Kamis, 21 April 2016

Beribu Ingatan Tumiso akan Buru


Suriyanto, CNN Indonesia | Kamis, 21/04/2016 19:04 WIB

Seorang anak bermain disekitar dermaga lama Pelabuhan Namlea, Pulau Buru. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Buru, CNN Indonesia -- “Sekarang sudah banyak rumah beratap seng, dulu rumah seng dan atapnya papan hanya milik komandan”
Ungkapan tersebut keluar dari mulut Tumiso, bekas tahanan politik Pulau Buru saat kembali lagi ke pulau pengasingan tersebut. 47 tahun silam, saat ia pertama kali datang ke Buru, rumah paling mewah yang ada cuma beratap seng dan berdinding papan.

Warga menghabiskan senja di pelabuhan baru Namlea, Pulau Buru. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Rumah tersebut cuma bisa dimiliki oleh petinggi militer atau pejabat setempat. Untuk orang biasa, rumah terbuat dari pelepah daun sagu atau gaba-gaba. Sementara daun sagu kering dimanfaatkan untuk menjadi atap rumah.

Daerah paling ramai di Buru adalah Namlea. Kecamatan Namlea merupakan ibu kota Kabupaten Buru. Di sinilah denyut perekonomian dan aktivitas pemerintahan Buru berada.

Di Namlea ada terdapat pelabuhan penyeberangan. Ada yang melayani penyeberangan ke Kota Ambon, ada pula kapal yang melayani penyeberangan antarpelabuhan di Buru, ada juga yang melayani penyeberangan ke luar Maluku.

Menurut Tumiso, sejak dulu ia tiba di Buru, Namlea memang daerah paling ramai. Namlea adalah kota pelabuhan sehingga menjadi persinggahan kapal-kapal yang berlayar di parairan Maluku.

Namun Namlea sekarang jauh berbeda dengan Namlea yang dulu. Kemajuannya cukup pesat. Sebagai pusat pemerintahan di Namlea kini telah berdiri gedung pemerintahan dan infrastruktur lainnya.

Jalan lebar yang menghubungkan Namlea dengan daerah pedalaman buru juga sudah dibangun. Padahal dulu untuk menuju beberapa daerah di pedalaman Buru, masyarakat mengandalkan jalur laut sebelum masuk ke muara Sungai Waeapo.

Pemandangan di kawasan Desa Tatanggo, Pulau Buru. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)


Jalur air juga yang dulu dimanfaatkan para tapol saat pertama kali datang. Tumiso yang saat itu masuk dalam tim penjelajah pertama, menaiki landing craft untuk bisa menjangkau kawasan belantara Buru yang kelak bakal menjadi unit-unit tahanan.

Kini jalan dibangun, dari Namlea menuju Kecamatan Waepo yang berjarak sekitar 40 km hanya dibutuhkan waktu 45 menit. Namun pengendara tak disarankan memacu kendaraanya dengan kecepatan tinggi meski jalanan lengang.

Pasalnya, masih banyak ternak seperti kambing dan sapi berkeliaran yang tiba-tiba menyeberang tanpa memperhatikan kendaraan yang melintas.
Di Kecamatan Waepo, lokasi yang dulu merupakan unit-unit tahanan, kini sudah ramah dihuni para transmigran yang kebanyakan berasal dari Jawa.

Sampai sekarang, nama-nama unit masih banyak dipakai warga sekitar dibandingkan nama resmi desa. Misalnya, nama Unit XV atau unit XVI masih banyak dipakai untuk daerah di Desa Waekasar.

Di kanan dan kiri jalan banyak ditemui hamparan sawah. Buru memang salah satu lumbung padi untuk kawasan Indonesia Timur. Sejak kedatangan para tapol pada tahun 1969, sawah memang terus dicetak di Buru.

Luas sawah di Buru saat ini menurut Tumiso diperkirakan sudah tiga kali lipat dibandingkan dahulu. Selain dicetak menggunakan mesin, saat ini banyak transmigran yang mengelola. Bandingkan dengan jaman dulu saat tapol hanya menggunakan cangkul untuk mencetak sawah.

Belasan ribu tapol diperkirakan Tumiso saat itu bisa mencetak 2.500 hektare sawah dengan kemampuan produksi sekitar 3 ton per hektare.

Dalam situs resmi Kabupaten Buru, tahun 2014 tercatat ada 7.207 hektare sawah dengan jumlah produksi padi 17 ribu ton. Jumlah sawah di Buru ditargetkan terus bertambah hingga 10 ribu hektare. Potensi pertanian yang ada membuat Buru dicanangkan menjadi lumbung padi untuk Maluku.

Proses pembuatan minyak kayu putih secara tradisional, Waeapo, Pulau Buru. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Selain padi, Buru sejak dulu dikenal sebagai penghasil minyak kayu putih. “Jangan mengaku pernah datang ke buru kalau tak bawa minyak kayu putih”, ungkapan tersebut masih berlaku di Buru.
Di bukit-bukit yang ada di Buru, sangat mudah menemukan pohon kayu putih. Daun pohon kayu putih tersebut yang dimanfaatkan untuk membuat minyak.
Pulau Buru saat ini terbagi dalam dua wilayah yakni Kabupaten Buru dan Kabupaten Buru Selatan. Dengan luas 8.473,2 km persegi, Buru saat ini didiami oleh lebih dari seratus ribu jiwa.

Selain warga asli Buru, banyak pendatang di pulau ini terutama para transmigran yang datang sejak 1979. Di Buru akan sangat mudah di temui suku Jawa karena banyaknya transmigran berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Apalagi sejak adanya tambang emas tradisional beberapa tahun lalu. Sebelum tambang emas dilarang, Buru ibarat magnet bagi orang-orang dari sebagian Jawa dan wilayah Timur Indonesia untuk mengadu nasib. Warga setempat juga sempat meninggalkan sawah mereka untuk mencari peruntungan menambah emas.

Aktivitas menambang emas dikawasan Desa Gogorea, Pulau Buru. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Kabupaten Buru terbentuk pada tahun 1999 bersamaan dengan terbentuknya Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Tahun 2008 ada pemekaran wilayah. Pulau Buru kini dimekarkan dengan adanya satu lagi kabupaten yakni Kabupaten Buru Selatan dengan ibu kota Namrole.

Dengan luas satu setengah kali luas Pulau Bali, Buru diwacanakan menjadi provinsi sendiri lepas dari Provinsi Maluku. (sur)

0 komentar:

Posting Komentar