Selasa, 30 September 2003 | Tim Redaksi
Tak banyak yang tahu kalau gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di bilangan Diponegoro Jakarta adalah tempat digelarnya persidangan Mahkamah Militer Luar Biasa. Tempat itu menjadi saksi bisu proses peradilan bagi tokoh-tokoh yang dituduh terlibat G.30.S. Hampir semuanya dihukum mati.
Di akhir November dan awal Desember 1965 Mayjen Soeharto meminta wewenang Presiden Soekarno menggunakan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) untuk memeriksa dan mengadili para tahanan yang dituduh terlibat G-30S. Kemudian, melalui Keppres No. 370/1965 lembaga dimaksud diberi mandat mengadili "tokoh-tokoh" aksi G.30.S.
Dalam buku "Mengadili Korban" (ELSAM, 2003), Samuel Gultom mengungkapkan bahwa kala itu Suharto yang berkuasa untuk menentukan siapa yang dikategorikan sebagai "tokoh", bertindak sebagai perwira penyerah perkara dan menentukan susunan Mahmilub. Sebagai tempat penyelenggaraan persidangan dipilih gedung Bappenas di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat.
Mahmilub sendiri sebenarnya telah ada sejak 1963 melalui Penetapan Presiden No.16/1963, dan kasus pertama yang ditangani lembaga ini adalah perkara Dr. Soumokil dengan Republik Maluku Selatan-nya. Perkara Soumokil diputus berdasarkan Putusan Mahmilub No.1, 25 April 1964.
Pengadilan militer untuk sipil
Kekhususan dari Mahmilub, menurut Gultom, terletak pada dua hal. Pertama, institusi tersebut adalah pengadilan tingkat pertama sekaligus terakhir, karena terdakwa ataupun oditur atau penuntut tidak dapat melakukan upaya banding. Kedua, Mahmilub merupakan lembaga peradilan militer yang memeriksa warga sipil.
Gultom menyatakan bahwa secara keseluruhan Mahmilub memeriksa sebanyak 17 perkara yang terkait dengan aksi G.30.S. Sementara, hingga 1978 Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) memeriksa sebanyak 291 perkara dan pengadilan negeri sebanyak 466 perkara.
Namun, Buku Putih G.30.S yang diterbitkan Sekretariat Negara RI tahun 1994, mencatat bahwa ada 24 orang dari ratusan atau mungkin ribuan tokoh yang terlibat PKI yang "beruntung" diajukan ke pengadilan. Dan hampir seluruhnya adalah mereka yang masuk dalam Golongan A. Selengkapnya lihat tabel nama-nama tokoh PKI yang pernah disidangkan di bawah ini:
No
|
Terpidana
|
Jabatan/Pangkat Terakhir
|
Putusan
|
1
|
Njono
|
Anggota Politbiro CC PKI
|
Putusan Mahkamah No.PTS-009/MB-I/A/1966, tanggal 21 Februari 1966
|
2
|
Untung bin Samsuri
|
Letkol Infanteri
|
Putusan Mahkamah No.PTS-03/MB-III/U/1966, tanggal 6 Maret 1966
|
3
|
Wirjomartono
|
Anggota Biro Khusus PKI
|
Putusan Mahkamah No.PUT-07/MB-II/WN/1966, tanggal 18 Mei 1966
|
4
|
Sujono
|
Major Udara
|
Putusan Mahkamah No. PUT-07/MLB-V/SJN/66, tanggal 3 Juni 1966
|
5
|
Peris Pardede
|
Ketua Komisi Kontrol CC PKI
|
Putusan Mahkamah No. PTS 07/MB/VI/PPAA/1966, tanggal 23 Juni 1966
|
6
|
Sudisman
|
Ketua Komisi Kontrol CC PKI
|
Putusan Mahkamah No. PTS 23/MLB/VI/PPAA/1966, tanggal 23 Juni 1966
|
7
|
Heru Atmodjo
|
Letkol Udara
|
Putusan Mahkamah No. PTS-010/MLB-VII/H.A/1966, tanggal 12 Agustus 1966
|
8
|
Ulung Sitepu
|
Brigjen TNI
|
Putusan Mahkamah No. PTS-012/I/MHL/1966, tanggal 18 September 1966
|
9
|
Dr. Soebandrio
|
Wakil Perdana Menteri I/Menteri Luar Negeri RI
|
Putusan Mahkamah No. PTS-013/MLB-XI/BDR/1966, tanggal 23 Oktober 1966
|
10
|
Omar Dani
|
Laksamana Madya Udara, Menteri/Panglima Udara
|
Putusan Mahkamah No. PTS-017/MLB/XIV/OD/1966, tanggal 23 Desember 1966
|
11
|
Supardjo
|
Brigjen TNI
|
Putusan Mahkamah No.PTS-19/MLB-II/SPD/1967, tanggal 12 Maret 1967
|
12
|
Tamuri Hidajat
|
Peltu
|
Putusan Mahkamah No. PTS-026/MLB-IX/SPD/1967, tanggal 30 September 1967
|
13
|
Kamaruzzaman bin Achmad Mubaidah alias Sjam
|
Kepala Biro Khusus PKI
|
Putusan Mahkamah No. PTS-27/MLB/I/K/1968, tanggal 9 Maret 1968
|
14
|
Moeljono bin Ngali alias Bono Walujo
|
Pimpinan Biro Khusus PKI
|
Putusan Mahkamah No. PTS-028/MLB-II/W/1968, tanggal 9 Oktober 1968
|
15
|
Abdullah Alihami
|
Sekretaris I CBD PKI Riau
|
Putusan Mahkamah No. PTS-PK-032/MLB-I/AA/70, tanggal 16 Februari 1970
|
16
|
Ranu Sunardi
|
Letkol Laut
|
Putusan Mahkamah No. PTS-033/MLB/X/RS/1970, tanggal 18 Oktober 1970
|
17
|
Sukatno
|
Sekjen Dewan Nasional Pemuda Rakyat, anggota CC PKI
|
Putusan Mahkamah No. 51/70/Vord, tanggal 11 Maret 1971
|
18
|
Supono Marsudidjojo alias Pono
|
Pimpinan Biro Khusus PKI
|
Putusan Mahkamah No. PTS-035/MLB-III/SM/1972, tanggal 8 Maret 1972
|
19
|
Suwandi
|
Sekretaris CDB PKI Jawa Timur
|
Putusan Mahkamah No. 520/K/1973, tanggal 11 Juni 1973
|
20
|
Ismail Bakri
|
Sekretaris I CDB PKI Jawa Barat
|
Putusan Mahkamah No. 1/1973/PID.SUBV, tanggal 3 Oktober 1973
|
21
|
R. Sugeng Sutarto
|
Brigjen Polisi
|
Putusan Mahkamah No. PTS-37/MLB-IX/RSS/1973, tanggal 24 Desember 1973
|
22
|
Ruslan Widjajasastra
|
Anggota CC PKI, Ketua Politbiro PKI Blitar Selatan
|
Putusan Mahkamah No. 15/PID-SUB/74Vord, tanggal 15 Juli 1974
|
23
|
Rustomo alias Istam alias Hasjim alias Amat alias Hasdi
|
-
|
Putusan Mahkamah No. 40/1975, tanggal 22 Oktober 1975
|
24
|
Gatot Sutarjo alias Gatot Lestarjo alias Sadi
|
-
|
Putusan Mahkamah No. 456/1975/PIOD/SUBV, tanggal 2 Januari 1976
|
Sumber: Sekretariat Negara RI, 1994
Kecuali Letkol. (udara) Heru Atmodjo yang divonis hukuman penjara seumur hidup, semua terdakwa yang diadili di Mahmilub dijatuhi dengan hukuman mati. Sedangkan, pemimpin-pemimpin puncak PKI seperti Aidit, Nyoto, dan Lukman yang dituduh ikut mendalangi aksi G.30.S dieksekusi setelah diinterogasi seadanya, tanpa pernah diajukan ke pengadilan.
Terhadap mereka yang dituduh menjadi anggota PKI dan pendukungnya, Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) menggolongkan mereka ke dalam tiga golongan sebagai berikut:
- Golongan A, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam pemberontakan G.30.S/PKI, baik di pusat maupun daerah.
- Golongan B, yaitu mereka yang telah disumpah atau menurut saksi telah menjadi anggota PKI atau pengurus ormas yang seasas dengan PKI atau mereka yang menghambat usaha penumpasan G.30.S/PKI.
- Golongan C, yaitu mereka yang pernah terlibat dalam pemberontakan PKI-Madiun; atau anggota ormas seasas dengan PKI, atau mereka yang bersimpati atau telah terpengaruh sehingga menjadi pengikut PKI.
Tindakan hukum terhadap ketiga golongan tersebut adalah sebagai berikut:
- Terhadap Golongan A, pemerintah memproses melalui sidang pengadilan.
- Terhadap Golongan B, pemerintah melakukan pemisahan dari masyarakat dengan cara mengumpulkan mereka di dalam satu tempat, dengan tujuan mengamankan mereka dari kemarahan-kemarahan rakyat dan mencegah jangan sampai mereka melakukan kegiatan yang menghambat upaya penertiban keamanan yang dilakukan pemerintah. pada tahun 1978 Golongan B ini seluruhnya telah dikembalikan lagi ke dalam masyarakat.
- Terhadap Golongan C, pemerintah memberikan bimbingan dan mereka bebas hidup dalam masyarakat sehingga diharapkan akan menjadi warga negara yang baik.
Namun, dalam kenyataannya "tindakan hukum" terhadap sebagian besar orang-orang yang dianggap terlibat PKI, baik yang termasuk Gol. A, Gol. B, ataupun Gol. C, sama sekali menginjak-injak hukum yang berlaku. penangkapan yang tidak mengindahkan hukum dan perikemanusiaan merupakan hal yang lumrah dilakukan ketika itu.
Mengenai hal ini, Gultom menulis bahwa terjadi pembunuhan massal terhadap para pemimpin, pendukung, dan simpatisan PKI, atau bahkan yang hanya memiliki hubungan famili dengan orang-orang komunis.
Gultom memaparkan pula bahwa pada masa itu ratusan ribu bahkan jutaan orang dibunuh tanpa pernah dijelaskan apa kesalahannya. Propaganda melalui media massa tentang kesadisan aksi G.30.S membuat banyak orang memaklumi eksekusi tanpa proses pengadilan tersebut-atau malah ikut-ikutan secara sadis dan membunuhi mereka yang dituding komunis.
PKI dalangnya
Sementara itu, Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam berpendapat bahwa pada intinya dihidupkannya kembali Mahmilub semata-mata untuk mengungkapkan PKI sebagai dalang. Karena itu semua pemeriksaan diarahkan pada PKI sebagai dalang.
"Yang anehnya, hasil pemeriksaan yang menyebutkan lain itu tidak dipakai. Jadi, ada kesaksian seorang mayor dari Jawa timur yang menyatakan dalangnya itu adalah Untung dan Latief, tapi itu tidak dipakai. Justru hasil pemeriksan yang menyatakan PKI itu yang justru kemudian dijadikan bahan sejarah," jelas Asvi.
Asvi menambahkan bahwa semua pemeriksaan di Mahmilub diarahkan pada PKI sebagai dalang, tujuannya agar PKI bisa dihancurkan.
"Soeharto itu bertindak sebagai perwira penyerah perkara. Nah, ketika ia menyerahkan perkara itu, ia sudah menyatakan dalam pidato penyerahan itu PKI ini bersalah. Jadi, apa artinya Mahmilub karena sebelum diserahkan perkaranya, dalam pengantarnya, Soeharto sudah menyatakan PKI ini bersalah," katanya.
Oleh karena tujuan utama dari Mahmilub semata-mata adalah untuk menghancurkan PKI, maka itulah sebabnya mengapa hampir semua terdakwanya diganjar vonis hukuman mati.
"Jadi jelas targetnya, melenyapkan mereka," tandas Asvi.
Sumber: HukumOnline
0 komentar:
Posting Komentar