Selasa, 26 April 2016

Kontras Temukan 16 Lokasi Kuburan Massal Korban 1965

Selasa, 26 April 2016 | 18:43 WIB

Koordinator Kontras Haris Azhar mengkritisi draf rancangan KUHP dan KUHAP di Kantor Kontras, Jakarta, Minggu (2/3). Kontras meminta pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan rancangan itu karena, antara lain, dinilai meniadakan sifat khas pengusutan pelanggaran HAM berat. Kompas/Wawan H Prabowo

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mempersilahkan pemerintah memeriksa temuan pihaknya terkait kuburan massal korban peristiwa 1965.
Hal itu disampaikan Haris menyikapi pernyataan Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan yang meminta bukti kuburan massal korban peristiwa 1965.

Haris menceritakan, pada tahun 2007, Kontras pernah melakukan investigasi langsung ke tempat-tempat yang diduga sebagai lokasi kuburan massal korban pembantaian tahun 1965.

Dari hasil investigasi tersebut, Kontras menemukan ada 16 lokasi yang bisa diidentifikasi sebagai lokasi kuburan massal, tersebar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Kami temukan ada 16 lokasi yang terverifikasi. Kami baru update datanya tahun lalu," ujar Haris saat dihubungi, Selasa (26/4/2016).

Selain melakukan verifikasi, Kontras juga mengumpulkan keterangan dan kesaksian perihal peristiwa eksekusi yang terjadi dari warga sekitar. Namun, Haris enggan menyebutkan detail lokasi tersebut dengan alasan keamanan data.

"Sebenarnya Kontras mendapatkan informasi lokasi yang lebih banyak lagi. Tapi saat itu kami terkendala jumlah sumber daya manusia dan biaya," kata Haris.

Lebih jauh, Haris menuturkan pengalamannya saat melakukan investigasi satu lokasi kuburan massal. Saat itu, dia mendapatkan cerita dari warga sekitar bagaimana aparat melakukan eksekusi terhadap tahanannya.

Setiap malam, kata dia, tahanan dibawa ke tempat itu menggunakan truk yang hanya dikawal oleh beberapa tentara bersenjata. Sampai di lokasi, 4 sampai 5 tahanan disuruh turun dan menggali sebuah lubang.
Setelah itu, seorang tentara akan menyuruhnya berdiri dan kemudian mengeksekusi tahanan tersebut.

Setelah itu, lanjut Haris, tahanan berikutnya akan disuruh turun, menutup lubang yang telah berisi mayat tahanan sebelumnya. Selesai dari situ, mereka disuruh menggali lubang untuk dirinya sendiri.

"Begitu seterusnya. Orang-orang itu disuruh menggali kuburannya sendiri. Kami memperkirakan satu lokasi terdapat 10 orang sampai 40 orang yang dieksekusi," kata Haris.

Haris mempersilahkan apabila Pemerintah berkeinginan memeriksa mengenai kebenaran lokasi tersebut.
Menurut dia, tanda-tanda atau bukti telah terjadi pembantaian di lokasi tersebut masih bisa ditemukan sampai saat ini.


Pemerintah cari kuburan massal

Presiden Joko Widodo sebelumnya memerintahkan Luhut untuk mencari lokasi kuburan massal korban peristiwa 1965.

Kuburan massal itu, kata Luhut, untuk pembuktian sekaligus meluruskan sejarah terkait isu pembantaian pengikut PKI pasca-tahun 1965.

"Presiden tadi memberi tahu, disuruh cari saja kalau ada kuburan massalnya," ujar Luhut seusai bertemu Presiden di Istana, Jakarta, Senin (25/4/2016).

"Selama ini, berpuluh-puluh tahun, kita selalu dicekoki bahwa ada sekian ratus ribu orang yang mati. Padahal, sampai hari ini belum pernah kita temukan satu kuburan massal," lanjut dia.

Luhut mengatakan bahwa negara tidak tertutup kemungkinan akan meminta maaf terkait kasus Tragedi 1965.

Luhut menjelaskan, peluang negara meminta maaf akan selalu terbuka apabila ada pengungkapan fakta-fakta terjadinya pembunuhan massal pascaperistiwa G-30-S 1965.

Fakta-fakta itu, misalnya, dengan menunjukkan data mengenai kuburan massal.

Ia menjelaskan, hingga saat ini, pemerintah belum menerima data ataupun bukti sah yang bisa menunjukkan adanya peristiwa pembunuhan massal.
Data yang ada hanya menunjukkan fakta mengenai peristiwa pembunuhan enam jenderal TNI Angkatan Darat. Oleh karena itu, kata Luhut, pemerintah tidak tahu harus meminta maaf kepada siapa.

"Sampai hari ini tidak ada data mengenai kuburan massal. Kepada siapa pemerintah akan minta maaf? Yang jelas, sudah ada enam jenderal TNI yang dibunuh. Itu sudah jelas. Yang lain kan belum ada," kata Luhut.

http://nasional.kompas.com/read/2016/04/26/18433271/Kontras.Temukan.16.Lokasi.Kuburan.Massal.Korban.1965

0 komentar:

Posting Komentar