Februari 18, 2013 | Oleh Asvi
Warman Adam
Dalam kunjungan ke Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) di Jalan Ampera Raya Jakarta, 28 Januari 2013, Ketua MPR Taufik Kiemas
mengatakan bahwa Arsip Nasional sangat bermanfaat bagi generasi muda, terutama
anak sekolah, agar tahu sejarah bangsanya.
Kalau perlu semua arsip sejarah yang masih tercecer di
mana-mana diserahkan ke Arsip Nasional. Inipentinguntukmasasekarang, masa
lalu,dan masa depan. Pernyataan Ketua MPR itu tepat karena sampai sekarang
masih ada arsip-arsip yang terdapat di mana-mana, misalnya pada keluarga
seperti beberapa dokumen yang tersimpan di rumah Rachmawati Soekarnoputri.
Beberapa tahun yang lalu, saya bersama Dr Kartono
Mohammad pernah berkunjung ke sana dan diperlihatkan beberapa bundel catatan
harian perawat yang merawat mantan Presiden Soekarno di Wisma Jaso Jakarta.
Saya kurang tahu apakah dokumen itu sudah diserahkan
kepada ANRI. Persoalannya apakah arsip itu bila diserahkan ke sana menjadi
tidak dapat diakses publik? Penggelapan sejarah merupakan pengalaman pahit
sejarah pada masa Orde Baru.
Entah Sekretariat Negara atau ANRI yang menyembunyikan,
yang jelas pidato-pidato Bung Karno sejak 30 September 1965 sampai peralihan
kekuasaan Februari 1967 tidak bisa diakses publik. Baru pada era Reformasi
arsip itu ditemukan di ANRI oleh Bonnie Triyana dan Budi Setiyono yang
mengumpulkan dan menerbitkannya.
Padahal di situ terdapat sumber yang sangat
penting,misalnya penegasan Presiden Soekarno bahwa pemberian Supersemar
bukanlah transfer ofauthority. Arsip Nasional mengabadikan perjalanan sejarah
bangsa dari masa ke masa. Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, bentuk
arsip yang disimpan di ANRI tidak hanya dalam bentuk konvensional (tekstual dan
kartografis), melainkan juga dalam bentuk media baru (film, video, rekaman
suara, foto, mikrofilm, dan ragam format lainnya).
Volume khasanah arsip konvensional yang ada di ANRI
hingga saat ini berjumlah sekitar 20 kilometer linier yang terdiri atas arsip
masa VOC (1602–1799 ), arsip periode Hindia Belanda (1800–1942), periode
Inggris (1811–1816), periode Jepang (1942–1945), periode Republik Indonesia
(1945–2000).
Undang-Undang tentang Kearsipan No 43 Tahun 2009 juga
menetapkan DPA. Bila pada pihak kepolisian ada daftar pencarian orang (DPO),
DPA adalah daftar pencarian arsip. Ke dalam DPA tentu dapat dimasukkan arsip
asli Supersemar yang belum ditemukan sampai sekarang.
Menurut Atmaji Sumarkidjo, selain arsip asli Supersemar,
Jenderal Jusuf juga mengatakan pernah memiliki draf pertama surat itu serta
surat yang diberi coretan oleh Bung Karno sebelumakhirnya diketikulang. Itu pun
sebetulnya penting untuk ditemukan karena dengan membaca ketiga dokumen itu
kita dapat mengetahui perkembangan negosiasi yang tampaknya cukup alot antara
Presiden Soekarno di Istana Bogor dengan ketiga jenderal yang datang dari
Jakarta.
Anggota Komisi II DPR Salim Mengga mengkhawatirkan
pembukaan arsip tentang G30S akan menimbulkan kegaduhan baru pada publik. Salim
mengatakan hal ini saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Ketua ANRI M
Asichin. Rapat tersebut juga dihadiri Menpan Azwar Abubakar, Lembaga
Administrasi Negara (LAN), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Gedung DPR RI,
Senayan, Jakarta, Selasa (29/1/2013).
Pada masa Orde Baru hanya boleh ada versi tunggal tentang
Gerakan 30 September 1965, tetapi setelah era Reformasi beredar berbagai versi
tentang percobaan kudeta yang gagal tersebut.
Terbukanya arsip mengenai peristiwa 1965 itu akan
memperkuat versi yang lebih faktual dan masuk akal. Sebetulnya itu yang dibutuhkan
masyarakat agar memperoleh kejelasan yang sesungguhnya tentang suatu peristiwa
yang krusial dan mengenaskan dalam sejarah bangsa. Pada gilirannya ini juga
penting untuk kepentingan pengajaran sejarah di sekolah. Sekitar 10 tahun yang
lalu saya diberi tahu oleh Dr Muchlis Paeni, Kepala ANRI saat itu, bahwa pada
ANRI sudah ada arsip tentang Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI), dan
Gerwani.
Arsip Gerwani tersebut penting misalnya untuk menulis
tentang sejarah gerakan perempuan sebelum tahun 1965. Arsip BTI tentu
berhubungan juga dengan gerakan reforma agraria yang terjadi tahun 1960-an.
Sebelumnya dalam sebuah seminar di Bandung, Kepala ANRI mengatakan bahwa untuk
membuka arsip G30S dibutuhkan payung hukum dan Indonesia saat ini belum memiliki
payung hukum tersebut. Menurut hemat saya, payung hukumnya adalah Undang-
Undang Kearsipan itu sendiri.
Menyelenggarakan sistem kearsipan nasional, mengumpulkan,
dan memberi akses kepada publik merupakan tugas ANRI yang sudah diatur dalam
Undang-Undang Kearsipan No 43 Tahun 2009. Bahkan dalam undang-undang tersebut
juga disebutkan bahwa arsip statis dapat dibuka setelah berusia 25
tahun.Sementara itu arsip-arsip tentang peristiwa 1965 sudah berusia sekitar 50
tahun. Demikian pula dengan arsip mengenai Timor Timur dari tahun 1975 sampai
dengan 1988.
Bahkan ada arsip yang dapat dibuka sebelum 25 tahun bila
(1) tidak menghambat proses hukum, (2) tidak bertentangan dengan hak kekayaan
intelektual, (3) tidak membahayakan pertahanan dan keamanan negara, (4) tidak
merugikan ekonomi nasional, (5) bukan data yang bersifat pribadi. Jadi arsip
mengenai tragedi Mei 1998 bisa dibuka dengan memperhatikan ketentuan di atas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dokumen yang terdapat pada ANRI merupakan salah
satu memori kolektif bangsa.
Bangsa ini perlu tahu sejarahnya, oleh sebab itu jangan
sampai ada arsip yang disembunyikan lagi seperti terjadi pada masa Orde Baru.
(Sumber: Seputar Indonesia,15 Februari 2013)
Tentang penulis:
Asvi Warman Adam, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Asvi Warman Adam, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
0 komentar:
Posting Komentar