Pidato Presiden Soekarno Dalam Pembukaan Konferensi Para Gubernur Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, 13 Desember 1965:
“….Lha ini dokter-dokter, tim dokter-dokter yang memeriksa jenazah-jenazah daripada jenderal-jenderal di Lubang Buaya itu menyatakan tidak ada seorangpun diantara jenderal –jenderal itu yang dipotong kemaluannya. Coba!
Tetapi di dalam surat kabar dikatakan demikian.
Sampai tadi malam saya marah! He, engkau itu dapat darimana? Siapa yang memberi kabar kepadamu, yang memasukkan ke dalam surat kabarmu, bahwa jenderal-jenderal itu dipotong kemaluannya? Malah pada waktu itu, malam itu, saya tanya kepada Achmadi, Menteri Penerangan. Menteri Penerangan, ini kabar dari mana?
Saya tanya malahan kepada Jenderal Ibnu Subroto, dari mana ini kabar yang dimasukkan di dalam surat kabar ini. Saya tanyakan kepada Noor Nasution, Letkol, yang mengawasi Antara, dari mana kabar ini? Kok di dalam surat kabar dikatakan bahwa jenderal-jenderal yang mati ini dipotong kemaluannya?
Donder. Sebab, akibat daripada kabar bohong ini, saudara-saudara, lebih jahat daripada fitnah. Bukan saya fitnah itu lebih jahat daripada pembunuhan, tetapi ini malahan lebih jahat daripada fitnah. Sebab, akibatnya ialah, Saudara-saudara, rakyat kita menjadi gontok-gontokan, panas-panasan.
Dikatakan juga bahwa ini jenderal-jenderal dicukil matanya. Saya tanya kepada tim dokter-dokter yang mengadakan visum et repertum; ada yang dicukil matanya? Mereka berkata, tidak ada yang dicukil matanya. Ada seorang yang copot matanya oleh karena jenazahnya adalah waterlijk, jenazah di dalam air.
Dan itu adalah satu hal yang tidak aneh, bahwa jenazah di dalam air, misalnya orang yang kintir di sungai, orang yang tenggelam di dalam telaga, orang yang mati tenggelam di dalam sumur, sesudah 3-4 hari matanya copot. Nah, oleh karena sumur di dalam Lubang Buaya itu berisi air, mungkin sekali jenderal yang matanya copot ini, sebagai waterlijk, copot matanya. Tetapi tidak oleh karena cukilan. Sebab, mata yang copot karena cukilan ada bekas cukilan itu.
Doctors team tidak menemukan bekas cukilan. Saya donder, kenapa kau tulis begitu? Mereka terpukau diam saja. Saya tanya kepada Noor Nasution, dari mana, Noor Nasution cuma geleng-geleng kepala. Saya tanya kepada Ibnu Subroto, dari mana, belakangan saya melihat Ibnu Subroto pun tidak bisa menjawab….”
Tetapi di dalam surat kabar dikatakan demikian.
Sampai tadi malam saya marah! He, engkau itu dapat darimana? Siapa yang memberi kabar kepadamu, yang memasukkan ke dalam surat kabarmu, bahwa jenderal-jenderal itu dipotong kemaluannya? Malah pada waktu itu, malam itu, saya tanya kepada Achmadi, Menteri Penerangan. Menteri Penerangan, ini kabar dari mana?
Saya tanya malahan kepada Jenderal Ibnu Subroto, dari mana ini kabar yang dimasukkan di dalam surat kabar ini. Saya tanyakan kepada Noor Nasution, Letkol, yang mengawasi Antara, dari mana kabar ini? Kok di dalam surat kabar dikatakan bahwa jenderal-jenderal yang mati ini dipotong kemaluannya?
Donder. Sebab, akibat daripada kabar bohong ini, saudara-saudara, lebih jahat daripada fitnah. Bukan saya fitnah itu lebih jahat daripada pembunuhan, tetapi ini malahan lebih jahat daripada fitnah. Sebab, akibatnya ialah, Saudara-saudara, rakyat kita menjadi gontok-gontokan, panas-panasan.
Dikatakan juga bahwa ini jenderal-jenderal dicukil matanya. Saya tanya kepada tim dokter-dokter yang mengadakan visum et repertum; ada yang dicukil matanya? Mereka berkata, tidak ada yang dicukil matanya. Ada seorang yang copot matanya oleh karena jenazahnya adalah waterlijk, jenazah di dalam air.
Dan itu adalah satu hal yang tidak aneh, bahwa jenazah di dalam air, misalnya orang yang kintir di sungai, orang yang tenggelam di dalam telaga, orang yang mati tenggelam di dalam sumur, sesudah 3-4 hari matanya copot. Nah, oleh karena sumur di dalam Lubang Buaya itu berisi air, mungkin sekali jenderal yang matanya copot ini, sebagai waterlijk, copot matanya. Tetapi tidak oleh karena cukilan. Sebab, mata yang copot karena cukilan ada bekas cukilan itu.
Doctors team tidak menemukan bekas cukilan. Saya donder, kenapa kau tulis begitu? Mereka terpukau diam saja. Saya tanya kepada Noor Nasution, dari mana, Noor Nasution cuma geleng-geleng kepala. Saya tanya kepada Ibnu Subroto, dari mana, belakangan saya melihat Ibnu Subroto pun tidak bisa menjawab….”
0 komentar:
Posting Komentar