Selasa, 13/12/2016 10:40 WIB
Mohamad Ridlo Susanto
Saudah dan kedua Cucunya, di Kampung Dampungan. (Foto: KBR/Muhamad Ridlo)
KBR, Cilacap - Warga Kampung Dapungan atau Tampungan,
di Cilacap, Jawa Tengah meminta pemerintah segera memperjelas status
tanah yang telah mereka huni sejak 1965.
Dampungan atau Tampungan, adalah sebutan untuk sejumlah kampung konsentrasi di Cilacap bagian barat untuk penduduk yang diusir dari kampung halaman asal dan tanah garapannya. Mereka diusir dari tanahnya pasca peristiwa politik 1965.
Salah satu warga Kampung Dampungan di Desa Caruy, Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Saudah mengatakan, sejak mendiami kampung tersebut pada 1965, tak pernah sekalipun mereka mendapat penjelasan dari pihak perkebunan maupun pemerintah soal status kepemilikan tanah.
Menurutnya, warga takut menanyakan status tanahnya tersebut. Sebab, oleh beberapa kalangan, warga Dampungan masih dianggap sebagai eks anggota PKI atau keturunan PKI.
Saudah menjelaskan, mereka pindah ke Dampungan karena dipaksa oleh petugas perkebunan dan tentara pada tahun 1965.
“Surat tanahnya belum. Ini kan hanya itu, sementara. Waktu itu tahun berapa sih, sewaktu ada Gestapu, tahun 1965 ya. Ya itu, semua terusir ke sini, ini ditempatkan di sini (Kampung Dampungan-red). Waktu itu masih sengsara sekali. Saya masih segini (sambil menunjuk anak umur 5 tahun). Saya diseret-seret. Di sana masih banyak kera. Kebun karetnya kan masih jauh, nggak dekat-dekat sini. Saya masih segini, tapi saya kan sudah ingat. Ya kami pindah, kan diusir,” kata Saudah di Cilacap, Senin (13/12/2016).
Sementara, Ketua Dewan Pembina Serikat Tani Mandiri (SeTAM) Cilacap, Petrus Sugeng mengatakan di Cilacap bagian barat, setidaknya ada enam kampung konsentrasi untuk penduduk yang diusir dari tanah garapannya. Mereka tersebar di sejumlah kecamatan, yakni Kecamatan Cipari, Cimanggu, Majenang dan Kecamatan Wanareja.
Sugeng mengungkap, masing-masing keluarga yang diusir dari tanahnya mendapat tanah pengganti seluas 35 ubin atau setara dengan 492 meter persegi pekarangan. Berapapun luas tanah garapan warga, oleh tentara diganti dengan lahan seluas itu. Sedangkan kepemilikan, hingga kini tidak pernah jelas. Tetapi, kata Sugeng, permukiman Kampung Dampungan masuk ke peta Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang menggarap tanah tersebut. Antara lain, PT JA Watie, PTPN IX dan Perkebunan rumpun Sari Antan (RSA).
Sugeng menambahkan, dari enam Kampung Dampungan, hanya satu kampung yang sudah resmi menjadi hak milik warga, yakni Kampung Dampungan Mulyadadi atau yang sekarang disebut Dusun Cigatel. Mereka mendapat legalitas tanah setelah ada pembebasan lahan pada tahun 2002 hingga 2006 melalui perjuangan Kelompok Tani Korban Ciseru Cipari (Ketan Banci) yang dibentuk pada 1998. Kampung tersebut masuk dalam 25 hektar tanah yang diredistribusi di Cipari.
Editor: Sasmito Dampungan atau Tampungan, adalah sebutan untuk sejumlah kampung konsentrasi di Cilacap bagian barat untuk penduduk yang diusir dari kampung halaman asal dan tanah garapannya. Mereka diusir dari tanahnya pasca peristiwa politik 1965.
Salah satu warga Kampung Dampungan di Desa Caruy, Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Saudah mengatakan, sejak mendiami kampung tersebut pada 1965, tak pernah sekalipun mereka mendapat penjelasan dari pihak perkebunan maupun pemerintah soal status kepemilikan tanah.
Menurutnya, warga takut menanyakan status tanahnya tersebut. Sebab, oleh beberapa kalangan, warga Dampungan masih dianggap sebagai eks anggota PKI atau keturunan PKI.
Saudah menjelaskan, mereka pindah ke Dampungan karena dipaksa oleh petugas perkebunan dan tentara pada tahun 1965.
“Surat tanahnya belum. Ini kan hanya itu, sementara. Waktu itu tahun berapa sih, sewaktu ada Gestapu, tahun 1965 ya. Ya itu, semua terusir ke sini, ini ditempatkan di sini (Kampung Dampungan-red). Waktu itu masih sengsara sekali. Saya masih segini (sambil menunjuk anak umur 5 tahun). Saya diseret-seret. Di sana masih banyak kera. Kebun karetnya kan masih jauh, nggak dekat-dekat sini. Saya masih segini, tapi saya kan sudah ingat. Ya kami pindah, kan diusir,” kata Saudah di Cilacap, Senin (13/12/2016).
Sementara, Ketua Dewan Pembina Serikat Tani Mandiri (SeTAM) Cilacap, Petrus Sugeng mengatakan di Cilacap bagian barat, setidaknya ada enam kampung konsentrasi untuk penduduk yang diusir dari tanah garapannya. Mereka tersebar di sejumlah kecamatan, yakni Kecamatan Cipari, Cimanggu, Majenang dan Kecamatan Wanareja.
Sugeng mengungkap, masing-masing keluarga yang diusir dari tanahnya mendapat tanah pengganti seluas 35 ubin atau setara dengan 492 meter persegi pekarangan. Berapapun luas tanah garapan warga, oleh tentara diganti dengan lahan seluas itu. Sedangkan kepemilikan, hingga kini tidak pernah jelas. Tetapi, kata Sugeng, permukiman Kampung Dampungan masuk ke peta Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang menggarap tanah tersebut. Antara lain, PT JA Watie, PTPN IX dan Perkebunan rumpun Sari Antan (RSA).
Sugeng menambahkan, dari enam Kampung Dampungan, hanya satu kampung yang sudah resmi menjadi hak milik warga, yakni Kampung Dampungan Mulyadadi atau yang sekarang disebut Dusun Cigatel. Mereka mendapat legalitas tanah setelah ada pembebasan lahan pada tahun 2002 hingga 2006 melalui perjuangan Kelompok Tani Korban Ciseru Cipari (Ketan Banci) yang dibentuk pada 1998. Kampung tersebut masuk dalam 25 hektar tanah yang diredistribusi di Cipari.
http://kbr.id/berita/12-2016/korban_tragedi_65_minta_kejelasan_status_tanah_di_kampung_dampungan_/87429.html
0 komentar:
Posting Komentar