Selasa, 26 Maret 2019

26 Maret 1968, Saat Soeharto Ditunjuk Gantikan Soekarno Jadi Presiden


26/03/2019, 18:24 WIB. 
Penulis : Aswab Nanda Prattama
Editor : Bayu Galih

Presiden Soeharto sedang panen bawang putih di Sembalun Lombok tanggal 15/10/1987.(KOMPAS/RAKA SANTERI)

Gejolak aksi mahasiswa pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965 cukup menggoyang pemerintahan. Soekarno yang mestinya memimpin rapat kabinet di Istana Merdeka pada 11 Maret 1966 harus segera pergi meninggalkan tempat.


Soekarno saat itu meninggalkan Istana Kepresidenan di Jakarta setelah mendapat laporan adanya pasukan liar yang bergerak di luar Istana. Setelah itu, tiga jenderal mendatangi Soekarno di Istana Bogor, yaitu Brigjen Amirmachmud, Brigjen M Jusuf, dan Mayjen Basuki Rachmat.

Pertemuan itu kemudian menghasilkan surat mandat yang diberikan Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku Menteri/Panglima Angkatan Darat.

Bermodalkan Supersemar, Soeharto tidak hanya memulihkan keamanan, tetapi juga secara perlahan mengambil alih kepemimpinan nasional.

Soekarno sempat menyikapinya dengan mengeluarkan pidato pembelaan yang dikenal dengan "Nawaksara". Namun, MPRS menolak pidato pertanggungjawaban itu. Soekarno pun diberhentikan sebagai Presiden pada 22 Juni 1966 dalam Sidang Umum ke-IV MPRS.

Soeharto kemudian ditunjuk sebagai "pejabat presiden" setahun kemudian, yaitu pada Maret 1967. Penunjukan berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967.

Posisi ini diemban Soeharto sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil pemilihan umum. Soeharto jadi presiden Selama menjadi pejabat presiden, Soeharto melakukan sejumlah perubahan terutama rencana pembangunan.

Berbagai sektor mulai dibenahi dan mengubah sistem yang ada pada era Soekarno. Mendekati pemilihan umum pada 1971, perbincangan hangat mengenai penunjukan Soeharto menjadi presiden penuh akhirnya muncul.

MPRS melakukan sidang untuk meresmikan kepemimpinan Soeharto. Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 23 Maret 1968, pada musyawarah pleno ke-IV MPRS, beberapa pihak menyuarakan pendapatnya untuk mengangkat Soeharto menjadi presiden secara penuh.

Mereka adalah perwakilan dari masing-masing partai dan wilayah di Indonesia. Tentunya, pengangkatan Soeharto jadi presiden harus disertai upaya menghilangkan nama S dalam MPRS, jadi MPR.
Akhirnya, terjadilah kesepakatan bersama pada 26 Maret 1968, Soeharto dinyatakan sebagai presiden penuh untuk memimpin Indonesia.

Adapun, mekanisme yang dilakukan MPRS adalah dengan menyiapkan segala sesuatu terkait pelantikan Soeharto. MPRS juga menyiapkan rancangan ketetapan baru untuk menjamin lancarnya pelantikan tersebut. Soeharto dilantik

Soeharto dilantik

Presiden Soeharto saat dilantik/disumpah menjadi Presiden.(Hendranto, Pat)

Presiden Soeharto saat dilantik/disumpah menjadi Presiden.(Hendranto, Pat) Sehari kemudian, Soeharto dilantik menjadi presiden ke-2 RI secara penuh.

Status pejabat presiden yang melekat padanya seketika berganti menjadi presiden.

Pada 27 Maret 1968, Soeharto menyampaikan pidato perdananya sebagai presiden ke-2 RI. Harian Kompas yang terbit pada 29 Maret 1968 menjelaskan, Soeharto dalam pidato perdananya menyatakan dua tema pokok:

Pertama, mengisi kemerdekaan dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kedua, menegakkan konstitusi termasuk mengembalikan demokrasi. Menurut Soeharto, kedua tema ini tak boleh dipertentangkan namun diserasikan satu sama lain.

Dalam upacara pelantikan selama 40 menit itu, Soeharto juga mengajak masyarakat untuk melaksanakan putusan-putusan SU (Sidang Umum) ke-V MPRS terutama bidang pembangunan.

Ke luar negeri Sehari setelah pelantikannya menjadi presiden, Soeharto mempunyai jadwal kunjungan ke luar negeri. Jepang dan Kamboja menjadi tujuan rombongan presiden. Khusus Jepang, kunjungan ini bertujuan untuk mencapai kerja sama ekonomi.

Rombongan terdiri dari 45 orang, yaitu para pejabat negara dan wartawan. Sebelum Soeharto berangkat, mandat untuk menjaga keamanan dan keselamatan negara diberikan kepada menteri negara Hamengkubuwono IX, sekaligus menjadi pejabat presiden.

Harian Kompas yang terbit pada 28 Maret 1968 menulis, Soeharto memberikan mandat kepada Hamengkubuwono IX untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari sebagai Kepala Negara selama berada di luar negeri.

Ia juga mempunyai wewenang sebagai menteri luar negeri karena Menlu Adam Malik juga ikut presiden ke luar negeri. Sejarah menarik tentang perjalanan kepemimpinan Soeharto hingga dia dijatuhkan oleh gerakan Reformasi 1998

Sumber: Kompas.Com 

0 komentar:

Posting Komentar