Senin, 15 Feb 2016 07:53 WIB
MedanBisnis - Medan. Kalau Abang masuk jalan Gandhi, tangan digari, badan dibal-bali. Pulang-pulang tinggal holi-holi (tulang), amang hassit nai. (aduh sakit sekali).
Sebait lagu lawas 'Abang Pareman' yang cukup populer ketika itu menggambarkan seramnya kondisi penjara di Jalan Gandhi, Kecamatan Medan Area. Penghuninya adalah para tahanan politik dan orang-orang yang dianggap membahayakan penguasa dan negara.Bahkan, rumor yang berhembus saat itu, para penghuninya juga disuruh mandi lintah, sehingga makin menambah angkernya penjara yang berdiri hingga zaman orde baru itu.
Lain dulu, lain sekarang. Kawasan Jalan Gandhi kini sudah berubah. Tidak ada lagi pemandangan yang menyeramkan ketika berada di daerah tersebut.
Kalau kita lewat Jalan Gandhi, terlihat satu bangunan megah berwarna hijau yang sangat menarik perhatian. Gedung tersebut merupakan salah satu restoran elite yang dimiliki Kota Medan bernama Hee Lai Ton. Restoran itu menyajikan beraneka kuliner seafood.
Namun siapa sangka, sebelum memiliki bentuknya yang sekarang, gedung tersebut dahulunya adalah sebuah kamp tahanan. Bagi warga Medan yang kini berusia di atas 40 tahun, mengenali sosok gedung restoran itu dulunya sebagai penjara bagi para tahanan politik (tapol), yakni Penjara Jalan Gandhi.
"Dulu gedung ini katanya adalah penjara untuk tapol. Tapi sekarang sudah jadi restoran seafood," ungkap Salim, karyawan di restoran Hee Lai Ton kepada MedanBisnis, Jumat (12/2) sore.Salim menjelaskan, gedung tersebut diubah sekitar 2005. Sejak saat itu, gedung restoran Hee Lai Ton mulai dibangun, dan kokoh berdiri hingga sekarang.
"Di saat tsunami Aceh tahun 2004, bangunan lamanya (penjara) sudah rata. Soalnya di sini juga jadi tempat pengumpulan bahan dan barang bantuan bagi pengungsi korban tsunami di Aceh sebelum dikirim," jelasnya.Ucok Hasibuan, warga setempat menceritakan, dahulunya gedung itu adalah penjara bagi para tahanan politik, seperti kader dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Penjara itu difungsikan setelah meletusnya peristiwa G-30-S PKI pada 1965.
Sebelum difungsikan sebagai penjara, papar Ucok, bangunan itu awalnya merupakan bangunan sekolah. Sekolah yang didirikan itu ialah untuk memperingati kerja sama antara pemerintahan Indonesia di masa orde lama bersama pemerintahan RRT serta Uni Soviet.
"Dahulu di masa orde lama, Bung Karno kan anti Amerika dan anti imperialis. Jadi Bung Karno sangat dekat dengan RRT dan Uni Soviet, makanya dibangun sekolah di situ untuk memperingatinya," terangnya.Namun, lanjut Ucok, setelah peristiwa G30S/PKI meletus, fungsi sekolah pun lalu dihentikan. Selanjutnya bangunan yang ada dijadikan sebagai tempat ditahannya para tapol, yang dikenal dengan sebutan penjara Gandhi.
"Setelah itu jadi penjara. Banyak Tapol yang ditangkap dan ditahan di situ," ujarnya.Yasir, warga setempat lainnya mengisahkan, penjara Gandhi merupakan penjara yang dulunya sangat ditakuti. Menurut kisah yang pernah didengarnya dari para orang tua, penjara tersebut merupakan penjara terkejam.
Di dalamnya kata dia, ada terdapat kolam lintah untuk menyiksa tahanan. Selain itu ada juga sel tahanan yang hanya berukuran sekitar setinggi lutut, sebagai tempatnya tahanan dikurung.
"Jadi kami di sini waktu kanak-kanak dahulu sangat takut jika melintas malam hari di situ. Selain sepi, di sana juga terkesan sangat angker," ujarnya.Tetapi kini setelah penjara ditutup, lanjut Yasir, situasinya sudah sangat jauh berubah. Kawasan Jalan Gandhi yang dahulu begitu mencekam karena kisah kekejaman penjaranya, kini sudah terang benderang.
Selain telah berdirinya gedung restoran Hee Lai Ton, sejumlah tempat usaha lain juga sudah banyak ditemukan di kawasan itu, termasuk vihara. Apalagi, kedekatan Jalan Gandhi dengan Jalan Thamrin membuat aktivitas bisnis di daerah ikut menggeliat.
"Untuk orang-orang Medan sekarang, sudah banyak yang nggak tahu lagi soal Jalan Gandhi ini. Apalagi, bagi mereka yang merupakan para pendatang," tandasnya. (rozie winata)
Sumber: MedanBisnisDaily
0 komentar:
Posting Komentar