Mustawalad - 10/02/2013
Takengon – LintasGayo.co : Aktivis sekaligus
peneliti Hak Azasi Manusia (HAM), Mustawalad kembali mengingatkan harus
dilakukannya pelurusan sejarah terkait tragedi kemanusiaan di Gayo Kabupaten
Aceh Tengah termasuk Bener Meriah saat itu yang terjadi 48 tahun silam,
persisnya di bulan Oktober 1965.
“Ada yang salah saat itu, sekitar 2500 nyawa melayang begitu saja dibantai karena dituduh sebagai anggota PKI (Partai Komunis Indonesia-red), padahal mereka belum tentu bersalah sehingga mesti dibunuh”, kata Mustawalad, Rabu 2 Oktober 2013.
Pembantaian itu, kata Mustawalad, terjadi selama 10 hari
setelah tanggal 5 Oktober 1965.
“Dari beberapa saksi hidup, kala itu suasana di dataran tinggi Gayo betul-betul mencekam melebihi peristiwa-peristiwa menakutkan lainnya yang pernah ada dalam sejarah Gayo”, kata dia.
Diantara tempat-tempat pembantaian orang dan kuburan
massal yang diduga PKI saat itu, dirincikan Mustawalad diantaranya di Wih
Percos Simpang Tige Redelong, Tunah Gajah di Ponok Gajah, Totor Besi dan di
hutan Bur Lintang Aceh Tengah dan sejumlah tempat lainnya.
“Saat ini kuburan massal tersebut sudah tidak ada lagi karena kerangka-kerangka manusia tersebut sudah dipindahkan kuburannya oleh keluarga korban,” ujar Mustawalad.
Pun begitu, kata dia, ada satu tempat lagi tempat
pembantaian sekaligus kuburan massal yang tempatnya mesti dirahasiakan.
“Ada 118 kuburan di tempat itu”, kata Mustawalad.
Intinya, menurut dia harus ada pengungkapan sejarah
terkait di bunuh dan dihilangkannya orang-orang yang dituduh PKI saat itu.
“Penulisan sejarah ini penting agar sejarah kelam ini menjadi saksi bahwa pernah terjadi kasus seperti ini dan jangan lagi terulang sampai kapanpun”, ujar Mustawalad.
Atas peristiwa tersebut, dia meminta negara meminta ma’af
kepada masyarakat Gayo khususnya keluarga korban, alasanya, selain banyaknya
korban yang salah tangan juga karena gerakan PKI di Gayo sangat berbeda dengan
di pulau Jawa.
“Ditinjau dari agama dan politik, Gerakan PKI di Gayo lebih ke aliran Tan Malaka. Sosialis, dekat ke agama Islam dan tetap melakukan shalat. Mereka tidak layak dibunuh,” tegas Mustawalad.
Pemicu terjadinya pembantaian massal saat itu, menurut
Mustawalad adalah salah menafsirkan perintah dari penguasa meliter saat itu,
Ishak Juarsyah yang memerintahkan “Hancurkan PKI sampai keakar-akarnya”.
“Dilapangan, perintah ini salah ditafsirkan. Dan parahnya, analisa saya, oleh pihak-pihak tertentu kondisi ini dimanfaatkan untuk menghabisi nyawa orang lain yang antara lain bermotif dendam pribadi”, kata Mustawalad. (WA)
0 komentar:
Posting Komentar