganggap penting informasi dari Kivlan tersebut.
“Bagi beberapa orang, mungkin ini bukan
berita baru. Tapi IKOHI menganggap, informasi ini penting karena Kivlan
Zen adalah pejabat militer (ABRI) ketika peristiwa terjadi. Ia punya
otoritas sebagai representasi alat negara. Oleh karena itu, pengakuan
Kivlan Zen yang disaksikan jutaan pasang mata harus ditindaklanjuti,”
kata Koordinator IKOHI, Mugiyanto, dalam pernyataan terbuka di blog-nya.
Mugiyanto mengatakan, memang Komnas HAM
sudah selesai melakukan penyelidikan untuk kasus penghilangan paksa
periode tahun 1997-1998 ini sejak November 2006.
“Namun, karena berkas penyelidikan ini
masih disengketakan oleh Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, di mana Jaksa
Agung menganggap belum lengkap, yang karenanya kasus ini tidak segera
disidik dan dituntut di Pengadilan HAM, maka adalah kami memandang
Komnas HAM punya kewajiban untuk menindaklanjuti pernyataan Kivlan Zen,”
lanjut Mugiyanto.
Keluarga orang hilang 1998 minta Komnas HAM periksa Kivlan Zen
Semenatar itu, IKOHI, kata Mugiyanto,
mendesak agar Komnas HAM untuk segera memanggil Mayjen Kivlan Zen untuk
dimintai keterangan.
“Sebagai
penegasan, informasi mengenai keberadaan para korban ini merupakan hal
utama yang menjadi tuntutan keluarga korban selama 16 tahun berjuang,” kata Mugiyanto yang juga menjadi salah satu korban penculikan.
Mugiyanto menilai pengabaian atas
informasi penting ini adalah pengingkaran hak atas kebenaran bagi korban
dan keluarga korban. “Desakan ini kami tujukan kepada Ketua Komnas HAM,
Hafid Abbas, jajaran pimpinan dan segenap Komisioner Komnas HAM
Republik Indonesia,” tutupnya.
Wiji Thukul, salah satu aktivis 1998 yang diculik lalu dibunuh.
Komnas HAM tak mau tindaklanjuti ucapan Kivlan Zen soal penculikan
Namun demikian, gayung tidak disambut Komnas HAM.
Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, mengatakan pihaknya tidak akan
menindaklanjuti pernyataan Kivlan Zen tersebut. Menurutnya, penyataan
Kivlan sudah tertulis dalam berkas penyelidikan Komnas HAM yang sudah
rampung dan dikirim ke Kejaksaan Agung.
“Itu kan pernyataan pribadi dan data
Kivlan sudah ada di penyidikan Komnas HAM. Kivlan kalau sudah tahu
sampaikan saja ke publik, buka di publik dan ke media,” ujar Pigai saat
dihubungi Jumat (2/5/2014).
Mengenai adanya anggapan Kejaksaan Agung enggan melanjutkan penyidikan karena ada sengketa dalam berkas, Pigai membantahnya.
Menurut Pigai, berkas Komnas HAM sudah
lengkap dan data-data yang dimiliki sudah terpenuhi. “Tidak ada yang
namanya (berkas) bolong, Kejaksaan saja yang tidak mau,” katanya.
Untuk itu, Pigai berharap presiden
mendatang mampu menuntaskan masalah pelanggaran HAM berat di masa lalu.
“Setiap capres harusnya datang ke Komnas HAM lalu sampai kan visi misi
jaminan Komnas HAM mengatasi pelanggaran-pelanggaran,” tuturnya.
Diskusi di “Warung Daun”: Ditantang buka kuburan korban penculikan, Kivlan Zen murka!
Politikus Partai NasDem Taufik Basari dan
politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kivlan Zen berdebat saat
menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Warung Daun. Kivlan berang
lantaran dituduh Taufik menyembunyikan informasi penculikan aktivis pada
tahun 1998.
“Menurut Pak Kivlan, semua aktivis itu
sudah meninggal dan dia mengetahui lokasinya di mana, dan di mana
mayatnya di kubur. Jadi menurut saya, setelah diskusi ini, ayo sama-sama
kita ke Komnas HAM. Ada banyak teman-teman wartawan. Kalau bicara
kebenaran, sampaikan informasi yang pak Kivlan tahu,” ujar Taufik saat
diskusi visi dan misi HAM para capres di Warung Daun, Cikini, Selasa
(6/5/2014).
Taufik semakin emosi saat menyatakan
keluarga korban menantikan kebenaran sekian lama. “Keluarga korban sudah
melakukan aksi ‘Kamisan’ setiap hari Kamis dengan berdiam diri di depan
Istana Negara sambil mengenakan pakaian hitam. Ibunda mencari-cari
keberadaan anaknya. Coba mana tunjukan,” katanya.
Kivlan Zen yang merasa disindir dan disudutkan pun tidak terima. Kivlan langsung menunjuk-nunjuk Taufik untuk berhenti bicara.
“Kamu tidak usah bicara itu. Biar saya yang jelaskan nanti,” teriak Kivlin.
“Biar saya bicara, jelaskan dulu,” teriak Taufik tak mau kalah.
Lantaran Taufik tak juga menghentikan
omongannya. Kivlan langsung meraih microphone yang dipegang Taufik
hingga terjadi rebutan. Taufik menyudahi pembicaraannya tak lama setelah
itu. Diskusi pun kembali dilanjutkan.
Kivlan Zen: Ada pihak lain yang ikut culik aktivis 98
Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (purn)
Kivlan Zen mengaku tahu persis bagaimana peristiwa penculikan aktivis
1998. Menurutnya peristiwa ini tidak tepat disebut penculikan.
Kivlan mengisahkan saat itu berdasarkan
laporan intelijen, ada gerakan yang mau mengacaukan Pemilu 1997 dan
Sidang Umum MPR. Kesatuan Den 81 milik TNI, sebagai tim penanganan teror
pun diberi perintah untuk menangkap sejumlah aktivis.
“Mereka mau melakukan aksi bom itu.
Aktivis yang di Tanah Tinggi di Bekasi. Jadi, dengan demikian mereka itu
ditangkap bukan diculik. Secara hukum itu merupakan kebijakan negara,”
ujar Kivlan usai acara diskusi di “Warung Daun”, Selasa (6/5/2014).
Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, SH, kini sebagai Ketua Umum Partai Hanura (wikipedia).
Kivlan menambahkan, usai ditangkap, ketiga belas aktivis yang saat ini disebut-sebut hilang telah dibebaskan.
“Kita sudah bebaskan tetapi kalau sudah di luar diculik ya kita enggak tahu,” katanya.
Jadi, lanjut Kivlan, Prabowo Subianto
yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad tidak terlibat dalam
kasus-kasus yang disebut sebagai pelanggaran HAM atas penculikan.
Prabowo, saat itu hanya menjalankan tugas untuk mengamankan Jakarta. “Wiranto yang memberi perintah,” katanya.
Sebelumnya Kivlan beberapa kali menyebut
Prabowo hanya melakukan tindakan ‘pengamanan’ terhadap 9 aktivis yang
lain dan kini mereka sudah kembali. Beberapa diketahui sudah bergabung
ke Gerindra .
Tindakan oleh Prabowo itu, kata Kivlan,
dilakukan untuk menghindari gangguan keamanan sebelum sidang umum MPR
1998. Soal 13 yang masih hilang hingga kini, Kivlan menuding adanya
‘operasi sampingan’ yang bergerak.
“Di mana-mana operasi militer itu
dilakukan ada yang namanya double agent,” kata Kivlan yang pernah
mendeklarasikan diri sebagai capres pada 2009 silam ini. “Operasi
sampingan intelijen (oleh) lawan kepada Prabowo, saya tahu benar siapa
lawan Prabowo,” imbuhnya.
Kivlan Zen sebut dalang kerusuhan 1998 sekarang jadi politikus
Mantan Kepala Staf Kostrad TNI AD era
Orde Baru Mayjen (purn) Kivlan Zen mengklaim mengantongi nama dalang
kerusuhan 1998. Menurutnya, dalang dari kerusuhan itu masih eksis dan
saat ini terjun di dunia politik!
“Siapa penggerak massa kerusuhan, saya sudah kantongi siapa otaknya. Dia sekarang jadi politikus,” ujar Kivlan usai diskusi di “Warung Daun”, Selasa (6/5/2014).
Kivlan enggan menjelaskan siapa yang dia
maksud. Dia mengelak saat disodorkan sejumlah nama. Apakah dia sekarang
merupakan calon presiden?
“Saya tidak mau bicara sekarang. Kalau
ada panel saya mau bicara undang Prabowo dan Wiranto kita diskusi
bersama,” ujar Kivlan. Selain itu, dalam insiden Pamswarkasa, Kivlan
menyebutkan dalang peristiwa tersebut ada tentara dan sipil.
“Saya lihat Ratna
Sarumpaet bersama pensiunan jenderal memerintahkan orang-orang anarki.
Mereka menyerang saya dan pasukan di Tugu Proklamasi pakai senjata tajam,” ucapnya.
Kivlan Zen sebut Prabowo masih sakit hati dipecat Wiranto
Mayjen Purn Kivlan Zen mengulang kembali
cerita perseteruan para jenderal dalam kisruh 1998 lalu. Kivlan mengaku
sakit hati dulu dipecat Wiranto sebagai Kepala Staf Kostrad.
“Saya diberhentikan Wiranto betapa
sakitnya saya. Saya tidak menculik, tidak kudeta kenapa diberhentikan,”
kata Kivlan di Jakarta, Selasa (6/5/2014).
Prabowo dan Wiranto.
Kivlan juga menyebut Prabowo Subianto
sakit hati lantaran dicopot dari jabatan strategis di ABRI (sekarang
TNI) yakni Panglima Komando Strategi Angkatan Darat atau Pangkostrad.
“Prabowo itu diberhentikan, sakit
hatinya,” ujar kawan dekat Prabowo itu. Kekecewaan Prabowo, lanjut
Kivlan, masih berlangsung hingga saat ini.
Apalagi, tuduhan pelanggaran HAM karena
dituding menculik sejumlah aktivis masih melekat hingga sekarang.
“Prabowo masih merasakannya,” tuturnya.
Pencopotan Prabowo dilakukan karena
adanya informasi pergerakan pasukan di bawah kendali Prabowo. Adalah
Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto yang melaporkan hal tersebut. Tanpa
berpikir panjang Presiden Habibie langsung mengambil keputusan.
Prabowo kemudian dicopot sebagai
Pangkostrad dan dipindahkan sebagai Dansesko TNI di Bandung. Untuk
pertama kali selama karirnya, Prabowo tak memegang pasukan. Tak lama
kemudian, Prabowo diberhentikan dari TNI.
Namun hubungan Prabowo dan Wiranto sempat
cair pada 2009 lalu. Saat itu keduanya tampil bersama di kediaman
Megawati dan mengaku sudah berhubungan baik.
Kivlan Zen: Saya bukan orang Prabowo
Walau beberapa keterangannya selalu
membela Prabowo, Kivlan Zen mengaku bukan bagian dari Tim Sukses
Prabowo. Menurut karib Prabowo ini, sudah lama dirinya tak bertemu dan
berbicara dengan mantan atasannya itu.
“Saya tidak pernah bertemu dan bicara
selama 10 tahun. Saya tidak mewakili Gerindra atau Prabowo. Saya bicara
apa adanya. Saya bukan orang Prabowo,” kata Kivlan Zen di Jakarta,
Selasa (6/5/2014). Saat Letjen Prabowo menjabat Panglima Kostrad tahun
1998, Mayjen Kivlan Zen menjadi Kepala Staf Kostrad. Hubungan keduanya
cukup dekat sejak masih di Akademi Militer.
Kivlan mengaku kembali bicara soal
‘Peristiwa 98’ saat sejumlah pihak menuding Prabowo sebagai dalang
kerusuhan. Kivlan ingin meluruskan saat itu Prabowo hanya menjalankan
perintah.
Ada Panglima ABRI yang memberi perintah,
sebagai anak buah Prabowo tak bisa menolak. Dia juga menyebut Prabowo
sudah melepaskan semua aktivis yang ditangkap. Namun rupanya ada tim
lain di luar tim Prabowo yang bergerak.
“Kalau dituduhkan karena kejadian 98,
untuk kasus 9 orang sudah dilepaskan. Di dalam operasi intel mana pun,
ada intel dan kontra intel. Ada lawan, dan peristiwa yang melawan kita.
Seperti di Ukraina, dan lain-lain,” beber Kivlan. “Pertanyaan saya,
kenapa Prabowo diungkit sekarang? Kenapa yang lain tidak diungkit?”
tanya Kivlan.
Sosok Kivlan Zen di tengah Tragedi 1998
Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen kembali
berkisah soal peristiwa 1998. Dia mengaku tahu nasib para aktivis yang
kini masih hilang, termasuk penyair Widji Tukul.
Kivlan juga menyampaikan ada tim lain
yang bergerak untuk menangkapi para aktivis yang saat itu dinilai
membahayakan Orde Baru. Dia mempertanyakan kenapa hanya Prabowo Subianto
yang disudutkan soal penculikan para aktivis.
Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, SIP, MSi (wikipedia)
Kivlan menyebut saat itu Letjen Prabowo menjabat Panglima Kostrad. Dia hanya menuruti perintah dari atasannya.
“Di dalam operasi intel mana pun, ada
intel dan kontra intel. Ada lawan, dan peristiwa yang melawan kita.
Seperti di Ukraina, dan lain-lain,” beber Kivlan, Selasa (6/5/2014).
Kivlan jelas paham peta kekuatan para
jenderal yang berseteru saat kisruh politik 1998. Dia ikut terlibat di
dalamnya, berdiri di belakang karibnya Prabowo Subianto .
Walau begitu Kivlan enggan disebut orang Prabowo. Dia mengaku kini hanya ingin mengungkap fakta soal peristiwa 98.
Tapi diakuinya, dia sakit hati pada
Jenderal Wiranto yang dulu mencopotnya sebagai Kepala Staf Kostrad TNI
AD. Banyak keterangan Kivlan yang menyalahkan Wiranto .
Berikut sepak terjang Kivlan di Tragedi 1998 berdasarkan buku karyanya “Konflik dan Integrasi TNI AD” terbitan Institute for Policy Studies tahun 2004 dan kutipan beberapa wawancara dengan pensiunan jenderal bintang dua ini.
1. Gagal cegah Wiranto ke Malang
14 Mei 1998, Panglima ABRI Jenderal
Wiranto dan semua pejabat ABRI berangkat ke Malang, Jawa Timur. Wiranto
menjadi inspektur upacara serah terima tanggung jawab Pasukan Pemukul
Reaksi Cepat (PRRC) dari Divisi 1 ke Divisi 2 Kostrad.
Saat itu kondisi di Jakarta sedang
genting. Tanggal 12 Mei 1998, mahasiswa Trisakti tertembak. Tanggal 13
Mei kerusuhan mulai pecah. Ada pembakaran di sejumlah titik.
“Saat itu Pangkostrad Letjen Prabowo
Subianto menelepon Jenderal Wiranto sehari sebelumnya sampai beberapa
kali, tetapi keputusan Panglima ABRI tetap berangkat ke Malang,” beber
Kivlan.
Menurut Kivlan, Wiranto sebenarnya tak
perlu hadir ke Malang. Dia lebih baik tetap di Jakarta untuk memadamkan
kerusuhan. Apalagi sudah sejak bulan Maret acara serah terima pasukan
ini dirancang Kivlan, cukup dengan inspektur upacara Kasum ABRI Letjen
Fachrul Rozi.
“Pada 7 Mei 1998, rencana tersebut diubah
oleh Jenderal Wiranto, dimana dia sebagai Panglima ABRI menjadi
inspektur upacara menggantikan Kasum ABRI. Padahal pada tanggal tersebut
keadaan sedang kacau. Pembakaran, perampokan dan penjarahan terjadi di
seluruh pelosok Jakarta dan kota lain,” kata Kivlan.
2. Terbangkan pasukan Kostrad ke Jakarta
Tahun 1998, Mayjen Kivlan Zen menjabat
Kepala Staf Kostrad. Dia menilai suasana sengaja dibuat kacau. Kivlan
mempertanyakan kenapa Panglima ABRI jenderal Wiranto tak meminta pasukan
dari Kostrad.
Kivlan membeberkan saat itu mengirim
pasukan Kostrad dari Makassar dan Surabaya ke Jakarta. Karena tak
disediakan Hercules oleh Panglima ABRI, mereka terpaksa mencarter
pesawat komersial dengan biaya sendiri.
Pergerakan pasukan itu sempat
dipertanyakan Mabes ABRI. Kasum ABRI Letjen Fahru Rozi menelpon Kivlan.
Dia meminta Kivlan tak menggerakan pasukan Kostrad ke Jakarta.
Kivlan beralasan dia tidak menggerakan
pasukan tetapi menyiapkannya untuk membantu Kodam Jaya. Saat itu Pangdam
Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin kekurangan pasukan dan meminta ke
Kostrad.
3. Siapkan rancangan kabinet pada Habibie
Tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan
berhenti sebagai Presiden RI. Letjen Prabowo Subianto dan Danjen
Kopassus Mayjen Muchdi Pr menghadap Habibie di kediaman presiden baru
itu.
Dua jenderal itu membawa konsep susunan kabinet Habibie yang disiapkan oleh Kivlan Zen, Fadli Zon dan Din Syamsuddin.
Namun rencana itu berantakan. Habibie
rupanya memilih percaya pada Wiranto dan memilihnya menjadi
Menhankam/Pangab kembali. Hal ini membuat kubu Prabowo khawatir. Mereka
tahu akan disingkirkan.
Kivlan juga yang meminta Jenderal Besar
AH Nasution menandatangani surat untuk Habibie, meminta jabatan Panglima
ABRI dan Menhankam dipisah. Kubu Prabowo ingin Wiranto cukup menjadi
Menhankam, sementara Panglima diserahkan pada Jenderal Subagyo HS dan
Prabowo menjadi Kasad.
Upaya ini pun tak berhasil. Saat Kivlan
dan Muchdi menghadap Habibie, digagalkan penasihat presiden Letjen Purn
Sintong Panjaitan. Tak lama kemudian Wiranto pun datang ke tempat
Habibie.
4. Kubu Prabowo dicopoti
Usaha Kubu Prabowo untuk menjatuhkan
Wiranto gagal. Pucuk pimpinan ABRI masih dipegang Wiranto yang kemudian
mencopoti para jenderal kubu Prabowo.
22 Mei 1998 pukul 19.00 WIB, Letjen
Prabowo dicopot sebagai Pangkostrad dan digantikan Mayjen Johny
Lumintang. 22 Jam kemudian jabatan Pangkostrad kembali diserahkan pada
Mayjen Djamari Chaniago. Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zen ikut
dicopot. Begitu juga Danjen Kopassus Mayjen Muchdi Pr.
“Saya diberhentikan Wiranto betapa
sakitnya saya. Saya tidak menculik, tidak kudeta kenapa diberhentikan,”
kata Kivlan di Jakarta, Selasa (6/5).
Kivlan juga menyebut Prabowo Subianto
sakit hati lantaran dicopot dari jabatan strategis di ABRI (sekarang
TNI) yakni Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad).
“Prabowo itu diberhentikan sakit hatinya,” ujar kawan dekat Prabowo itu.
5. Orang di balik Pam Swakarsa
Pasukan Pam Swakarsa dikerahkan menjelang Sidang Istimewa
(SI) bulan November 1998. Mereka bersenjatakan bambu runcing dan
berasal dari daerah di luar Jakarta. Jumlahnya mencapai 30.000 orang.
Pam Swakarsa ini menghadapi para demonstran yang menolak sidang istimewa
MPR. Mereka sering terlibat bentrok hingga memakan korban jiwa.
Kivlan Zen membeberkan soal pam Swakarsa
ini. Menurutnya dia diperintah Panglima ABRI Jenderal Wiranto. Dia
dipanggil menghadap Wiranto tanggal 4 November 1998. Saat itu Kivlan
sudah dicopot Wiranto.
“Kiv, kok orang anti SI semua. Saya
denger kamu bisa mengalahkan massa untuk masuk di MPR. Nah sekarang kamu
kerahkan lagi mendukung SI. Ini juga perintah dari Presiden Habibie,”
kata Wiranto. Kivlan menjawab. “Dulu Bapak copot saya, saya sudah tidak
punya jabatan sekarang, mengapa saya dipanggil?”
“Ah, itukan kehendak Pangkostrad Jamari
Chaniago. Sudahlah kamu kerahkan massa lagi, nanti saya kasih jabatan
kalau sudah selesai,” janji Wiranto.
Karena Pam Swakarsa terus terlibat
bentrok berdarah, Kelompok Ciganjur yang terdiri dari Gus Dur, Megawati,
Amien Rais dan Sultan HB X prihatin. Mereka mengimbau gerakan ini
dibubarkan. Anggota Pam Swakarsa diminta pulang ke rumah masing-masing.
SI MPR 198 berhasil digelar, salah satu isi penting mempercepat
pelaksanaan Pemilu menjadi tahun 1999.
Prabowo pernah mangkir dari panggilan Komnas HAM soal penculikan
Komnas HAM belum memutuskan akan
memanggil Prabowo Subianto dan Kivlan Zen terkait hilangnya 13 aktivis
pada 1998. Namun, Komnas menyatakan Prabowo pernah mangkir saat hendak
diperiksa pada 2006 silam.
Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah
mengungkapkan, Prabowo dipanggil saat komisi dipimpin oleh Abdul Hakim
Garuda Nusantara. “Namun, Prabowo tidak datang,” kata Roichatul.
Hal ini disampaikan Roichatul saat
menerima sejumlah aktivis HAM dan keluarga kasus penghilangan paksa di
kantor Komnas HAM, di Jakarta, Rabu (7/5/2014).
Dalam kesempatan itu, para aktivis
mendesak Komnas HAM segera memeriksa Prabowo dan Kivlan Zen, menyusul
pernyataan mantan Kakostrad itu bahwa dia mengetahui di mana 13 aktivis
itu ‘dihilangkan’. Dalam acara debat di televisi itu, Kivlan juga
menyatakan siap diklarifikasi.
Roichatul
menilai Prabowo layak diperiksa karena diduga terlibat dalam penculikan
aktivis pada 1998. Ini lantaran saat peristiwa itu terjadi, ketua dewan
pembina Partai Gerindra itu menjabat sebagai Danjen Kopassus.
Roichatul mengatakan, pihaknya pernah
sempat mengupayakan kembali pemeriksaan terhadap Prabowo. Namun,
lanjutnya, pemeriksaan itu tak kunjung terwujud karena Pengadilan Negeri
Jakarta tidak juga memberikan persetujuan pemanggilan paksa terhadap
Prabowo.
Tahun 2006, Komnas HAM juga sudah
menggelar penyelidikan pro-yustisia sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM. Salah satu bagian dari penyelidikan itu antara
lain pemeriksaan terhadap Prabowo dan sejumlah orang lainnya yang diduga
terlibat kasus penculikan aktivis.
Sebelumnya, keluarga 13 aktivis 1998 yang
masih hilang bersama aliansi Gerakan Melawan Lupa meminta Komnas HAM
menindaklanjuti ucapan mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (purn) Kivlan
Zen. Kinvlan Zen baru-baru ini menyatakan dirinya mengetahui keberadaan
ketiga belas aktivis yang hingga kini masih slang.
“Saya selaku orangtua merasa terhenyak
mendengar pernyataan Kivlan Zen. Artinya ada orang yang tahu keberadaan
anak kami. Kemana Komnas HAM melakukan penyidikan? Komnas ham sesegera
mungkin panggil Kivlan Zen,” ujar ayah Ucok Siahaan, salah satu dari 13
aktivis yang hilang di Komnas HAM.
Sementara itu, menurut Ketua Komisi Orang
Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan keterangan
Kinvlan Zen sangat penting sebagai petunjuk awal. “Nah jangan nanti
dipingpong ke Kejaksaan Agung,” katanya.
Fadli Zon Dikecam Sebut Penculikan Aktivis Zaman Prabowo “Pepesan Kosong”
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, mendapat kecaman luas dari para pengguna twitter oleh karena kicauannya yang dinilai mengecilkan kasus penculikan aktivis mahasiswa tahun 1998.
Sebenarnya ada sebanyak 23 aktivis
diculik kala itu, sebagian diantaranya masih hilang hingga saat ini.
Kasus ini telah menyebabkan Prabowo, Danjen Kopassus saat itu dan kini
ketua umum Partai Gerindra, diberhentikan dari TNI karena dinilai ikut
bertanggung jawab. Sejumlah perwira tinggi TNI juga masuk penjara oleh
kasus ini.
Fadli Zon. (wikipedia).
Dalam kicauannya, Fadli Zon dinilai
meremehkan pengorbanan para aktivis yang hingga saat ini menyisakan
kesedihan mendalam pada keluarga.
Fadli Zon dianggap tidak mempunyai empati
terhadap sanak saudara korban, ketika ia mengatakan bahwa kasus
penculikan itu sebagai pepesan kosong dan isu yang didaur ulang tiap
kali Pemilu.
Fadli Zon yang naik daun belakangan ini
oleh puisi-puisinya yang dikesankan menyindir Jokowi, mendapat kecaman
ketika Fadjroel Rachman menantangnya untuk mencipta puisi perihal
penculikan aktivis mahasiswa tahun 1998 itu. Fadjroel yang adalah
Direktur Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG), lewat akun twitter @Fadjroel, menulis
“Saya ingin membantu @fadlizon membuat PUISI PENCULIKAN, pasti akan menjadi masterpiece di jagat sastra dan politik,” Kamis (17/4/3014).
Kicauan Fadjroel dijawab oleh Fadli Zon lewat akun @Fadlizon.
Menurut dia, isu penculikan itu merupakan “isu lama (yang sudah) didaur
ulang 3 kali pemilu.” Dan menurut dia, isu itu “juga pepesan kosong.”
Lebih lanjut Fadli Zon melakukan
pembelaan dengan mengatakan bahwa orang-orang yang dulu ditangkap
(diculik) sekarang sudah menjadi anggota Partai Gerindra. “Contoh,
Desmon, Pius, Haryanto Taslam, Aan Rusdianto dll,” tulis Fadli yang
jawabannya ditembuskan juga kepada akun twitter Prabowo.
Pernyataan inilah yang kemudian menuai kecaman. Salah satunya, dari Ruddy Prasojo dengan akun @ruddpras
yang mengecam Fadli Zon karena menganggap tidak bisa berempati dan
merasakan bagaimana kesedihan anak atau istri yang ayah/suaminya diculik
seperti yang dialami oleh Wiji Tukul.
Akhmad Sahal dengan akun @sahaL_AS mengeritik Fadli Zon yang menyatakan isu ini isu daur ulang.
“Isu penculikan harus didaur ulang karena si penculik nyapres!.” tulis Sahal.
Sapto Suryo Atmodjo dengan akun @erzamodjo lebih keras lagi mengecam dengan mengatakan bahwa apa yang dikicaukan Fadli Zon merupakan pengakuan adanya penculikan.
“Tinggal satu step
lagi pak @fadjroeL, kejar penculiknya.. suruh gentle tunjukkan dimana
mereka kuburkan korban-korban yang mati, kasihan keluarganya,” tulis Sapto Suryo Atmodjo.
23 Orang Hilang, Satu Meninggal, 9 Dilepas dan 13 Hilang Hingga Kini
Peristiwa penculikan yang kini mulai
banyak lagi dibicarakan itu merupakan salah satu catatan hitam dalam
perjalanan sejarah TNI. Ketika itu terjadi penghilangan orang secara
paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi. Peristiwa itu
terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan
Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.
Menurut catatan Komisi untuk Orang Hilang
(Kontras), selama periode 1997/1998 tercatat ada 23 orang yang telah
dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari jumlah itu satu orang ditemukan
meninggal (Leonardus Gilang), sembilan orang dilepaskan penculiknya, dan
13 lainnya hilang hingga hari ini.
Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah
Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza,
Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi
Arief. Sedangkan 13 aktivis yang masih hilang (terlampir pada tabel
diatas) .
Pengerahan
alat berat seperti panser milik PHH berikut pasukan di jalan-jalan
utama di Jakarta saat Tragedi Trisakti 1998 (DR/Rully Kesuma)
Dalam kasus ini, terungkap pula keberadaan Tim Mawar
sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi
penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.
Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota
tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999 dan memvonis
mereka bersalah. Sebagian dipenjara dan dipecat dari kesatuan TNI.
Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira
pemegang komando pada saat itu.
Dewan Kehormatan Perwira ketika itu
memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI yang isinya menjatuhkan
hukuman terhadap mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo
Subianto berupa pengakhiran masa dinas TNI (Pensiun). Hal yang sama
diberlakukan kepada Pejabat Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR. Serta
Dan Group-4 Kolonel Inf. Chairawan.
Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto.
Wikipedia mencatat, hasil temuan Dewan
Kehormatan Perwira (DKP) yang diumumkan para petinggi TNI saat itu
menunjukkan bahwa penculikan tersebut dilakukan atas perintah dan
sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu, bukan semata-mata atas
inisiatif kesebelas anggotanya.
Mantan Komandan Puspom ABRI, Mayjen CHK
Syamsu Djalaluddin, S.H., berpendapat seperti yang dinyatakan KSAD dan
Ketua DKP Jenderal TNI Soebagyo, Prabowo telah mengaku melakukan tindak
pidana penculikan sehingga harus diajukan ke mahkamah militer.
Sementara temuan Tim Gabungan Pencari Fakta
(TGPF) menyatakan jika dalam persidangan anggota Kopassus terbukti
Prabowo terlibat, bekas Komandan Kopassus dan juga bekas Panglima
Kostrad itu akan diajukan ke mahkamah militer.
Tim Mawar
Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan
Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini
adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik
pro-demokrasi.
Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota
tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999. Saat itu
Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara
nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI.
Pengadilan juga memvonis Kapten Inf
Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf
Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung
Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai
anggota TNI.
“Tragedi
Trisakti 1998″ yang menewaskan beberapa mahasiswa adalah batas puncak
kesabaran rakyat. Setelah mengetahui adanya korban dari kalangan
mahasiswa, maka rakyat mulai bergerak ke jalan dan mulai membakar
mobil-mobil dan toko-toko, lalu terjadilah “Kerusuhan 1998″. Kemudian
mahasiswa mulai menguasai Gedung MPR / DPR Senayan Jakarta dan meminta
presiden Suharto untuk mengundurkan diri.
Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum
penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI.
Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi
Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4
bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi
hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.
Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar,
Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan
penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni Kolonel
Chairawan, tetapi sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan
sehingga tidak bisa dikonfirmasi.
Sementara itu tanggung jawab komando
diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan
Kehormatan Perwira telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI.
Keadaan tahun 2007
Keenam prajurit yang dipecat mengajukan
banding, sehingga sanksi pemecatan belum bisa dikenakan atas mereka.
Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI dan meduduki beberapa
posisi penting, rincianya sbb:
- Bambang Kristiono: dipecat
- Fausani Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara dengan pangkat Letnan Kolonel.
- Nugroho Sulistyo Budi:
- Untung Budi Harto: tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan Kolonel.
- Dadang Hendra Yuda: pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan pangkat Letnan Kolonel.
- Jaka Budi Utama: pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser
- Sauka Nur Chalid:
- Sunaryo:
- Sigit Sugianto:
- Sukardi:
Sedangkan Kolonel Infantri Chairawan
dipromosikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa. Kabar terakhir dari Mayjen
Muchdi PR adalah kemunculanya dalam sidang pembunuhan aktifis HAM Munir
untuk dimintai keterangan mengenai keterlibatan dirinya maupun BIN dalam
pembunuhan tersebut. Muchdi PR adalah mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.
Ketika kasus ini kembali mencuat,
Panglima TNI menyatakan bahwa dari hanya satu dari enam tentara yang
dipecat yang telah benar-benar dipecat yaitu Mayor (inf) Bambang
Kristiono. Lima tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman
pemecatan, dan hukuman penjaranyapun dikurangi.
Kesimpulan Komnas HAM
Kasus ini diselidiki oleh Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan
hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik
Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak
1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.
Adapun jumlah korban atas penghilangan
orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang
dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas
kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.
Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua
Komnas HAM pada 2006) meminta agar hasil penyelidikan yang didapat dapat
dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena
telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya
kejahatan terhadap kemanusiaan.
Suasana
Tragedi Trisakti 1998, Tampak korban tergeletak tak bergerak saat
terjadi penyerangan tentara ke Univ. Trisakti yang akhirnya diketahui
bernama Rizky Rahmawati Pasaribu.
Sementara itu, asisten tim ad hoc
penyidik peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998,
Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari 13 aktivis yang masih
dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando Taktis
(Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta.
Komnas HAM menyimpulkan ada bukti
permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara
paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan
kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan
Polri, serta seorang purnawirawan TNI.
Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta
DPR agar mendesak Presiden mengerahkan dan memobilisasi semua aparat
penegak hukum untuk menuntaskan persoalan. Ketua DPR Agung Laksono pada 7
Februari 2007 juga meminta Presiden Yudhoyono memerintahkan Jaksa Agung
Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan
temuan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis.
Kontras: Pernyataan Kivlan Zen tentang Penculikan Aktivis Harus Didalami
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Hariz Azhar menyatakan,
“Seorang pemimpin
adalah yang mampu memproyeksikan masa depan yang ditawarkan. Juga mesti
jujur dengan masa lalunya, untuk itu jejak rekam sangat penting untuk
tidak dilupakan, jangan ada upaya membelokkannya.”
Hal itu dikatakan, Koordinator Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Hariz Azhar,
menanggapi pernyataan mantan Kepala Staf Kostrad, Mayjen Purnawirawan
Kivlan Zen, dalam sebuah talk show di sebuah televisi yang menyatakan
ada ‘pasukan lain’ di luar tim Mawar yang melakukan penculikan aktivis
masa itu, di Jakarta, Kamis (1/5/2014).
Haris menilai, pernyataan atau semacam
pengakuan dari Kivlan itu, harus didalami. Jangan sampai, katanya
menjadi sebuah upaya untuk membelokan fakta. Karena Kivlan sendiri
adalah mantan orang dekatnya salah seorang capres, Prabowo Subianto,
saat masih aktif di tentara.
“Munculnya Kivlan
dalam situasi akhir-akhir ini adalah bagian dari upaya memperkuat
argumentasi untuk mendukung Prabowo menjadi Presiden,” kata Haris.
Monumen Tragedi 12 Mei 2014.
Haris menambahkan, satu hal yang harus
disadari bahwa yang patut dimintai pertanggung jawaban adalah
petinggi-petinggi tentara di masa lalu atas dugaan
pelanggaran-pelanggaran HAM yang berat saat itu. Jadi sebetulanya
Kivlan juga harus dimintai keterangan.
“Tapi kalau lihat debat di TV One lalu, buat saya ini cuma upaya mempertahankan posisi Prabowo untuk capres,” kata Haris.
Menurut Haris terlihat tidak ada niat,
rencana atau visi untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang
berat kalau pihak Prabowo jadi Presiden. Apalagi kalau tidak terpilih.
Padahal dalam memilih presiden harus
dilihat masa lalu dan kemampuannya untuk masa depan. Dalam kontek ini,
Haris menilai Prabowo tidak menunjukan prestasi gemilang untuk bangsa
ini dan memiliki rekam jejak yang belum tuntas, yaitu soal penculikan.
“Kemampuan buat
masa depannya (Prabowo) pun tidak jelas. Namun demikian dia membangun
kekuatan politiknya untuk terus ngotot menjadi Presiden. Salah satu
caranya ada menyangkal, melalui orang-orangnya atas peristiwa tersebut.
Ya, salah satunya adalah Kivlan Zen,” kata Haris.
Sementara itu Wakil Ketua Setara
Institute, Bonar Tigor Naipospos, menambahkan HAM adalah nilai universal
dalam dunia modern saat ini. Penghargaan terhadap HAM berarti adalah
perlindungan terhadap hak individual warga negara.
Di negara yang transisi demokrasi belum tuntas, oligarki
politik di tingkat elit dan politik uang kuat seperti Indonesia isu HAM
dipinggirkan. Padahal sangat penting jejak rekam seorang pemimpin
tentang seperti apa penghargaan dia kepada HAM.
Ibu
Sanu (sekitar 60 tahun), ibu dari seorang anak yang hilang dalam
kerusuhan 13-15 Mei 1998, berdoa di depan sebuah makam pekuburan massal
korban kerusuhan Mei 1998 di Pondok Rangon, Jakarta
Dan, harus diakui pula, bahwa Prabowo
Subianto, sebagai seorang capres Pemilu 2009 dan gagal menjadi presiden,
lalu di Pemilu 2014 ini, masih tetap mempunyai ganjalan dari masa lalu.
Masalah ini yang belum tuntas dijelaskan Prabowo secara janyan, intelek
dan sains dengan fakta-fakta yang ada.
“Kampanye pelanggaran HAM masa lalu yg
dilakukan Prabowo harus diakui masih menjadi konsumsi kalangan terbatas,
tapi masyarakat luas tidak terlalu mempersoalkan,” kata Bonar.
Lalu pertanyaannya adalah: Apakah
kedepannya setelah hasil Pemilu 2014, baik itu presidennya Prabowo atau
bukan, Kivlan Zen sudi untuk membuka dan menguak misteri dan kontroversi
kebenaran sejarah bangsa ini?
Jika jawabannya iya, kita harus
berterimakasih, namun jika jawabannya tidak, berarti semua kerabatnya
yang selama belasan tahun tetap bungkam dan mendustakan omongannya,
adalah salah satu sifat zionis illuminati.
Kerena kata ‘zionis’ begitu juga kata
‘illuminati’ kini mempunyai arti yang tambah meluas yang keduanya “di
daulat” oleh masyarakat dunia menjadi “kata sifat”, bukan lagi sebatas
ideologi suatu wilayah atau golongan, melihat cara kerjanya yang SAMA
untuk mengubur kebenaran dan menulis ulang sejarah palsu bahkan
memutar-balikkan sejarah. Nah, mari kita tunggu saja jawaban kedepannya.
Daftar Pustaka:
https://indocropcircles.wordpress.com/2014/05/03/mantan-kakostrad-kivlan-zen-mengaku-tahu-dimana-aktivis-1998-dibantai/