Jumat, 03 Juni 2016

Aktivis dan Akademisi di Istana Dinilai Tak Berguna dalam Dorong Perubahan

Jumat, 3 Juni 2016 | 16:35 WIB

Dosen departemen politik dan pemerintahan UGM Amalinda Savriani. Foto: Fabian Januarius Kuwado

JAKARTA, KOMPAS.com — Kehadiran sejumlah aktivis dan akademisi di lingkungan Istana Kepresidenan dianggap sebagai peluang untuk mendorong perubahan di sektor demokrasi birokrasi.
Namun, dosen dari Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Amalinda Savirani, merasakan hal yang sebaliknya. Kehadiran mereka dianggap tidak ada gunanya.
"Kita punya teman di Istana, tapi mereka itu kayak enggak berguna," ujar Amalinda dalam peluncuran buku Reclaiming the State di Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Amalinda mencontohkan, saat sejumlah aktivis membuka komunikasi dengan "rekan" mereka di lingkungan Istana tentang persoalan yang ada, bukan solusi yang didapat para aktivis, malah sebaliknya.
"Saat kami ingin cari informasi soal isu publik. Melalui WhatsApp misalnya, dia malah balas dengan emoticon mulut terplester," ujar Amalinda.
Peneliti senior PCDpress Willy Purna Samadhi menilai, keberadaan aktivis di lingkungan presiden sebenarnya memang bisa membuka peluang untuk mendorong perubahan.
Minimal, isu-isu yang membumi atau yang bersentuhan langsung dengan rakyat dapat langsung diketahui orang nomor satu di Indonesia sehingga segera ditemukan solusinya.
"Namun, ini soal bagaimana mereka jangan dibiarkan sendiri. Kalau enggak buru-buru kita temani, bisa-bisa mereka terkooptasi," ujar Willy.
Oleh sebab itu, Willy berpendapat, harus ada aturan teknis yang mengatur pola komunikasi antara para aktivis dan rekan mereka yang kini menjadi "all the president's men".
Penulis: Fabian Januarius Kuwado
Editor : Bayu Galih
 
http://nasional.kompas.com/read/2016/06/03/16354541/aktivis.dan.akademisi.di.istana.dinilai.tak.berguna.dalam.dorong.perubahan

0 komentar:

Posting Komentar