27/1/2020, 22.46 WIB
Penulis: Penulis: Dimas
Jarot Bayu
Editor: Martha Ruth Thertina
Komnas HAM menyatakan persiapan untuk membawa berbagai
kasus pelanggaran HAM berat ke Mahkamah Internasional telah dilakukan sejak
2019.
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam memberikan paparan terkait
survei penuntasan kasus HAM masa lalu di Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Kasus-kasus tersebut sudah berumur belasan hingga puluhan
tahun, namun belum juga diselesaikan oleh pemerintah.
"Kalau ini enggak diselesaikan kami bawa ke Mahkamah Internasional saja," kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan di kantornya, Jakarta, Senin (27/1).
Dia berpendapat, kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung
selesai tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tak memiliki komitmen untuk
menangani kasus tersebut. Apalagi, pemerintah juga tak pernah berniat untuk
membentuk tim penyidik ad-hoc yang independen untuk menyelesaikan kasus
tersebut, sebagaimana disarankan oleh berbagai elemen masyarakat sipil.
Hal tersebut, menurut dia, sudah bisa memenuhi salah satu
syarat untuk bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional.
"Dalam kasus unwilling (tidak berkehendak), itu sudah masuk kategorinya," ujarnya.
Ia menjelaskan, persiapan untuk membawa berbagai kasus
pelanggaran HAM berat ke Mahkamah Internasional telah dilakukan sejak 2019. Ia
mengaku sudah ke Den Haag guna mengurus berbagai persyaratan yang dibutuhkan guna
untuk mengajukan gugatan.
Meski begitu, dia belum mau membeberkan lebih banyak
mengenai rencana gugatan tersebut. Dia meminta publik bersabar menunggu hingga
persiapan gugatan ke Mahkamah Internasional selesai.
Untuk diketahui, ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang
hingga kini belum diselesaikan pemerintah, yakni peristiwa 1965-1966; peristiwa
penembakan misterius (petrus) 1982; peristiwa Talangsari, Lampung 1989; tragedi
Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999; dan peristiwa kerusuhan Mei
1998. Kemudian, penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998; peristiwa
Wamena dan Wasior 2001-2003; peristiwa Aceh-Jambo Keupok 2003; peristiwa
Aceh-Simpang KKA 1998; peristiwa Aceh Rumoh Geudong 1989; serta peristiwa dukun
santet di Jawa Timur 1998-1999.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemerintah kesulitan untuk
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Pasalnya, banyak kasus
yang pelakunya sudah tidak ada.
"Sudah belasan tahun reformasi, kami ingin menyelesaikan masalah HAM masa lalu. Setelah dipetakan, ada yang sudah diadili, ada yang tidak ditemukan objek maupun subjeknya," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Desember tahun lalu.
Selain itu, Mahfud menilai sulit untuk mencari
bukti-bukti. Mahfud mencontohkan, visum terhadap jenazah korban dari
pelanggaran HAM masa lalu sudah tidak memungkinkan. Alasannya, jenazah-jenazah
tersebut sudah lama dikuburkan.
"Bagaimana misalnya diminta visum atas korban tahun 1984? Siapa yang mau visum?" ujar Mahfud.
0 komentar:
Posting Komentar