Editor : Bayu Galih
Sumber: Kompas.Com
WeBlog Dokumentatif Terkait Genosida 1965-66 Indonesia
"Terhadap empat naskah Supersemar yang ada saat ini, tapi keempat-empatnya belum ada yang asli," katanya, Senin 17 Maret 2014, berdasarkan arsip Antara.
"Saya yang mengetik, didampingi Sabur (ajudan utama Bung Karno). Bung Karno sendiri mondar-mandir sambil mendikte. Tanpa baju kebesaran, baju santai. Tidak pakai peci," ujar Ebram (hlm20).Ebram mengatakan Supesemar terdiri dari empat poin, yang diingatnya hanya pokok-pokoknya saja. Mengenai ajaran, koordinasi, dan laporan. Ebram tak menyebut pasti soal pembubaran PKI, apalagi pemindahan kekuasaan.
"Kita belajar dari Supersemar. Saya selalu mengatakan, jangan pernah menghujat Pak Harto," ucap Megawati, Januari silam, di hadapan kader-kadernya. Namun Megawati mengenang, saat itu Supersemar membuat sang ayah diturunkan dengan cara yang tidak baik. "Sangat tidak baik," ujar Megawati.
"Naskah otentik harus dicari. Ini akan menjadi pelajaran sejarah. Ketika kita beranggapan Soeharto diberikan mandat, mestinya ia menyelip di rumah Soeharto. Di Cendana," kata Asvi Warman, dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (11/3).
"Dan saat ini siapapun yang menemukan, akan mendapat hadiah Rp1 miliar. Itu jelas," tegas Asvi.Menurutnya, saat inilah semua masyarakat Indonesia mestinya berlomba-lomba mencari naskah asli Supersemar. Pemerintah, kata dia, tinggal membuktikan seberapa beranikah menggeledah isi kediaman Soeharto untuk memeriksa dokumen bersejarah tersebut.
"Kebenaran sejarah tetap perlu dibuktikan. Dapat atau tidak itu lain perkara. Itu kan belum dicari. Sudahkah di Cendana dicari?," kata Asvi menegaskan. (ain)
"Soeharto bukan Wakil Presiden dan saya tidak uzur. Saya tidak takut membubarkan PKI"
"Soeharto bukan Wakil Presiden dan saya tidak uzur. Saya tidak takut membubarkan PKI kalau memang PKI telah memberontak," kata Presiden Sukarno seperti dikutip Hanafi dalam bukunya, A.M. Hanafi Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto. Mestinya, tak ada alasan Soeharto tak minta persetujuan dan tanda tangan dari Presiden Sukarno karena Presiden ada di Istana Bogor, hanya berjarak satu jam berkendara dari Jakarta.
"Sampaikan kepada Presiden semua tindakan yang saya lakukan adalah atas tanggung jawab sendiri," Leimena, seperti dikutip dalam buku A.M. Hanafi, menirukan kata-kata Soeharto.
"Presiden diam dan kami pun terdiam. Om Jo menunduk melihat ke lantai," kata Hanafi.
"Saat itu saya masih SMP, jadi belum dilibatkan," kata Melani beberapa hari lalu.
"Sampaikan kepada Presiden semua tindakan yang saya lakukan adalah atas tanggung jawab sendiri"
"Saya melihat surat itu. Buktinya saya memang tidak bisa menunjukkan. Tapi saya berani berbicara di bawah sumpah bahwa saya melihatnya," kata Soebagio. "Anda bisa mencari kesaksian dari A.M. Hanafi. Atau dari Pak Tumakaka (J.K. Tumakaka, mantan Menteri/Sekretaris Jenderal Front Nasional)."
"Mereka secara tak bermoral hidup bermewah-mewah di tengah penderitaan rakyat."
"Tolong cepat gandakan dan cepat kembali," Sugiyanto menirukan perintah Ali dikutip dalam buku Rahasia-rahasia Ali Moertopo.
"Setelah itu saya tidak tahu lagi ada di mana Supersemar"
"Setelah itu saya tidak tahu lagi ada di mana Supersemar," kata Kolonel Sugiyanto.
“Pada hari itu juga timbul ketegangan yang luar biasa. Setelah mendengar siaran radio tersebut, Presiden Soekarno tampaknya marah dan telah memanggil semua Waperdam (wakil perdana menteri) ke Bogor,” ujar Maraden Panggabean dalam memoarnya Berjuang dan Mengabdi.
“Soeharto bukan Wakil Presiden, dan saya tidak uzur. Saya tidak takut membubarka PKI kalau memang PKI yang memberontak, tapi harus jelas dulu apa itu GESTOK, yang jelas baru Aidit yang keblinger,” demikian perkataan Sukarno sebagaimana dikisahkan Hanafi dalam A.M. Hanafi Menggugat: Kudeta Jend. Soeharto dari Gestapu ke Supersemar.
“Surat perintah sudah saya sampaikan kepada Letnan Jenderal Soeharto … di tangannya sendiri,” ujar Leimena. Leimena menerangkan respon Soeharto terkait Surat Perintah susulan Bung Karno yang diperantarainya. Soeharto hanya membalas dengan dingin dan secukupnya.
Kata Soeharto, “Sampaikan kepada Presiden, semua tindakan yang saya lakukan adalah atas tanggung jawab sendiri.”
“Jenderal Hartono diam saja. Presiden pun diam dan kami pun terdiam semuanya. Oom Jo –panggilan Leimena– menunduk melihat ke lantai,” kenang Hanafi. “Masing-masing dengan perasaan terharu ditimpa tragedi yang sama.”
“Surat Perintah hanya untuk mengamankan Jakarta, bukan untuk membubarkan PKI. Kok malah main tangkap,” kata Leimena kepada Soeharto sebagaimana dikutip Soebandrio dalam memoarnya.
“Bahwa Sukarno marah dan memanggil Soeharto ke Bogor ada informasi itu,” kata Asvi kepada Historia. “Tapi kenyataannya surat itu tidak pernah sampai ke tangan pers dan disiarkan. Kita juga tidak tahu apa surat pencabutan Supersemar itu betul-betul ada.”