Hendri F. Isnaeni | 04 Mei 2010
Persatoen Rakjat
Djelata mengubah diri jadi Partai Rakjat Djelata. Ikut Tan Malaka jadi Partai
Murba.
PARTAI Rakjat Djelata (PRD) yang diketuai oleh St Dawanis
kian aktif di panggung politik nasional. Setelah sempat berseteru dengan Partai
Komunis Indonesia (PKI) soal tuduhan adanya “pihak musuh yang hendak
mengacaukan dan membingungkan rakyat”, partai yang sekretaris jenderalnya
dijabat oleh Pandu Kartawiguna itu menggabungkan diri ke dalam Persatuan
Perjuangan pimpinan Tan Malaka.
Bersama partai Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI),
Partai Wanita Rakjat, Angkatan Comunis Muda (Acoma), Partai Rakyat Indonesia,
dan Laskar Rakyat Jawa Barat, PRD menolak Kabinet Syahrir II yang mengadakan
Perjanjian Linggarjati di selatan Cirebon pada 10 November 1946.
Pada 27 Juni 1947 Syahrir mengundurkan diri dan
digantikan Amir Syarifuddin pada 3 Juli 1947. Tak lama kemudian Kabinet Amir
jatuh karena perjanjian Renville. Amir menyerahkan mandatnya pada 23 Januari
1948. Setelah itu, Presiden Sukarno menunjuk wakilnya, Mohammad Hatta, untuk
membentuk kabinet baru. Hatta berusaha membentuk kabinet koalisi dengan merangkul
semua partai.
Sayap kiri menuntut empat kursi, termasuk jabatan Menteri
Pertahanan. Hatta tak mengabulkannya karena mendapat tentangan dari Masyumi.
Akhirnya pada 31 Januari 1948 Kabinet Hatta diumumkan. Hatta sebagai Perdana
Menteri merangkap Menteri Pertahanan. Kabinet ini didukung oleh Masyumi, PNI,
Partai Katolik, dan Parkindo. Satu-satunya anggota sayap kiri yang duduk di
kabinet adalah Supeno atas nama perseorangan. Dia menjabat Menteri Pembangunan dan Pemuda.
Amir Syarifuddin yang tersingkir melancarkan oposisi dan
membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR). FDR merupakan gabungan partai dan
organisasi sayap kiri: Partai Sosialis (PS), PKI, Pesindo, Serikat Organisasi
Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), dan BTI. Organisasi itu dituduh berada di
balik peristiwa Madiun 1948.
Untuk mengimbangi FDR, pemerintah Hatta membebaskan
tokoh-tokoh pro Tan Malaka dari penjara karena terlibat Peristiwa 3 Juli 1946.
Pada 6 Juni 1948, Tan Malaka mendirikan Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) dengan
pimpinan Dr Muwardi, Wakil Ketua Sjamsu Harja Udaja, dan Sekretaris Chairul
Saleh.
Geoffrey C. Gunn dalam New World Hegemony in
the Malay World, menyebut GRR terdiri dari gabungan PRD, Partai Rakjat
pimpinan Maruto Nitimihardjo, Persatuan Marhaen Indonesia (Permai), Laskar
Rakjat Djawa Barat, Persatuan Invaliden Indonesia, Partai Buruh Merdeka
pimpinan Sjamsu Harja Udaja, Partai Wanita Rakjat, Barisan Banteng Republik
Indonesia pimpinan dr Muwardi, dan Acoma pimpinan Ibnu Parma.
Setelah PKI ditumpas pada Peristiwa Madiun 1948, GRR
kemudian melakukan konsolidasi. Pada 3 Oktober 1948, GRR dengan partai sehaluan
seperti PRD, Partai Rakjat, Partai Buruh Merdeka, Acoma, dan Partai Wanita
Rakyat berfusi menjadi Musyawarah Rakyat Banyak (Murba).
Kongres peleburan partai itu baru dilaksanakan pada 7
November 1948. Tan Malaka, sebagai tokoh sentral gerakan tersebut, hadir. Dalam
pidatonya, Tan Malaka mengatakan,
“Kalau saudara kembali ke kampung, saya harap melaksanakan peleburan itu, seperti sudah terlaksana antara pucuk pimpinan yang sudah banyak memperlihatkan goodwill. Walaupun sekarang bisa dilihat begitu, tetapi juga saudara kalau sudah sampai di cabang, di desa dilupakan, bahkan saudara Maruto Nitimihardjo adalah bekas ketua Partai Rakjat, saudara Sjamsu Harija Udaja Ketua Partai Buruh Merdeka, saudara St Dawanis ketua Partai Rakjat Djelata, tetapi mereka adalah pemimpin saudara-saudara lainnya semua. Supaya saudara di desa menerangkan bahwa mereka bukan pemimpin dari Partai Rakjat, atau Partai Buruh Merdeka atau Partai Rakjat Djelata, melainkan pemimpin Partai Murba.”
Tan Malaka sendiri memilih untuk tidak menjadi ketua
Partai Murba. Ia tetaplah seorang yang berada di balik layar, sebagaimana
kebiasaan yang telah melekat pada dirinya selama bertahun-tahun hidup dalam
kejaran.
Sukarni duduk sebagai ketua Murba didampingi St. Dawanis
sebagai wakilnya. Tan menaruh harapan tinggi kepada kader-kadernya untuk
memajukan Partai Murba yang baru saja dibentuknya. Dalam pidato itu dia bahkan
memuji St Dawanis, Ketua PRD, dan Pandu Kartawiguna, Sekjen PRD, yang juga jadi
pengurus Murba.
“Sdr Dawanis yang datang dari Jakarta dan Jatinegara terpaksa menyeludup ke sana-sini, yang terpaksa melalui penjara Belanda, baru sampai ke sini; didampingi oleh sekretaris jenderalnya yang dia kenal dari dulu, yang tidak banyak bicara, tetapi meminta bukti, ialah Pandu Karta Wiguna,” imbuh Tan Malaka.
Pada pemilu pertama 1955, PRD maju menjadi peserta
pemilihan umum dan berhasil meraih satu kursi, sementara Murba meraih dua
kursi.
Sumber: Historia
0 komentar:
Posting Komentar