Kamis, 21 April 2016

Puing Penjara Politik Orde Baru di Pulau Buru

CNN Indonesia | Kamis, 21/04/2016 13:21 WIB




BuruCNN Indonesia -- Tak mudah menemukan sisa-sisa "penjara" tahanan politik Orde Baru di Pulau Buru. Barak-barak tempat para tapol yang dituduh terlibat P
artai Komunis Indonesia tak bisa lagi ditemukan. Bahkan lokasi persisnya diperkirakan telah menjadi sawah dan hutan jati.

Namun diantara yang nyaris musnah, masih ada beberapa bangunan yang tersisa. Satu diantaranya bahkan menjadi semacam monumen kenangan keberadaan penjara tapol di Buru.

Gedung Kesenian di Desa Savana Jaya tempat kegiatan tapol dulu. Bangunan sudah dipugar dan diperbaharui. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Bangunan yang masih ada hingga kini adalah balai kesenian di Desa Savana Jaya. Sesuai dengan namanya, bangunan ini dulunya dipakai tapol untuk berkumpul dan beraksi.

"Di sana dulu kami, tapol asal Jawa Timur biasa mentas ludruk," kata bekas tapol Pulau Buru Tumiso.

Namun Bentuknya belum semegah sekarang. Ukuran dan bentuknya memang tak berubah, namun sekarang sudah dibangun kembali secara permanen.

Bekas tapol lain Yadiono mengatakan, dulu pilar-pilar balai tersebut dari batang kayu besar dan beratapkan senng. Namun sekarang sudah menggunakan tiang beton. "Sekarang bentuk bangunannya lebih bagus," kata Yadiono yang tinggal di belakang balai kesenian itu.

Kondisinya cukup terawat meski di bagian dalamnya kurang dijaga kebersihannya. Balai kesenian ini masih dipakai untuk acara desa,

Balai kesenian ini dibangun di tanah lapang di Desa Savana Jaya. Keberadaanya mudah ditemukan karena terletak persis di tepi jalan utama di Pulau Buru.

Tak jauh dari balai kesenian ini, terdapat monumen yang dibangun tentara. Dalam monumen tersebut tertulis "Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa. Desa diresmikan oleh Bapak Panglima Kopkamtib Djenderal TNU M Panggabean pada tgl: 20 Djuni 1972 dengan nama SAVANA DJAJA".

Dalam momunen tersebut juga dituliskan bahwa proyek Savana Jaya proyek pertama yang dibangun di daerah Waepo.

Masih di Desa Savana Jaya, salah satu sisa keberadaan penjara di Buru adalah momumen peresmian tempat rekreasi Pantai Sanleko. Monumen dibuat oleh Komandan Unit IV. Unit IV merupakan nama lain dari Savana Jaya, salah satu unit tahanan tapol Pulau Buru.

Dalam monumen tersebut tertulis bahwa taman yang diresmilan diberi nama Taman Ria Jaya Bhakti. Yang meresmikan adalah Komandan Tempat Pemanfaatan Buru Letnan Kolonel AS Rangkuty pada tanggal 2 Juli 1972.

Sebagai tempat pengasingan tapol, Pulau Buru awalanya diberi nama Tempat Pemanfaatan atau disingkat Tefaat. Belakangan nama ini ini diubah menjadi Instalasi Rehabilitasi Pulau Buru disingkat Inrehab Buru.

Tugu Taman Ria Jaya Bhakti yang terdapat di kawasan Pantai Sanleko, salah satu lokasi pendaratan para tapol khususnya Unit IV, Pulau Buru. (CNN Indonesia/Suriyanto)

Pantai Senleko sendiri merupakan pantai pendaratan tapol. Namun tapol yang didaratkan di Sanleko bukan tapol gelombang pertama. Gelombang awal tapol datang didaratkan di Namlea.

Menurut Tumiso, Pantai Senleko digunakan untuk pendaratan tapol yang kebanyakan berusia muda. Mereka selanjutnya ditampung di Unit IV Savana Jaya.

Kini Sanleko menjadi salah satu tempat wisata di Buru. Namun hanya hari-hari tertentu pantai ini ramai seperti saat lebaran atau malam pergantian tahun.

Jejak penjara tapol selanjutnya adalah lahan Markas Komando Instalasi Rehabilitasi Pulau Buru berdiri. Markas Komando sering disingkat Mako kini menjadi daerah di sekitar dulu dimana markas itu berdiri.

Mako hingga sekarang bisa dikatakan menjadi pusat kawasan yang dulu jadi tempat pengasingan tapol.

Bangunan Mako sekarang sudah tidak tersisa. Bekas tapol yang kini menetap di Mako, Dasipin menunjukan lokasi di mana dulu Mako berdiri.

Di lokasi tersebut kini hanya berupa lahan terbuka dipenuhi rumput liar. Beberapa ekor sapi terlihat ditambatkan di tanah tersebut. Untuk mencegah sapi berkeliaran, dipasangi pagar kawat berduri di tanah terbuka tersebut.

Dulunya, kata eks tapol Buru, Dasipin, di atas tanah tersebut ada beberapa bangunan besar yang terdiri dari bagian aula pertemuan, bagian teknik, motoris, kru kapal penyeberangan, dan beberapa bangunan unit nonpertanian.

Ada pula bangunan untuk tinggal Komandan Mako serta barak tentara penjaga serta barak untuk para tapol. Di salah satu barak tapol di sini, sastrawan Pramoedya Ananta Toer pernah tinggal dan menulis karya besarnya Tetralogi Pulau Buru.

Bangunan Mako dibongkar oleh tentara saat pra transmigran datang pada tahun 1980. Hampir tak ada yang tersisa atas lahan tersebut. Hanya batu bekas pondasi yang dulu dipakai untuk memasang papan nama Mako.

Beberapa kilometer dari Mako, terdapat sebuah patung. Patung setengah badan tanpa lengan itu berada di tepi jalan di sebuah ladang. Dalam keterangan yang tertera di patung tersebut tertulis "Telah gugur di tempat ini Pelda Panita Umar, prajurit sapta margais Kodam XV Pattimura pada tanggal 6 Oktober 1972 jam 13.30 WIT di dalam menjalankan tugas demi pengabdiannya kepada kemurnian dan keluhuran Pancasila".

Patung Panita Umar, tentara yang dibunuh tahanan politik di Pulau Buru, Maluku. (CNN Indonesia/Suriyanto) Photografer

Panita tewas dibunuh para tapol. Ia dibunuh saat berpapasan dengan beberapa tapol yang keluar barak. Panita ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di lokasi tersebut.

Usai kejadian tersebut, tapol yang dicurigai tentara terlibat dalam pembunuhan ditangkap dan bunuh. Ada pula yang kabur dan dikejar cukup lama oleh tentara sebelum akhirnya tertangkap dan ditembak mati. Patung dibuat oleh seorang tapol yang juga pematung atas perintah tentara.

Sisa-sisa keberadaan tempat pengasingan tapol di Pulau Buru adalah makam di atas Gunung Kencur. Ada berberapa makam di atas gunung yang bentuknya berupa bukti kecil itu.

Menurut Tumiso, tapol yang dimakamkan di atas Gunung Kencur tewas karena tenggelam di sungai. Mereka tewas saat menyeberang sungai saat hendak keluar jalan-jalan. Salah satunya yang tewas adalah dr Ciptono, dokter asal Jawa.

Ciptono menurut Tumiso sebenarnya bisa berenang, namun karena harus menolong beberapa orang lainnya, ia ikut tenggelam di tewas. Makam dr Ciptono sendiri saat ini sudah tak ada. Menurut beberapa warga yang tinggal di sekitar Gunung Kencur, beberapa tahun lalu, ada penggalian dua makam dan pemindahan jenazah oleh keluarga.

Pemakaman tahanan politik di Gunung Kencur, Pulau Buru. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Menurut cerita yang beredar di kalangan transmigran, ada warga yang menyaksikan penggalian dan masih terlihat jelas baju warna cokelat yang dipakai jenazah. Tumiso memperkirakan jenazah yang dipindahkan adalah jenazah milik dr Ciptono dan seorang mantri kesehatan.

Keberadaan Gunung Kencur ini juga diceritakan oleh sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Dalam buku yang mengisahkan keberadaan budak seks Jepang di Pulau Buru itu,Pram menyebut Gunung Kencur adalah bukit-bukit kecil di Unit VII atau Wanasurya. 

Bukit-bukit tersebut dinamai Gunung Kencur oleh tapol karena padang rumput yang ada di bukit tersebut banyak ditumbuhi tanaman kencur liar. “Nama ini diberikan oleh para tapol dari Unit Wanayasa yang datang pertama di pedalaman Buru,” tulis Pram.

Lokasi di sekitar Gunung Kencur kemudian dibuat sawah oleh para tapol. Sesuai dengan tulisan Pram, saat ini sepanjang mata memandang, dari atas Gunung Kencur terpampang sawah yang begitu luas.

Selain pemakaman ini, kami juga menemukan komplek pemakaman puluhan tapol berjarak sekitar 10 km dari Gunung Kencur. Komplek pemakaman ini merupakan kuburan tapol dari Unit III. Para tapol sengaja membangun nisan untuk rekan-rekan mereka yang meninggal agar kuburan mereka tidak hilang dan bisa diziarahi.

Makam tapol dari Unit III, tertutup rimbun ilalang dan hutan jati Pulau Buru. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Kami mencoba menelusuri beberapa unit bekas dulu para tapol di tahan. Namun kami tak menemukan satupun sisa bangunan barak tempat dulu para tapol tinggal. Menurut penuturan beberapa transmigran di Pulau Buru, barak-barak itu dibongkar beberapa tahun setelah kedatangan transmigran tahun 1980-an awal.

Sementara Tumiso menilai, ada kesan rezim orde baru ingin menghilangkan jejak “penjara” di Buru. Menurutnya, pengasingan di Buru adalah sejarah kelam bangsa ini di mana belasan ribu anak bangsa dibuang tanpa ada pengadilan sama sekali. Kebanyakan dari mereka bahkan sama sekali tak tahu menahu kesalahan yang mereka buat sehingga harus menanggung beban demikian berat.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160420115304-20-125227/puing-penjara-politik-orde-baru-di-pulau-buru/

0 komentar:

Posting Komentar