Jumat, 03 Juni 2016

Kivlan Zen, Benarkah Pernyataan Anda

Surat terbuka Gus Ubaidillah Achmad, Suluk Kiai Cebolek

Saya bukan jenderal, karena itu saya tidak berani menuduh seperti jenderal Kivlan Zen lakukan seperti di media "umat Islam" Panjimas. Saya seorang yang bekerja di UIN Walisongo yang terikat dengan prinsip dan aturan akademik, sehingga tidak boleh berbicara tanpa data yang benar. Sebagai seorang jenderal, sudah seharusnya menjaga ideologi Pancasila bersama para santri dan akademisi. 

Pancasila harus selalu kita jaga bersama. Kenapa jenderal justru bersama para Ustadz yang mendukung gerakan HTI, yang jelas-jelas mengibarkan bendera khilafah Islamiyah. Jendaral, saya kira bisa bertanya kepada teman di HTI, apakah tujuan dari sistem yang akan dibangun oleh Khilafah Islamiyah? Tentu sudah banyak tertulis di spanduk dan selebaran dan jelas mereka menegaskan ingin mendirikan negara Islam dan mengganti ideologi Pancasila yang mereka sebut sebagai ideologi thagut

Pantaskah seorang jenderal bersama para ustadz yang mendukung mereka yang mengatakan, bahwa semua umat islam yang mempercayai Pancasila akan masuk neraka semua. Banyak pidato-pidato propaganda HTI yang mengajak umat Islam membuat negara Islam di Indonesia. 
Jendaral Kivlan Zen, semoga antum tidak berkepanjangan menyebarkan propaganda dengan menuduh UIN sarang komunis, pesantren sudah kemasukan komunis. 
Bagaimana mungkin jenderal? pesantren menolak mereka yang ingin belajar dan menghayati ilmu hakikat dan ilmu kaweruh untuk mencapai manusia sejati. Siapa pun mereka yang ingin belajar.

Siapa pun tidak boleh menolak mereka yang belajar di pesantren. Karenanya, meski para kiai pernah dibenturkan dengan gerakan komunis oleh orang yang tidak bertanggung jawab, para Kiailah justru yang kali pertama membuka diri untuk saling memaafkan dan menerima anak-anak mereka belajar di pesantren. Jenderal, pamhamilah jika ada dosa pada seseorang, maka pesantren tidak mengenal dosa turunan.

Jika belum ada kejahatan yang secara langsung dilakukan oleh seseorang, maka tidak boleh mengaitkan kejahatan yang dilakukan orang tua menjadi bentuk kejahatan anaknya. HTI sudah terus terang ingin membuat negara Islam, pantaskah jika ada seorang jenderal justru berbalik menuduh lembaga pesantren yang menerima ideologi pancasila menjadi sarang ideologi komunis. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berkarakter, sehingga semua yang masuk pesantren harus belajar dengan karakter pesantren dalam beragama dan membela bangsa. Karenanya, tepat jika ada hari santri di Indonesia, sebab jasa pesantren terhadap bangsa sangat besar.

Jenderal, saya tidak paham maksud pernyataan antum di Panjimas dan di beberapa seminar bersama umat Islam yang suka mengkafirkan dan menuduh bid'ah dlalalah pada sikap kiai dan santri itu. Sudah seharusnya melakukan seleksi dengan penuh bijaksana, bagaimana keterlibatan berserikat seorang jenderal bersama masyarakat menjadi lebih bersahaja dan tepat [?] sebab semua jenderal bersumpah akan menjaga ideologi pancasila. 

Sedangkan, para santri sepenuh hati menerima ideologi pancasila. Ingat, jenderal, berpegang pada ideologi kebangsaan bersama santri dan pesantren, bukan berarti tidak boleh membaca hikmah kehidupan dari siapa pun dan dari peristiwa apapun. Para pengasuh pesantren harus berjuang membela bangsa, membuka dialog dan menerima siapa pun yang ingin belajar, ternyata menjadi sasaran tuduhan antum yang tidak bertanggung jawab.

Berhentilah berkata kata sebelum memahami realitas di lapangan. Apakah karena sebuah kepentingan seseorang boleh berkata mengganggu ketenangan masyarakat? 
Pernahkah ada deklarasi pesantren anti pancasila, perguruan tinggi anti pancasila. Hingga kini, kita belum pernah melihat pesantren dan perguruan tinggi bersikap seradikal itu. Justru, yang sudah jelas, adalah deklarasi HTI sebagai mereka yang ingin mendirikan negara Islam. Kami, pesantren, dan UIN mencintai pancasila. Mencintai pancasila merupakan bentuk sikap bid'ah yang penuh dengan kenikmatan. Kami punya prinsip, hubbul wathan min al iman
Mencintai negara adalah sebagian dari iman.

Rembang, 28 Mei 2016

[https://www.facebook.com/nursyahbani.katjasungkana/posts/10209337482543709]

0 komentar:

Posting Komentar