Written By Teman Sejarah - Wednesday, April 19, 2017
Kelompok Persatuan Perjuangan 1946. (Foto: Jakarta.go.id)
Kemerdekaan Indonesia yang belum genap setahun harus
mengakami pergolakan politik yang menjurus pada perebutan kekuasaan. Pada
tanggal 3 Juli 1946, terjadi peristiwa yang dilakukan oleh pendukung Tan Malaka
yang berusaha merebut kekuasaan.
Percobaan perebutan kekuasaan dilatarbelakangi oleh kekecewaan simpatisan Tan Malaka yang tergabung dalam kelompok Persatuan
Percobaan perebutan kekuasaan dilatarbelakangi oleh kekecewaan simpatisan Tan Malaka yang tergabung dalam kelompok Persatuan
Perjuangan terhadap keputusan Perundingan
Linggarjati. Persatuan Perjuangan menganggap gagalnya Kabinet Sjahrir
mewujudkan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia seratus persen. Pengakuan
wilayah Indonesia atas Sumatera, Jawa, dan Madura mengecewakan kelompok ini dan
berupaya merencanakan kudeta.
Kudeta yang dilakukan bukan menjatuhkan kekuasaan Presiden Soekarno, melainkan untuk meruntuhkan Kabinet Perdana Menteri (PM) Sutan Sjahrir. Di benak beberapa politisi dan bahkan pihak tentara, kebijakan PM Sjahrir di meja diplomasi dengan Belanda sangat tidak memuaskan.
Ketegangan antara Kabinet Sjahrir dan kelompok oposisi semakin meruncing. Rencana kudeta dilancarkan kelompok Persatuan perjuangan dengan menculik anggota-anggota Kabinet Sjahrir. telah diketahui oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan untuk meringkus kelompok Persatuan Perjuangan yang dibawahi Tan Malaka, Achmad Soebardjo dan Soekarni. Ketiganya dijebloskan ke jeruji besi pada 23 Maret 1946.
Kudeta yang dilakukan bukan menjatuhkan kekuasaan Presiden Soekarno, melainkan untuk meruntuhkan Kabinet Perdana Menteri (PM) Sutan Sjahrir. Di benak beberapa politisi dan bahkan pihak tentara, kebijakan PM Sjahrir di meja diplomasi dengan Belanda sangat tidak memuaskan.
Ketegangan antara Kabinet Sjahrir dan kelompok oposisi semakin meruncing. Rencana kudeta dilancarkan kelompok Persatuan perjuangan dengan menculik anggota-anggota Kabinet Sjahrir. telah diketahui oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan untuk meringkus kelompok Persatuan Perjuangan yang dibawahi Tan Malaka, Achmad Soebardjo dan Soekarni. Ketiganya dijebloskan ke jeruji besi pada 23 Maret 1946.
Simpatisan dan kolega Tan Malaka terutama yang berasal
dari kalangan militer geram terhadap penangkapan Tan Malaka dan lainnya.
Diantaranya adalah Mayjen R.P. Sudarsono maupun Kolonel Sutarto, serta A.K.
Yusuf.
Mereka pun ambil langkah untuk menculik PM Sjahrir ketika singgah di Surakarta (Solo, Jawa Tengah). perintah penculikan itu turut disertai surat tugas penangkapan yang diteken langsung oleh Kolonel Sutarto yang kala itu, bertindak sebaga Panglima Divisi IV.
Tanggal 27 Juni 1946 terjadi penculikan atas diri Perdana Menteri Sjahrir, Menteri Kemakmuran Darmawan Mangunkusumo, dan beberapa tokoh kabinet lainnya. Pada tanggal 28 Juni 1946, Presiden Soekarno menyatakan keadaan bahaya di Indonesia.
Mereka pun ambil langkah untuk menculik PM Sjahrir ketika singgah di Surakarta (Solo, Jawa Tengah). perintah penculikan itu turut disertai surat tugas penangkapan yang diteken langsung oleh Kolonel Sutarto yang kala itu, bertindak sebaga Panglima Divisi IV.
Tanggal 27 Juni 1946 terjadi penculikan atas diri Perdana Menteri Sjahrir, Menteri Kemakmuran Darmawan Mangunkusumo, dan beberapa tokoh kabinet lainnya. Pada tanggal 28 Juni 1946, Presiden Soekarno menyatakan keadaan bahaya di Indonesia.
Pada tanggal 29 Juni 1946 seluruh kekuasaan diserahkan
kepada Presiden Sukarno. Presiden Sukarno kemudian berpidato melalui radio
menuntut pembebasan Sjahrir dan menteri-menterinya.
“Ini Presidenmu! Kalau engkau cinta kepada proklamasi dan Presidenmu, engkau cinta kepada perjuangan bangsa Indonesia yang insya Allah, de jure akan diakui oleh seluruh dunia.Tidak ada jalan kecuali. Hai, pemuda-pemudaku, kembalikanlah Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang engkau tawan di Negara Republik Indonesia yang kita cintai. Sadarlah bahwa perjuangan tidak akan berhasil dengan cara-cara kekerasan!"
Kelompok yang menculik tokoh-tokoh Kabinet Sjahrir kemudian membebaskan,
meskipun demikian, usaha kudeta tetap saja terjadi.
30 Juni dini hari, Sjahrir pun diantarkan ke Yogyakarta dan diserahkan pada para ajudan Soekarno. Tanggal 3 Juli 1946, pelaku utama kudeta, Mayor Jenderal Sudarsono datang menghadap Presiden Soekarno. Ia beserta rekan-rekannya menyodorkan empat naskah berisi maklumat kepada presiden untuk ditandatangani.
Isi dari maklumat tersebut :
30 Juni dini hari, Sjahrir pun diantarkan ke Yogyakarta dan diserahkan pada para ajudan Soekarno. Tanggal 3 Juli 1946, pelaku utama kudeta, Mayor Jenderal Sudarsono datang menghadap Presiden Soekarno. Ia beserta rekan-rekannya menyodorkan empat naskah berisi maklumat kepada presiden untuk ditandatangani.
Isi dari maklumat tersebut :
1. Presiden
memberhentikan Kabinet Sjahrir.
2. Preslden
menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan
Politik.
3. Presiden
mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik (yang nama-namanya tercantum dalam
naskah).
4. Presiden
mengangkat 13 menteri negara (yang nama-namanya tercantum dalam naskah).
Maklumat pada hakikatnya menuntut agar pimpinan
pemerintahan diserahkan kepada para pengikut kelompok Persatuan Perjuangan yang
dipimpin oleh Tan Malaka. Tetapi Presiden Sukarno tidak menerima maklumat
tersebut.
Pada saat itu juga Mayor Jenderal Sudarsono beserta rekannya ditangkap. Empat belas orang yang diduga terlibat dalam usaha kudeta diajukan ke depan Mahkamah Tentara Agung. Tujuh terdakwa dibebaskan dari tuntutan. Dalam persidangan pengadilan tersebut, selain Mayor Jenderal Sudarsono, Mr. Muhammad Yamin juga dipersalahkan memimpin percobaan kudeta.
Pada saat itu juga Mayor Jenderal Sudarsono beserta rekannya ditangkap. Empat belas orang yang diduga terlibat dalam usaha kudeta diajukan ke depan Mahkamah Tentara Agung. Tujuh terdakwa dibebaskan dari tuntutan. Dalam persidangan pengadilan tersebut, selain Mayor Jenderal Sudarsono, Mr. Muhammad Yamin juga dipersalahkan memimpin percobaan kudeta.
Mereka kemudian dijatuhi hukuman empat tahun. Lima
terdakwa lainnya dihukum 2-3 tahun. Tetapi mereka semuanya dibebaskan dengan
grasi Presiden Sukarno pada tanggal 17 Agustus 1948, pada peringatan tiga tahun
Kemerdekaan Indonesia.
Rujukan: Zara, M.
Yuanda. 2009. Peristiwa 3 Juli 1946 MedPress, dll
0 komentar:
Posting Komentar