Rabu, 27 April 2016

Pak Luhut, Ini Kuburan Massal Korban Tragedi '65!


Rabu, 27 Apr 2016 20:37 WIB - Bambang Hari, Nurika Manan, Quinawaty Pasaribu

Tantangan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan ke kelompok masyarakat sipil untuk membuktikan lokasi kuburan massal korban tragedi 65/66 sudah lama terjawab.

Aksi aktivis yang tergabung dalam Social Movement Institute di Tugu Pal Putih, DI Yogyakarta untuk mendesak pemerintah mengusut tuntas peristiwa kejahatan HAM 1965. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta - Tantangan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan ke kelompok masyarakat sipil untuk membuktikan lokasi kuburan massal korban tragedi 65/66 sudah lama terjawab. Sebab, sebagian korban 65/66 telah mencari dan meneliti titik kuburan massal di beberapa wilayah di Indonesia.

Di Jawa Timur, kuburan massal ditemukan di Mojokerto, Malang, dan Banyuwangi. Sekretaris Jenderal Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban tragedi 65/66 (LPR Korb), Kushendar mengatakan, masing-masing lembaga pendamping korban dan penyintas 65/66 telah memiliki data penelitian mengenai kuburan massal.
"Gundukan tanah, yang di atasnya tumbuh ilalang kering, adalah kuburan massal 25 orang yang dituduh simpatisan atau anggota Partai Komunis Indonesia, PKI, atau orang-orang yang cuma dikait-kaitkan. Dari 10 lubang yang digali, 25 orang itu dikubur dalam tiga lubang terpisah. Tiga lubang lainnya dibiarkan menganga hingga sekarang, dan empat lubang lainnya ditanami pohon pisang oleh warga," ungkapnya kepada KBR, Rabu (27/4).
Bekas tahanan politik pasca 65 tersebut melanjutkan, ada enam titik kuburan massal di Jawa Timur. Belum lagi di Jawa Tengah, Sumatera dan daerah lainnya.

Di Sumatera Barat, 1 Lubang 41 Orang Dikubur

Cerita lain datang dari anak korban pembantaian massal 65/66, Tom Iljas. Dia menceritakan, di Kampungnya, Salido, Sumatera Barat, 41 orang dikubur dalam satu lubang. 
"Lokasi kuburan massal itu di Bukit Gulai, jaraknya beberapa puluh kilometer dari Kota Padang. Ayah saya merupakan salah satu orang yang dikubur itu," ungkapnya kepada KBR pada pertengahan Oktober 2015.
Tom, adalah warga negara Swedia berdarah Indonesia. Niat mengobati kangen dengan berziarah ke makam orangtuanya pupus lantaran kena deportasi. Dia dan rombongannya, saat itu dituduh membuat film mengenai korban 65/66. Dia ditangkap dan, diinterogasi polisi.
"Sebelum memutuskan pulang, saya kebetulan berhasil berhubungan dengan dua orang yang tahu lokasi kuburan massal di Bukit Gulai. Di sana ada sekitar 41 orang yang dikubur termasuk ayah saya. Salah satunya adalah yang punya tanah di mana kuburan massal itu berada. Satu orang lagi yang juga setahanan sebelum ayah saya dibunuh. Usia kedua orang ini sudah 80 tahun lebih. Melalui kedua orang ini, saya ingin mengidentifikasi tempat kuburan ayah saya. Untuk itu saya pulang," ceritanya.
Walhasil, keinginan mencari tahu kuburan sang ayah pun saat itu urung terlaksana. 
"Sebagian kuburan massal itu berada di bawah warung nasi di mana supir truk besar kerap beristirahat. Karena sudah milik orang, saya minta izin. Tetapi oleh pemilik tanah kita tidak diizinkan untuk ke lokasi kuburan massal. Lalu kami izin ke kepala kampung. Kepala kampung juga tidak mengizinkan tanpa alasan. Bahkan saya mengulurkan tangan untuk bersalaman, dia tidak mau. Saya tanya nama, dia pun tidak menjawab," jelas Tom saat dihubungi KBR.
Kuburan Massal di Tengah Hutan Jati

Di Jawa Tengah, lokasi kuburan massal ditemukan di antaranya di Pati, Wonosobo hingga Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumini, Ketua ranting Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) Pati, Jawa Tengah mengungkapkan, ada 7 lokasi kuburan massal di kabupatennya. Ia pun menegaskan, banyak bukti dan saksi hidup yang bisa menceritakan insiden pasca Oktober 1965.

Sementara itu tahun lalu, Perkumpulan masyarakat Semarang HAM (PMS-HAM) di bawah koordinasi Yunantyo Adi menemukan sebuah kuburan massal di tengah hutan jati, di Plumbon, Semarang. Bahkan kelompok ini berhasil melangsungkan proses pemakaman layak dan memasang nisan sebagai bentuk penghormatan. Yunantyo memperkirakan, ada 24 jenazah korban yang dituduh terlibat PKI. 
"Jadi di atas tanahnya, dibuatkan batas makam yang pantas kemudian diberi nisan. Misalnya, di Semarang itu, korban diduga sekian orang lalu ditulis nama-nama korban yang diketahui," kata pegiat HAM sekaligus anggota komunitas pegiat sejarah tersebut kepada KBR.
Sayangnya, upaya melakukan pemakaman layak ini hanya berhasil di Semarang. Yunantyo mengaku kesulitan ketika hendak menerapkannya di daerah lain di Jawa Tengah.

Diperkirakan, Korban Mencapai 26 Juta Jiwa

Tak hanya pencarian secara mandiri oleh korban dan kelluarga korban, beberapa lembaga telah bergerak memetakan lokasi kuburan massal.
Misalnya yang dilakukan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65). Yayasan yang diketuai Bedjo Untung itu mencatat, jumlah korban tewas dalam tragedi pasca gerakan 30 September 1965 lebih dari 3 juta orang. Saat itu korban bukan hanya anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) aktif. Melainkan juga organisasi sayap juga, mereka yang dituduh berafiliasi dengan PKI.

Bahkan menurut Bedjo, ada anggota organisasi yang sama sekali tak berkaitan dengan PKI tapi turut ditangkapi dan dibunuh.

Sebagai lembaga yang aktif meneliti tragedi ini, YPKP 65 belum bisa memberikan data pasti. 
"Selama ini, YPKP 65 berpegang pada data yang pernah dikeluarkan Sarwo Edhi Wibowo, Panglima Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Sarwo Edhi saat itu punya peran besar dalam perburuan orang-orang yang dituding terlibat dalam PKI pasca G30S," katanya.
Namun jumlah ini adalah jumlah minimal. Sebab menurut dia, angka 3 juta hanya merupakan jumlah anggota aktif PKI. Belum lagi, anggota organisasi sayap seperti Barisan Tani Indonesia (BTI), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), Pemuda Rakyat dan organisasi sayap PKI lainnya.

Jika dijumlah, anggota PKI yang aktif beserta anggota organisasi sayap totalnya menurut Bedjo bisa mencapai 26 juta jiwa.

0 komentar:

Posting Komentar