Oleh : Tempo.co - Selasa,
2 Oktober 2012 03:02 WIB
Arifin C Noor (kedua dari kiri) saat syuting film G30S/PKI di Jakarta,
1984. Dok. TEMPO/Maman Samanhudi
TEMPO.CO, Kupang - Frans de Romes, 74 tahun,
satu dari 10 algojo penumpas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) di
Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengisahkan tentang pembantaian
yang dilakukannya pada 1966.
Kisah ini berawal ketika dia bersama sembilan orang teman
lainnya direkrut di Rumah Tahanan (Rutan) Maumere, karena tersangkut kasus
pembunuhan. Mereka lalu dijadikan algojo penumpasan PKI di daerah itu.
"Saya membunuh sekitar 39 orang, termasuk dua anggota keluarga saya," kata Frans ketika disambangi Tempo di kediamannya, Rabu, 19 September 2012.
Selain membantai warga terduga PKI itu, menurut dia,
mereka juga diperintahkan oleh Komando Operasi (Komop) untuk menggali lubang
dan menguburkan orang terduga PKI yang dibantai secara massal.
Pembantaian itu dilakukan para algojo selama empat bulan,
sejak Februari-Mei 1966. Usai menjalankan tugas mereka, para algojo dibayar
sebesar Rp 150 ribu per orang dan beras sebanyak 5 karung ukuran 50 kg yang
dibagi 10, masing-masing algojo mendapat 25 kg beras.
Dari 10 algojo itu, tersisa dia yang masih hidup.
Sedangkan sembilan algojo lainnya telah wafat. Frans pun hidup sengsara di
sebuah gubuk di salah satu desa di Kabupaten Sikka, NTT.
0 komentar:
Posting Komentar