Sabtu, 29 Agustus 2009 | 04:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono memiliki informasi tentang keberadaan naskah asli
Surat Perintah 11 Maret yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11
Maret 1966. Untuk informasi itu, Presiden minta Arsip Nasional
menindaklanjuti benar atau tidaknya informasi tersebut.
”Presiden
minta ditindaklanjuti. Ada informasi (Supersemar yang asli) benar atau
tidak. Informasi itu dimiliki mantan staf Sekretariat Negara. Presiden
minta Kepala Arsip Nasional berkoordinasi dengan Pak Sudi Silalahi dan
Pak Hatta Rajasa,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di
Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (28/8).
Sebelumnya, Presiden
memanggil Kepala Arsip Nasional Djoko Utomo di Kantor Presiden. Menurut
Djoko, staf Sekretariat Negara yang memiliki informasi adalah Daryoto.
Djoko akan menindaklanjuti informasi itu seperti yang telah dilakukan
selama ini.
”Terus-menerus kami menindaklanjuti informasi yang
ada. Kepada Pak AH Nasution sebelum meninggal kami gali informasi karena
sebagai Ketua MPRS ketika Supersemar keluar. Kami juga menggali
informasi kepada Sekretaris Jenderal MPRS Abdul Kadir Besar. Namun,
semua nihil,” ujar Djoko.
Meskipun belum mendapatkan naskah asli
Supersemar, Djoko yakin Supersemar instruksi kepada Soeharto selaku
Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) itu
ada. Soeharto diinstruksikan mengambil segala tindakan yang dianggap
perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
”Arsip
Nasional menyimpan film berisi pidato Soekarno yang berbicara panjang
lebar tentang Supersemar yang sampai sekarang yang aslinya belum ketemu.
Pidato itu yang membuat kami yakin. Upaya pencarian ketika ada
informasi terus-menerus kami lakukan,” ujar Djoko.
Tidak mudah
Upaya
menyimpan arsip bernilai sejarah tinggi, apalagi yang sudah
bertahun-tahun, memang tidak mudah. Selain naskah asli Supersemar,
Presiden juga minta kepada Arsip Nasional untuk mengumpulkan arsip
tentang peristiwa Palagan Ambarawa, yaitu perlawanan rakyat terhadap
kekuatan Sekutu di Ambarawa, Jawa Tengah, akhir 1945.
Tentang
arsip bernilai sejarah tinggi, Djoko memberi contoh, teks Proklamasi
Kemerdekaan yang ditulis tangan Soekarno tanpa tanda tangan baru
disimpan di Arsip Nasional tahun 1992. Teks itu diserahkan BM Diah yang
menyimpannya kepada negara. Sementara teks Proklamasi Kemerdekaan yang
diketik Sayuti Melik disimpan di Arsip Nasional tahun 1960.
Selain
fokus untuk mengumpulkan, menyimpan, dan membuka arsip bernilai sejarah
pada masa lampau kepada publik, Presiden juga minta agar peristiwa
sejarah 5 sampai 10 tahun terakhir juga diarsipkan. Permintaan Presiden
itu ditujukan, antara lain, untuk dokumen asli Pemilu 2004 dan 2009
serta empat kali perubahan UUD 1945.
Arsip Nasional membuka akses
seluas-luasnya kepada publik, kecuali arsip yang bersifat rahasia.
”Tidak ada pembatasan dan kita tidak menganut rezim tahun. Yang bersifat
rahasia adalah yang berpotensi mengganggu keamanan nasional,” katanya
http://nasional.kompas.com/read/2009/08/29/04081550/Presiden.Punya.Informasi.tentang.Naskah.Asli.Supersemar?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd
Sabtu, 29 Agustus 2009
Presiden Punya Informasi tentang Naskah Asli Supersemar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar