HUTAN MONGGOT

“Menurut taksiran, korban yang dieksekusi dan dibuang di lokasi ini tak kurang dari 2.000 orang”, kata saksi sejarah sambil menunjukkan lokasinya [Foto: Humas YPKP]

SIMPOSIUM NASIONAL

Simposium Nasional Bedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan yang pertama digelar Negara memicu kepanikan kelompok yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66; lalu menggelar simposium tandingan

ARSIP RAHASIA

Sejumlah dokumen diplomatik Amerika Serikat periode 1964-1968 (BBC/TITO SIANIPAR)

MASS GRAVE

Penggalian kuburan massal korban pembantaian militer pada kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66 di Bali. Keberadaan kuburan massal ini membuktikan adanya kejahatan kemanusiaan di masa lalu..

TRUTH FOUNDATION: Ketua YPKP 65 Bedjo Untung diundang ke Korea Selatan untuk menerima penghargaan Human Right Award of The Truth Foundation (26/6/2017) bertepatan dengan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Korban Kekerasan [Foto: Humas YPKP'65]

Tampilkan postingan dengan label Asset. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Asset. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 September 2018

Ketika Korban PKI dan Lingsang Geni Merajut Rekonsiliasi


Muhamad Ridlo - 28 Sep 2018, 04:01 WIB

Rubidi Mangun Sudarmo, eks-wakil komandan pasukan gabungan pembersihan PKI di area Gunung Wilis, Cilacap barat, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Akhir dasarian kedua September 2018 lalu, mendadak serombongan aktivis reforma agraria mampir ke rumah. Salah satunya, Karsiman, pria berusia 68 tahun.

Saya mengenalnya dua tahun lalu, saat para jurnalis Banyumas memfilmkan tragedi penangkapan dan perampasan tanah di Cikuya, Desa Bantar, Kecamatan Wanareja, Cilacap, Jawa Tengah, usai meletusnya peristiwa yang lantas dikenal dengan G30S/PKI.

Karsiman bercerita, usai meletusnya peristiwa 65, Rubidi Mangun Sudarmo, tokoh muda PNI Cilacap, diangkat menjadi wakil komandan pasukan gabungan operasi pembersihan dan pengamanan dari kalangan sipil di wilayah Cilacap bagian barat. Jabatannya mentereng, hanya satu tingkat di bawah komandan gabungan.

Tugasnya adalah melakukan operasi pembersihan PKI. Termasuk mengusir orang-orang yang tinggal di lokasi operasi sekitar Gunung Wilis, Cilacap. Demi tugas, ia bersedia mengusir tetangga kampungnya, yang dipastikan amat mengenal Rubidi.

Sosok Rubidi lantas menjadi momok. Hampir semua orang tahu siapa Rubidi. Belakangan, setelah operasi selesai, Rubidi sadar tanahnya juga turut terampas.

Ia pun kemudian menjadi pejuang reforma agraria sejak awal 2000-an. Di Organisasi Tani Lokal (OTL) itu, Rubidi bertemu dengan para korban yang dia usir dari kampungnya lantaran dituduh sebagai anggota PKI. Dendam membara di antara mereka.

Namun, mereka sadar berada di pihak yang sama. Ini soal tanah mereka yang terampas. Kemudian, mereka berdamai seiring waktu dan demi memperjuangkan hal yang sama.

Kembali ke Karsiman, ia adalah korban, dan salah satu saksi yang masih hidup. Kebanyakan telah meninggal dunia. Waktu peristiwa pengusiran dan perampasan terjadi, Karsiman baru berusia 15 tahun.

Meski masih berusia 15 tahun, Karsiman tak akan pernah lupa satu nama: Rubidi Mangun Sudarmo. Ia adalah komandan milisi, atau kelompok sipil yang dimobilisasi mengusir warga Cikuya yang dituduh menyembunyikan pelarian PKI.

Belakangan, penduduk kampung Cikuya sendiri dituduh sebagai anggota PKI. Sehingga sebagian besar lelaki dewasa di kampung itu ditangkap dan dibui tanpa pernah disidangkan. Karsiman tak ditangkap lantaran waktu itu dianggap masih kecil.

Kira-kira 45 tahun kemudian, untuk kali pertama sejak 1965, Karsiman dipertemukan dengan Rubidi. Pertama kali bertemu dengan Rubidi, Karsiman mengaku masih dendam. Maklum, ia menyaksikan bagaimana Rubidi memimpin kelompok milisi untuk mengusir warga, tanpa pandang bulu.
"Ya, saya gregetan. Pengin memukul. Enggak tanya saya. Saya bertanya itu paling baru empat tahunan," kata Karsiman. 
 Ia lantas bercerita betapa berat tragedi yang diderita masyarakat Cikuya pascaperistiwa 65 atau G30S/PKI.
Ketika Telunjuk Rubidi Memutuskan Hidup dan Mati

Karsiman, korban sekaligus saksi yang terusir dan terampas tanahnya lantaran dituduh PKI. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Warga Cikuya menggambarkan Rubidi sebagai ‘Lingsang Geni’ untuk menggambarkan betapa berkuasa dan agresifnya Rubidi muda waktu itu. Lingsang adalah hewan dua alam yang gemar berenang di air. Tabiatnya lincah dan tak pernah diam.

Lingsang Geni berarti Rubidi, orang yang lincah, agresif, sekaligus menakutkan. Tubuhnya bak berselimut kobaran api. Lidah dan telunjuknya bisa memutuskan hidup dan mati seseorang.
"Bertahun-tahun saya sudah tahu. Baru sekarang ini nongol setelah ada kelompok tani. Baru ini setelah ada Organisasi Tani Lokal (OTL). OTL ini, kan, ada tahun 2001," ucapnya.
Pria sepuh lainnya, Sandiarja (85), juga mengaku masih mendendam pada awalnya. Sandiarja dibui 11 bulan karena dituduh anggota BTI. Padahal, ia sama sekali tidak tahu apa BTI atau PKI. Bahkan, hingga kini ia buta huruf.
Ia berusaha membuka hati untuk memaafkan. Ia menyerahkan kisah perseteruannya dengan Rubidi kepada waktu.

Namun, tak mendendam bukan berarti juga berbaik-baik mulut. Sandiarja tak pernah mau menyapa Rubidi.
"Lha buat apa tanya, bertemu ya sudah. Paling saya membatin seperti ini, ‘Oh, ini orangnya’. Sampai sekarang lah," ujar Sandiarja, waktu itu.
Nasib kemudian memang menautkan Rubidi, Karsiman, Sandiarja, Ratmini, dan seluruh korban pengusiran yang tersebar di sejumlah desa, seperti Caruy, Karangreja, Kelapagading, Mulyadadi, Sidasari dan Bantarsari.
Karena Rubidi, sang komandan milisi, juga dirampas tanahnya.

Rubidi berkilah, tak mungkin baginya menolak jabatan prestisius itu lantaran pilihannya waktu itu adalah hidup atau mati. Jika dia menolak tugas, itu artinya mati. Sebab, waktu itu yang benar-benar berkuasa adalah militer.

Pada November 1965, dia menerima jabatan wakil komandan pasukan gabungan dari kalangan sipil. Tugas utamanya adalah memindahkan, atau lebih tepat mengusir warga yang berada dalam radius tapal kuda operasi. Di ditunjuk oleh Letnan Kolonel Arifin, pejabat militer komandan tertinggi operasi keamanan.
“Tugas saya yang pokok, yang saya emban, adalah mengembalikan masyarakat kembali seperti semula. Artinya yang punya rumah ya kembali ke rumah, yang bertani ya kembali bekerja bertani. Makanya disebut sebagai operasi keamanan,” Rubidi menerangkan.
Akan tetapi, Rubidi mengaku tak sekali pun membunuh. Bahkan, termasuk ketika ia ditawari gagang pistol untuk mengeksekuasi anggota PKI di jembatan Ciliwung.

Akhir Perseteruan Korban Pengusiran dan Perampas

Rubidi Mangun Sudarmo, sang Wakil Komandan pembersihan menunjukkan lokasi eksekusi anggota PKI di Jembatan Sungai Cikawung, Bantar, Wanareja, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Adapun tugas lainnya sukses besar. Area Gunung Wilis dan sekitarnya benar-benar bersih. Area ini ini lantas dikuasai tentara.

Usai memimpin operasi dengan gilang-gemilang, ia justru kehilangan asetnya yang berharga. Namun, Rubidi mengaku sudah tidak memiliki kekuatan lagi untuk melawan.

Rubidi kemudian menjadi aktivis reforma agraria. Karena dia paham bahwa tanah-tanah yang dirampas adalah tanah hak rakyat, yang dibuka oleh masyarakat jauh hari sebelum kemerdekaan.
"Tanah dibuka oleh masyarakat. Menurut hukum. Itu berlaku di seluruh dunia bahkan tidak hanya di Indonesia. Kalau di Sumatera, itu yang disebut sebagai tanah ulayat," dia menerangkan.
Rubidi pun mengaku tak lagi ada dendam antara dia dengan warga Cikuya. Karena, mereka saat ini sama-sama menjadi pejuang reforma agraria meski di lokasi yang berbeda. Karsiman dan rekan di Kecamatan Wanareja, sementara Rubidi di Kecamatan Cimanggu.

Bahkan, kepada salah satu anak keturunan pejabat PKI yang saat ini menjadi sesama pejuang pun, ia tidak mendendam. Dulu, oleh orang itu, ia mengaku sudah ditarget bunuh.

Begitu pula dengan Karsiman, ia mengaku saat ini sudah tidak lagi menyimpan dendam kepada Rubidi. Ia merasa senasib sepenanggungan. Dia justru mengaku banyak belajar dari Rubidi.
"Apalagi sekarang dia sudah menjadi kawan seperjuangan. Dia mendukung kelompok Sumber Tani. Dia kan ikut kelompok sana. Kemudian, dia juga bisa menjabarkan kronologi persoalan yang ada di wilayah sana," Karsiman menjelaskan.

Kamis, 15 Desember 2016

Bungkam Lama, Korban Peristiwa 1965 Kini Pertanyakan Status Tanah


Aris Andrianto - 15 Des 2016, 12:04 WIB


Cilacap – Korban peristiwa 65 yang sejak 1965 tinggal di barak pengungsian meminta kejelasan status tanah yang selama ini mereka tempati. Mereka kini tersebar di sejumlah tempat di Cilacap barat.
"Kami selama ini tinggal di tanah dampungan atau tampungan semacam barak pengungsi karena tanah kami dirampas negara," kata Saudah, salah satu warga Dampungan di Desa Caruy Kecamatan Cipari Cilacap, Selasa, 13 Desember 2016.
Saudah mengatakan, sejak mendiami kampung tersebut pada 1965, tak pernah sekalipun mereka mendapat penjelasan dari pihak perkebunan maupun pemerintah soal status kepemilikan tanah. Mereka, kata Saudah, mengaku takut untuk menanyakan status tanahnya tersebut.
"Selama ini, warga dampungan masih dianggap sebagai eks anggota PKI atau keturunan PKI," kata dia.
Saudah menjelaskan, mereka pindah ke dampungan karena dipaksa petugas perkebunan dan tentara pada 1965. Sedangkan, status tanah dampungan itu tak jelas kepemilikannya.

Ketua Dewan Pembina Serikat Tani Mandiri Cilacap Petrus Sugeng mengatakan di Cilacap bagian barat, setidaknya ada enam kampung konsentrasi untuk penduduk yang diusir dari tanah garapannya.
"Mereka tersebar di sejumlah kecamatan, yakni Kecamatan Cipari, Cimanggu, Majenang dan Kecamatan Wanareja," ujar dia.

Sugeng mengungkap, masing-masing keluarga yang diusir dari tanahnya mendapat tanah pengganti seluas 35 ubin atau setara dengan 492 meter persegi pekarangan. Berapapun luas tanah garapan warga, oleh tentara diganti dengan lahan seluas itu.

Sedangkan, kepemilikan tanah itu hingga kini tidak pernah jelas. Tetapi, kata Sugeng, permukiman Kampung Dampungan masuk ke peta Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang menggarap tanah tersebut. Antara lain, PT JA Watie, PTPN IX dan Perkebunan rumpun Sari Antan (RSA).

Sugeng menambahkan, dari enam Kampung Dampungan, hanya satu kampung yang sudah resmi menjadi hak milik warga, yakni Kampung Dampungan Mulyadadi atau yang sekarang disebut Dusun Cigatel.

Mereka mendapat legalitas tanah setelah ada pembebasan lahan pada 2002 hingga 2006 melalui perjuangan Kelompok Tani Korban Ciseru Cipari (Ketan Banci) yang dibentuk pada 1998. Kampung tersebut masuk dalam 25 hektare tanah yang diredistribusi di Cipari.

Jumat, 21 Januari 2011

Danrem 101/Ant terima aset milik Asing (Cina)


21 Jan 2011


Bertempat di ruang Yudha Korem 101/Antasari Kakanwil XII Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Banjarmasin Bapak Hadi Purnomo menyerahkan salinan Surat Keputusan Menten Keuangan terkait Aset Bekas Asing/Cina (ABW1/41C) yang dikuasai Korem101/Antasari. dengan cara pemantapan status hukum menjadi Barang Milik Negara, kepada Kementerian Pertahanan/TNI AD Cq. Komandan Korem 101/Antasan.

Dalam sambutannya Danrem 101/Antasari Kolonel Inf M. Herindra, M.A dianataranya menyampaikan ucapan selamat datang kepada Kepala Kanwil DJKN beserta rombongan di Makorem 101/Ant dan ucapan terimakasih atas jerih payah selama ini telah menyelesaikan aset-aset yang bermasalah. Turut hadir dalam acara tersebut Dandim 1007/Banjarmasin, Dandenzibang Banjarmasin, para Kasi Korem 101/Antasari

Sementara Kakanwil DJKN dalam sambutannya mengatakan bahwa ast-aset tersebut adalah aset yang dikuasai Negara yang berasal dan bekas, MIlik Asing yang telah dinasionalisasi berdasar penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1962 dan Nomar 4 tahun 1962. Perkumpulan-perkumpulan Cina yang dinyatakan terlarang dan dibubarkan dengan Peraturan Penguasa Perang Pusat melalui Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor PRT/032/PEPERPU/1958 jo Keputusan Penguasa Perartg Pusat Nomor KPTS/PEPERPU/0439/1958 jo Undang-undang Nomor 50 Pip Tahun 1960.

Perkumpulan-perkumpulan yang menjadi sasaran aksi masa/kesatuan-kesatuan aksi tahun 1965/1966 sebagal akibat keterlibatan Republik Rakyat Tjina (RRT) dalam pemberontakan G 30 S/PKI yang diterbitkan dan dikuasai oleh Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah sehingga asetnya dikuasasi negara melalui Instruksi Radiogram kaskogan Nomor T-0403/G-5/5/66.

Adapun ABMA/C yang telah ditetapkan oleh Menten Keuangan untuk dimantapkan statusnya menjadi BMN dan diserahkan kepada KOREM 101/Antasan adalah Nomor 89/KM 6/2011 tanggal 15 Juli 2011 tentang Penyelesaian Status Kepemilikan Aset Bekas Milik Asing/Cina Pepabri luas tanah 2 122 m’ di Jalan Bngjen Katamso Kelurahan Kertak Baru Kecamatan Banjar Barat Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan dengan cara pemantapan status hukum menjadi Barang Miluk Negara, kepada Kemeterian Pertahanan/TNI AD Cq Komandan Korem 101/Antasan, Nomor 90/KM 6/2011 tanggal 15 Juli 2011 tentang Penyelesaian Status Kepemilikan Aset Bekas Milik Asing/Cina

Kantor Minpers luas tanah 3 526 m’ di Jalan Kapten Pierre Tendean Kelurahan Seberang Mesjid Kecamatan Banjar Timur Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan dengan cara pemantapan status hukum menjadi Barang Milik Negara, kepada Kemetenan Pertahanan TNI AD Cq Komandan Korem 101/Antasari. Nomor 91/KM 6/2011 tanggal 15 Juli 2011 tentang Penyelesaian Status Kepemilikan Aset Bekas Milik Asing/Cina Makoramil luas tanah 1 445 m2 di Jalan KS. Tubun Kelurahan Kelayan Barat Kecamatan Bamar Selatan Kota Banjarrnasin Provinsi Kalimantan Selatan.(Penrem 101/Ant)